Saturday, August 11, 2007

Perempuan Gorontalo

Muhamad J Fahrani
15 Des 06


Saya tertarik dengan topik tentang Nasib Perempuan Gorontalo ini karena disamping tanggal 22 desember 2006 nanti adalah Hari IBU, kenyataannya dalam kehidupan sehari - hari baik dari lingkungan terkecil yakni keluarga maupun yang terbesar yakni negara, perempuan hampir selalu menjadi obyek penderita dari kaum laki-laki. Setiap hari seluruh media cetak dan elektronik baik lokal maupun nasional selalu mengangkat berita tentang penderitaan (dalam arti luas) yang dialami oleh kaum perempuan, seperti KDRT, Pemerkosaan, bahkan pembunuhan.

Dalam dunia politik pun perempuan masih mengalami berbagai tekanan terutama soal jatah kursi di dewan, dsb. Saya ingin menjawab beberapa pertanyaan dari moderator mengenai masalah ini, sebatas kemampuan dan pengetahuan saya, sehingga jika ada hal - hal yang kurang berkenan harap dimaklumi.

Pertama, masalah mengenai eksistensi perempuan di Gorontalo eksistensi perempuan di Gorontalo terutama dalam bidang birokrasi, pengusaha dan politik sudah cukup baik untuk ukuran propinsi baruseperti Gorontalo ini. Namun, eksistensi tersebut didapatkan terkesan begitu mudah. Di birokrasi (pejabat), ada beberapa jabatan baik propinsi maupun kota/kab diisi oleh kaum perempuan yang didapat bukan karena penilaian kemampuannya, tetapi karena golongan kepangkatan yang telah memenuhi syarat, sehingga latar belakang pendidikan dan jabatan kadang tidak sesuai, seperti Ibu WinarniMonoarfa, tanpa menyangsikan kemampuan manajerial beliau, tapi dengan latar belakang sebagai guru besar ilmu kelautan, alangkah tepatnya jika beliau memegang jabatan sbg Kadis Perikanan danKelautan karena kapasitas keilmuan dan kemampuan beliau dalam bidang ini sudah tidak dapat diragukan lagi.

Memang, harus diakui, bahwa eksistensi beliau sebagai kepala Bappeda sangat mengagumkan mengingat latar belakang pendidikannya, tapi lebih menguntungkan bagi daerah ini jika beliau menjadi kadis Perikanan & Kelautan, apalagi salah satu program unggulan propinsi yakni Perikanan, sekarang ini berjalan statis.

Di politik, banyak perempuan yang duduk di legislatif baik kota/kab sampai propinsi terkesan hanya pemberian (rata2 no urut teratas tapi jmlh suara tidak signifikan) dan latar belakang jabatan suami. IBu Rahmiyati Yahya bisa menjadi salah satu contoh dari kasus ini. Tadinya beliau adalah seorang PNS, namun karena latar belakang jabatan suaminya serta no urut atas maka walaupun jumlah suara pemilihnya kecil beliau tetap jadi anggotaDPRD Prop. Sehingga tak heran, karena latar belakang suaminya tsb, skrg ini beliau terancam direcall dari gedung BOTU, hanya gara2 pada pilkada gubernur lalu suaminya dikabarkan tidak mendukung calon dari partai yang mendudukkan rahmiyati di Botu dan kemungkinan hal ini juga akan berlaku kepada Ibu Kasma Bokings di Pohuwato.

Dengan dua contoh kasus tsb, dapat diambil kesimpulan bahwa, eksistensi kebanyakan perempuan di Gorontalo yang bergelut di Birokrasi, Politik dan Pengusaha masih terdongkrak karena kaum lakis, apalagi kalau melihat perempuans kebanyakan terutama Ibu Rumah Tangga, seringkali terjajah oleh kediktatoran suaminya.

Kedua, harapan terhadap pemerintahan Fadel - Gusnar soal Perempuan. Yang jelas, sesuai latar belakang kedua pemimpin tsb yakni Politikus dan Birokrat, harapan saya agar dalam rekruitment kaum perempuan khususnya dalam bidang politik dan birokrasi harus didasarkan kemampuan dan latar belakang keilmuannya agar nantinya dapat menunjukkan eksistensinya utk kemajuan daerah ini.

Saya juga salut dengan gebrakan rezim ini yang saya lihat di koran yakni rumusan perda tentang perlindungan terhadap perempuan secara umum, dengan harapan agar nantinya dapat dilaksanakan secara konsisten dan bertanggung jawab.

Ketiga, persoalan mendasar perempuan di Gorontalo. Masalah adat - istiadat dalam kehidupan masyarakat gorontalo pada umumnya, fungsi adat masih memegang peranan penting dalam mengatur tingkah laku dan cara hidup masyarakat meskipun untuk masyarakat perkotaan adat sudah mulai terkikis oleh modernisasi dan kapitalisme. Dlm adat Gorontalo, kedudukan perempuan masih dibawah laki2 (walau dalam sejarah Gorontalo banyak perempuans yang menjadi pemimpin) sehingga mengakibatkan perempuans terkesan pasrah dan nrimo apapun yang terjadi baik itu benar atau salah.

Keempat, latar belakang pendidikan. Untuk mengenyam pendidikan terutama formal, para orangs tua terkadang masih berprinsip seperti leluhur dulu, yakni setinggi-tingginya pendidikan yang dimiliki oleh perempuans, toh tetap kembali pada fungsi utamanya yaitu DAPUR, SUMUR, KASUR. tak jarang anak perempuan selepas SMU tidak diperbolehkan kuliah apalagi diluar daerah (meski secara finansial orang tuanya berkecukupan) disampingkarena prinsip tsb, ditambah infos ttg oknums mahasiswis yang kuliah diluar daerah TERKADANG berperilaku HIDUP BEBAS seperti FreeSex dan SamenLeven (tidak semuanya lho), seperti survei di Jogyakarta yangmengatakan 9 dari 10 mahasiswi tlh KEHILANGAN MAHKOTAnya tanpa nikah (maaf kalo ada para milisterwati yang pernah dan sementara kuliah diJogya, karena ini telah menjadi kasus nasional).

Dari 2 contoh kasus diatas, solusinya adalah pengenalan dan penyesuaian adat istiadat harus berdasarkan agama yang dianut karena dalam agama manapun kedudukan perempuans dan lakis adalah "SAMA" dilihat dari sikonnya, serta perlunya bagi anaks perempuan yang ingin melanjutkan pendidikan (terutama diluar daerah ) HARUS mampu menanamkan kepercayaan pada ortunya bahwa dia mampu menjaga kehormatan diri dan keluarga serta harus menunjukkan kemampuan untuk mencapai tujuannya.

Kelima, hals yang harus diperbaiki dari perilaku Isteri-isteri. Stop Karlotaisme. Stop Ba Egisisme (cara make up dan berpakaian). Stop Royalisme (terutama isteri pejabat dan anggota dewan). Stop HUGELISME (bnyk perempuans di NERAKA karena hal ini).

Semoga dengan momen HARI IBU yang tak lama lagi, para perempuansterutama di Gorontalo ini dapat memahami arti yang hakiki tentangkata PEREMPUAN (YANG DIEMPUKAN, YANG DIAGUNGKAN, YANG DIHORMATI dsb)sehingga mampu menjaga kodratnya sebagai perempuan dan mampumenunjukkan jati dirinya agar tidak gampang dilecehkan oleh paraBUAYA DARAT. Untuk perempuans yang telah berkeluarga, JAGALAHKEHORMATAN DIRI, SUAMI DAN KELUARGA seperti dalam Hadits Nabi SAW,yg artinya DUNIA ADALAH PERHIASAN, DAN PERHIASAN YANG TERBAIK ADALAHISTERI YANG SHALIHAH. Dan bagi yang "MASIH GADIS", pandaislahmembawa diri agar tidak terjerumus ke lembah nista.Akhirnya, kepada seluruh milisterwati (te Nino tdk termasuk) mohonmaaf kalo ada yang menyinggung andas dan semoga hari IBU bukan hanyadilaksanakan setiap tgl 22 Desember tapi HARUS dilaksanakan setiaphari. TEGAKNYA AGAMA, NEGARA DAN KELUARGA ADALAH DITANGAN PEREMPUAN,RUNTUHNYA PUN KARENA PEREMPUAN. Salam damai untuk kalian semua.

Nasib Perempuan Gorontalo

Dewi Dama
13 Des 06


Berikut pendapat saya tentang perempuan Gorontalo. Mohon terlebih dahulu dimaafkan sekiranya ada salah kata or terlalu menjeneralisir karena saya juga masih belajar.

1. Bagaimana Anda melihat eksistensi perempuan Gorontalo sekarang ini? Baguskah? Atau justeru menyedihkan? >>>>> Perlu ada pembanding.

Dulu: Oleh minimnya perhatian para orang tua terhadap pendidikan, pengetahuan para perempuan melulu soal urusan domestik. Perempuan ibarat budak belian, diperistri untuk sepenuhnya tunduk pada suaminya meski dimadu, dijadikan madu, atau dicampakkan. Secuil saja mereka diberdayakan hanya untuk menghafal kalimat-kalimat dogmatis tanpa bisa mengepakkan nalarnya. Perempuan nyaris tak pusing berorganisasi dan umumnya memiliki kelompok perkawanan atas nama status social (wala’ita yi’o). Perempuan dulu lebih senang berbahasa Gorontalo, mengolah penganan dari hasil pangan milik keluarganya, mohuyula molobu’a pale e’elenggengiyo wala’o didingga limongoliyo (mohutu tutulu, duduli, nasi bulu,dll)

Sekarang: Wanita eksis bo'. Jumlah perempuan selalu mendominasi ruang kelas-kelas dari TK- PT (pendidikan), meski keberadaannya di ruang politik dan manajerial masih minoritas. Soal kualitasnya, hhmmm, saya tak berani menjustifikasi, kecuali atas dasar hasil penelitian. Kartini kini prihatin dengan perempuan-perempuan yang 'mampu' lebih banyak mengedepankan dandanan/busana ketimbang mengasah ilmu pengetahuan meski Kartini tahu benar, it’s just a matter of choice and chance. Fakta lain, salah satu keajaiban perempuan, adalah menjadi penyebab dan target inovasi (macam-macamlah, simak saja iklan). Perubahan kulturnya lumayan. Akibat perkembangan teknologi dan peningkatan fasilitas hidup, secara pelan (incremental) merubah cara pandang dan gaya hidup perempuan kita. Contohnya, tak sedikit perempuan yang enggan dimadu bahkan semakin percaya diri menggugat cerai suaminya. Dulu, mana berani perempuan protes. Saya kira, asumsi bahwa perempuan sekarang suka nuntut ini-itu, relatif kebenarannya. Bisa aja asumsinya dari pihak yang terusik privasinya saja. .

2. Apa harapan Anda terhadap pemerintahan (Fadel-Gusnar periode kedua,khususnya), terutama mengenai kebijakan mereka untuk kaum perempuandan anak-anak?

a) It’s all about money! Anggaran pendidikan dan kesehatan mesti prioritaslah. Siswa SLTA saja pikirannya dah jauh ke sana. Jangan tunggu anak TK yang nuntut peningkatan pendidikan.
b) Money is nonsense without achievement. Kebijakan jelas. skopnya setiap tahun ditetapkan, pengawasan dan pertanggungjawabannya credible dan berkelanjutan. Mis: beasiswa untuk peningkatan kualitas pendidikan umumnya atau kursus keterampillan mereka yg putus sekolah. (Beasiswa luar negeri semakin banyak membuka peluang untuk Studi Gender, Pendidikan, Lingkungan, dll. Seandainya pemerintah bekerja sama dgn Perguruan tinggi untuk mengalokasikan dana untuk test TOEFL/IELTS yang mahal itu bagi para pelamar beasiswa, tentu kesempatan pendidikan di LN makin bagus.)
c) Di imej saya, sejak 5 thn lalu para penanam modal sudah masuk Gorontalo. Please, mestinya lapangan kerja (usaha kerja) bagi kaum perempuan kita semakin dibuka karena banyak kok yang sibuk cari tambahan nafkah untuk keluarganya. Sifat manusia kan kalo dipenuhi hak aktualisasi dirinya, ia akan stay cool ..iya kan?

3. Apa persoalan mendasar perempuan Gorontalo, dan bagaimana langkahkongkrit yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah itu? Program jangka panjang boleh, jangka pendek juga boleh....

v Pendidikan
Ø buta huruf: kampanye pendidikan terpadu melalui sekolah, tempat ibadah, iklan (multimedia), poster.
Ø keluarga yatim: bantuan dana biaya sekolah (gratis).
Ø kesempatan pengembangan diri: kursus keterampilan workshop, mentor, dll. Para guru/pegawai berprestasi, olahragawan berprestasi, alumni PT berprestasi, seniman dan keluarga berprestasi dll, perlu memperoleh dukungan pemerintah seperti di undang saat upacara besar, di sediakan kesempatan untuk ‘talk show’ untuk masukan ke masyarakat, diikutkan dalam parade penting, disalurkan aspirasinya, bukan sekedar diberi “petunjuk” (istilah le Boh cerita Elnino).

v kesehatan
Ø ibu hamil dan menyusui: imunisasi ibu dan balita ,kampanye kesehatan terpadu: simulasi, poster.
Ø keluarga berpenghasilan rendah: bantuan pengembangan usaha, layanan gratis di puskesms dan sekolah. pelatihan keterampilan keluarga: boga, kebun hijau, dll
Ø kenyamanan kerja pegawai: Inovasi Bimbingan dan Konseling, peningkatan insentif kerja lembur/jaga malam.

v pengangguran
Ø meningkatkan pengetahuan para perempuan tentang usaha kerja sesuai ‘core competence’ masing2 daerah tk.II (agropolitan, maritim, dll.)
Ø menyediakan lapangan kerja/modal: memediasi pekerja dan pasaran (e-gov), menarik investor (perusahaan), akses informasi bisnis.

v Kesejahteraan sosial & hiburan
Ø tuntutan kebutuhan hidup: pasar murah menjelang hari-hari besar, inventarisir agen-agen minyak tanah, dll.
Ø stres: 1) layar tancep di desa-desa, selain itu, 2) merangsang pengembangan keterampilan, seni dan budaya: karawo kait, tari-tarian, dll. Dulu, sewaktu SD, organisasi seperti karang taruna sangat diberdayakan di kampung-kampung untuk kegiatan lomba. Saban pergelaran seni, yang pesertanya kebanyakan siswa SD/SMP, para Ibu sibuk melibatkan diri. Ada yang seketika jadi pelatih tari-tarian, vocal group, dll. Saya ingat betul kegigihan hati para pembinanya, ceria bersama anak-anak peserta lomba. Padahal kalo di cek ricek, di antara para ibu itu, beberapa ‘ja’o ijazah to ulu’u”, tapi, begitulah. Jempol untuk mereka. Hebat!!

[joke] Rombongan Gorut

Elnino
11 Des 06


Rombongan pejuang Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) akan pulang semua Selasa (12/12) besok ke Gorontalo. Ada beberapa kejadian lucu yang terjadi selama mereka tinggal di Asrama Salemba. Maklum, di antara mereka ada sekitar 50-an orang yang baru pertama kali ini ke Jakarta. 30-an lainnya sudah pernah atau sering ke ibukota.

Suatu kali, seorang pejuang Gorut yang bernama Hendra berjalan-jalan di ITC Cempaka Mas. Dia tertarik dengan sandal-sandal yang dipajang disalah satu toko. Dalam hatinya, dia bertekad harus bisa berbicara seperti orang Jakarta, atau seperti orang Jawa, supaya tidak ketahuan dari kampung, sehingga tidak mudah diakalin orang. Kebetulan, dia sudah tahu arti "piro" dalam bahasa Jawa yang bermakna "berapa". Mendekatlah si Hendra ke penjual sandal;

Hendra: Mbak, sandal yang ini bagus ya...
Mbak : Oh, iya mas... Cocok kalau mas yang pake...
Hendra: Piro....?
Mbak : Itu selawe' mas...
Hendra: ????!!! (dia tidak mengerti apa itu "selawe")... Kalau sengongo' boleh...?
Mbak: ????!!!! Sengongo' berapa sih....?
Hendra: Bilang dulu "selawe" itu berapa, baru saya kasih tahu arti"sengongo"
Mbak: Selawe' kan dua puluh lima ribu...
Hendra: Kalau sengongo' itu setengahnya....

************************************
Seorang pejuang Gorut bernama Herman sedang berkeliling di Mall Mangga Dua, mencari "memory card" untuk hape-nya. Dari Mall Mangga Dua, dia menelpon Hendra.

Herman: Ndra, ana lagi di Mangga Dua. Eh, memory card yang dulu ente bilang paling gaga ini apa dulu....? Ana lupa depe nama...
Hendra: Ooh, cari jo yang merek OHARA

Sepuluh menit kemudian... Herman menelpon lagi.

Herman: Ndra..., tidak ada itu yang merek OHARA. Ana so tanya di lima toko...
Hendra: Ooh, kalau begitu ente tanya jo yang merek TAXICO. Sama deng OHARA itu.... Bilang kasana yang pake "X", bukan "KS"... deng pake"C", bukan "K". Jang lupa... TAXICO...
Herman: Oke. Oke...

Sepuluh menit kemudian... Herman menelpon lagi.
Herman: Ndra.... Delo butul merek-merek yang ngana bilang-bilang ini? Napa dorang penjaga toko so jaga tatawa akang ana....
Hendra: Merek apa yang ada pa dorang?
Herman: Napa bo jenis "MD-2" yang ada pa dorang
Hendra: Aaah.... so itu-itu-lo ana pe maksud....!!
Herman: (^&^^%$%^%$%$^%%###&*^*&!!!!!

****************************************************

Seorang pejuang Gorut yang kerap disapa Boh sedang pusing tujuh keliling. Dia sudah kehabisan duit di Jakarta. Pinjam sana-sini tak dapat. Akhirnya dia menelpon seorang tokoh Gorontalo yang dia tahu sangat berkeinginan menjadi Bupati Gorontalo Utara.

Boh: Halo, pak...
Si Tokoh: Eh, bagimana? Aman-aman to...?
Boh: Aman, pak... Cuma, sekarang ini saya sudah sangat kesulitan di Jakarta... Makanya saya menelpon bapak untuk minta petunjuk....
Si Tokoh: Gampang itu. Tapi ngana harus jamin kita berpasangan deng Thariq Modanggu, e.... (Ket: Thariq adalah Ketua Komite PembentukanKabupaten Gorut).
Boh: Siap, pak .... Baru bagimana deng petunjuk yang saya minta itu, pak?
Si Tokoh: Bilang pa Thariq, dia duduk manis jo, jadi kita pe calonbwakil bupati...
Boh: Siap, pak... Baru petunjuk bapak dang...?
Si Tokoh: Bilang pa Thariq.... Kita so siap 2 M for kampanye...
Boh (sedang menahan jengkelnya): Ish.... 2 milyar pak...? Pe banyak skali ti pak pe "petunjuk" itu eyi.... Boleh mo kase kamari sama saya itu "petunjuk" pak...? Biar bo doyi tiket (pesawat)?
Si Tokoh: Tenang saja ngana, sadiki lagi kita kirim pulsa..
Boh: Oke, pak. Terima kasih atas "petunjuk"nya...

Sejak itulah di kalangan pejuang Gorut istilah "petunjuk" memiliki makna yang lain. Misalnya saja, ketika ada di antara mereka yang akan pergi jalan-jalan, maka kawan-kawannya akan berkata, "Wah.... sojalan-jalan pooli ente 'e.... So dapa "petunjuk" darimana pooli ini?".

Jawabnya juga gampang, "Ah, bo dapa sengongo' ini potunjuk sup...."

Gorontalo and E-Gov

Jerry Montoliang
6 Des 06


Di era tahun 2000-an saat ini, tuntutan masyarakat adalah pemerintah yang harus memiliki waktu layanan yang cepat terhadap berbagi kebutuhan publik. Dengan kata lain, mereka tidak peduli bagaimana pemerintah mengorganisasikan dirinya, melainkan proses layanan yang diharapkan oleh masyarakat dapat diberikan secara baik, cepat, dan ekonomis. Inilah fenomena yang beredar di masyarakat.

Contoh dari fenomena di atas yang sering ditemukan adalah seringnya masyarakat mengeluh atas lambatnya layanan pengurusan administratif baik tingkat paling bawah (RT/RW, kelurahan bahkan sampai ke tingkat provinsi sekalipun), kurang adanya layanan akan kebutuhan masyarakat, tidak tercovernya seluruh kebutuhan masyarakat. Hal inilah yang patut dipertimbangkan solusinya. Di sinilah saatnya pemerintah mempertimbangkan berbagai hal dalam meningkatkan layanannya ke masyarakat.

Salah satu solusi alternatif dari permasalahan di atas adalah menerapkan sebuah layanan informasi kepada masyarakat yang nantinya dapat mengcover sebagian atau bahkan keseluruhan kebutuhan masyarakat akan informasi yang dibutuhkan. Sesuai topik di atas yakni OPTIMALISASI LAYANAN PUBLIK PEMERINTAHAN GORONTALOBERBASIS E_GOVERNMENT, inilah salah satu alternatif terbaik yang ada saat ini dan terus berkembang sesuai tingkat kebutuhan.

Mengapa E_Government?

Saat ini teknologi informasi merupakan salah satu option yang dapat diunggulkan dalam menunjang berbagai produktifitas sebuah layanan, yang awalnya konvensional dapat di tingkatkan dengan layanan berbasis komputerisasi, guna efisiensi serta efektifitas kerja di samping itu juga ekonomis. Hal ini sudah merupakan kesepakatan semu yang ada serta berkembang saat ini olehnya banyak pihak (pemerintah) di Indonesia yang mulai mengembangkan layanan E_Government-nya untuk dapat mengcover, setidaknya sebagian dari kebutuhan informasi tidak hanya masyarakat lokal melainkan masyarakat international sekalipun.

Sebagai contoh, pemerintah kota Batu dan pemerintah Kab Malang. Ini salah satu contoh kecil daerah-daerah yang telah berhasil dengan layanan E_Government-nya, dimana mereka memberikan layanan yang tidak tangung-tangung bahkan memberanikan untuk transparansi kinerja pemerintah mereka dapat dilihat melalui layanan E_Government.

Olehnya pemerintah Gorontalo pun perlu memikirkan kearah sana melihat kondisi saat ini layanan E_Government yang diterapkan di pemerintah gorontalo belum optimal. Kalo boleh dibilang baru 25% penerapan E_Government yang telah dijalankan oleh pemerintah gorontalo sebagaimana bisa dilihat pada websitepemerintah gorontalo di http://www.gorontalo.go.id hanya sebagian kecil saja informasi yang dapat dilayani melalui website pemerintah Gorontalo yang notabene adalah salah satu bentuk penerpan E_Gov tersebut.

Bagaimana Seharusnya?

Dalam menerapkan E_Government yang optimal perlu beberapa riset khusus namun secara umum E_Government yang baik adalah dapat memfasilitasi berbagai kebutuhan masyarakat akan informasi. Disini perlu diterapkan sebuah pusat interaksi daerah atau sering disebut Citizen Interaction Center (CIC) yang nantinya akan menampung seluruh informasi daerah misalnyaGorontalo, sehingga seluruh informasi akan diproses oleh CIC dan akan mempublishnya ke dalam layananE_Government.

CIC merupakan center informasi yang dapat di akses dengan berbagai macam cara antara laintelp, sms, dan internet. Namun kali ini kita hanya membahas tentang cara melalui Internet dalam hal ini mengunakan fasilitas website. Syarat utama berhasil tidaknya layanan ini (CIC)terletak pada mampu tidaknya pemerintah mengintegrasikan data secara lintas sektoral keseluruhan produk-produk E_Government yang akan ditawarkan oleh institusi-institusi terkait. Dengan kata lain, diperlukan sistem backoffice dalam penanganan ini.

Dikatakan lintas sektoral karena data atau informasi yang akan di publish bukan hanya bersumber dari pemerintah saja, melainkan dari berbagai sumber, misalnya data Dinas pendidikan, Dinas Kebudayaan, Keuangan Daerah, hingga sampai ke Dinas pertanahan sekalipun bahkan tidak menutup kemungkinan sampai ke berbagai dinas-dinas terkait lainnya. Ini akan memberikan warna lain bagi pemerintahan Gorontalo kedepannya.

Apakah hasil yang akan di peroleh dari penerapan E_Government secara maksimal? Banyak hal yang akan diperoleh dengan di optimalkan layanan publik berbasis e_gov ini, misalnya: Efisiensi media layanan ke masyarakat. Ketersediaan sumber informasi yang dapat di akses kapan saja dan dimana saja (selama tersedia koneksi internet, guna akses ke e_government).

Sebagai bukti keseriusan pemerintah serta pihak terkait dalam melayani masyarakat dengan secara total. Sebagai bentuk tranparansi informasi.dan lain sebagainya. Banyak hal yang dapat di peroleh dari penerapan teknologi informasi ke dalam kinerja pemerintah, namun sejauh mana hasil yang akan diperoleh hal ini akan diperoleh dari sejauh mana pemerintah dan pihak-pihakterkait dalam memberikan informasi secara luas dan terbuka.

Merajut Takdir Kekinian

Ani Sekarningsih
24 Nov 06


Sangat singkat WAKTU dalam akal manusia, tatkala langkahku menapaki tepian danau Limboto, sore 19 Nopember 2006. Begitu indahnya kupaku lanskap seputar Hutadaa dalam kameraku. Namun ketika aku kembali berada di tengah kumpulan manusia aku tak melihat lagi indahnya akan manusia-manusia di manapun aku menengokkan kepala.

Tidak.

Bagaikan dengung tawon banyak orang mengajukan tanya:"Bagaimanakah bentuk negara kita kelak, Bu?" Nanar aku melihat ke dalam mata si penanya. Lalu kupalingkan mataku pada langit biru kelam dimana awan gemawan menari terbang leluasa dengan damainya. Pertanyaan itu menusukkan sembilu yang pedih. Membayangkan takdir cucuku.

Tuhan telah menyusun rangkaian takdir yang apik bagi alam semesta ini. Planet-planet bergulir menurut sistem yang tertib, matahari masih terbit di Timur dan lenggelam di Barat. Musim masih bergulir sesuai waktunya. Bumi yang kita pijak masih bisa ditanami padi, dan gerumbulan ternak masih bisa merumput, serta segala jenis tetumbuhan masih bisa tumbuh subur. Airpun mengalir menghidupkan mahluk-mahluk laut, sungai dan danau. Bumi ini masih menyimpan kekayaan lain: minyak, mas, berlian, gas, uranium. Maka takdir-takdir yang telah disiapkan Tuhan adalah jelas merupakan perbekalan anak manusia untuk menyusun takdir masa depan bagi dirinya.

Fisik manusia dan tingkah [olanya adalah takdir bagi planet bumi.

"Mau lihat masa depan planet atau bangsa ini kelak? Cermati kondisi perkembangan budaya manusia hari ini. Maka itulah masa depan bangsa ini. Semakin AMBURADUL. Mengapa? Karena hampir semua orang tak tahu merajut takdirnya dengan budi luhung. Budaya kita hidup selalu dalam mimpi masa silam. Mari kita tengok keluhan orang banyak. Semasa pemerintahan Bung Karno orang banyak mengeluh: "Alangkah enaknya hidup dizaman "normal" (maksudnya zaman penjajahan Belanda). Kemudian saat Suharto memerintah, orangpun memakinya: "Enakan ketika zaman pemerintahan Sukarno" Lalu kini kita berada pada zaman SBY, orang pun masih berkeluh kesah: “Wahai, ternyata enakan dizaman Suharto ya, daripada zaman SBY."jawabku kering.

Si penanya tercenung.

"Kawan, kita lupa zaman silam hanyalah kenangan yang tak pernah akan kita singgahi kembali. Masa depan adalah tujuan langkah kita bersama. Tetapi budaya yang tertanam tak membiasakan kita untuk hidup dalam masa kini, detik dan jam saat ini. Kita tak terbiasa merencanakan pola takdir masa depan diri sendiri pada saat ini, apalagi masa depan kelompok yang nota bene adalah masa depan takdir bangsa dan negara ini."

Kuambil kameraku, dan aku merasa lebih tentram merekam keindahan takdir-takdir yang telah diciptakanNya dalam rekaman gambar-gambar saat ini....

Profil Nani Wartabone, Pahlawan Kita

Taufik Polapa
21 Nov 06


Nani Wartabone, (lahir 30 Januari 1907, meninggal 3 Januari 1986), yang dianugerahi gelar "PahlawanNasional Indonesia" pada tahun 2003, adalah putraGorontalo dan tokoh perjuangan dari provinsi yang terletak di Sulawesi Utara itu.

Perjuangannya dimulai ketika ia mendirikan dan menjadi sekretaris Jong Gorontalo di Surabaya pada 1923. Lima tahun kemudian, ia menjadi Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Cabang Gorontalo. Tiga tahun sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, ia bersama masyarakat setempat terlebih dulu memproklamasikan kemerdekaan Gorontalo, yaitu pada tanggal 23 Januari 1942.

Setelah tentara Sekutu dikalahkan Jepang pada Perang Asia-Pasifik, Belanda merencanakan pembumihangusan Gorontalo yang dimulai pada 28 Desember 1941 dengan mulai membakar gudang-gudang kopra dan minyak di Pabean dan Talumolo. Memimpin perlawanan rakyat, Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo mencoba menghalanginya dengan menangkapi para pejabat Belanda yang masih ada di Gorontalo.

Pada 23 Januari, dimulai dari kampung-kampung di pinggiran kota Gorontalo seperti Suwawa, Kabila dan Tamalate, Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo bergerak mengepung kota. Pukul lima subuh Komandan Detasemen Veld Politie WC Romer dan beberapa kepala jawatan yang ada di Gorontalo menyerah.

Proklamasi kemerdekaan

Selesai penangkapan, Nani Wartabone memimpin langsung upacara pengibaran bendera Merah Putih yang diiringi lagu "Indonesia Raya" di halaman Kantor Pos Gorontalo. Peristiwa itu berlangsung pada pukul 10, dan NaniWartabone sebagai inspektur upacaranya. Di hadapan massa rakyat, ia berpidato: "Pada hari ini, tanggal 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini sudah merdeka bebas, lepas dan penjajahan bangsa mana pun juga. Bendera kita yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya. Pemerintahan Belanda sudah diambil oleh Pemerintah Nasional. Agar tetap menjaga keamanan dan ketertiban....dst."

Sore harinya, Nani Wartabone memimpin rapatpembentukan Pucuk Pimpinan Pemerintahan Gorontalo (PPPG) yang berfungsi sebagai Badan Perwakilan Rakyat(BPR) dan Nani dipilih sebagai ketuanya. Empat hari kemudian, Nani Wartabone memobilisasi rakyat dalam sebuah rapat raksasa di Tanah Lapang Besar Gorontalo. Tujuannya adalah mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan itu dengan risiko apapun.

Jepang menguasai Gorontalo

Sebulan sesudah "Proklamasi Kemerdekaan Nasional" di Gorontalo, tentara Jepang mulai mendarat. Pada 26 Februari sebuah kapal perang Jepang yang bertolak dari Manado berlabuh di pelabuhan Gorontalo. Nani Wartabone menyambut baik bala tentara Jepang ini dengan harapan kehadiran mereka akan menolong PPPG.

Ternyata sebaliknya, Jepang justru melarang pengibaran bendera Merah Putih dan menuntut warga Gorontalo bersedia tunduk pada Jepang. Nani Wartabone menolak permintaan ini. Namun karena tidak kuasa melawan Jepang, ia kemudian memutuskan meninggalkan kota Gorontalo dan kembali ke kampung kelahirannya Suwawa, tanpa ada penyerahan kedaulatan.

Di Suwawa Nani Wartabone mulai hidup sederhana dengan bertani. Rakyat yang berpihak kepada Nani Wartabone akhirnya melakukan mogok massal sehingga Gorontalo bagaikan kota mati. Melihat situasi ini, Jepang melalui kaki tangannya melancarkan fitnah, bahwa Nani Wartabone sedang menghasut rakyat berontak kepada Jepang. Akibat fitnah itu, Nani Wartabone akhirnya ditangkap pada 30 Desember 1943 dan dibawa ke Manado.

Di sini, Nani Wartabone mengalami berbagai siksaan. Salah satu siksaan Jepang yang masih melekat dalam ingatan masyarakat Gorontalo hingga saat ini adalah, ketikaNani Wartabone selama sehari semalam ditanam seluruh tubuhnya kecuali bagian kepala di pantai di belakang Kantor Gubernur Sulawesi Utara sekarang. Hampir sehari kepala Nani Wartabone dimainkan ombak dan butir-butir pasir. Nani Wartabone baru dilepaskan Jepang pada 6 Juni 1945, saat tanda-tanda kekalahan Jepang dari Sekutu mulai tampak.

Jepang Kalah

Setelah menyerah kepada Sekutu, Jepang masih tetap menghormati Nani Wartabone sebagai pemimpin rakyat Gorontalo. Ini terbukti dengan penyerahan pemerintahan Gorontalo dari Jepang kepada Nani Wartabone pada tanggal 16 Agustus 1945. Sejak hari itu Sang SakaMerah Putih kembali berkibar di bumi Gorontalo setelah diturunkan Jepang sejak 6 Juni 1942.

Anehnya, setelah penyerahan kekuasaan itu, Nani Wartabone dan rakyatGorontalo tidak mengetahui telah terjadi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta keesokan harinya. Mereka baru mengetahuinya pada 28 Agustus 1945.

Untuk memperkuat pemerintahan nasional di Gorontalo yang baru saja diambil alih dari tangan Jepang itu, Nani Wartabone merekrut 500 pemuda untuk dijadikan pasukan keamanan dan pertahanan. Mereka dibekalidengan senjata hasil rampasan dari Jepang dan Belanda. Pasukan ini dilatih sendiri oleh Nani Wartabone,s edangkan lokasi latihannya dipusatkan di Tabuliti, Suwawa. Wilayah ini sangat strategis, berada di atas sebuah bukit yang dilingkari oleh beberapa bukit kecil, dan bisa memantau seluruh kota Gorontalo.

Ditempat ini pula, raja-raja Gorontalo zaman dahulu membangun benteng-benteng pertahanan mereka. Setelah menerima berita proklamasi di Jakarta, padatanggal 1 September 1945 Nani Wartabone membentuk Dewan Nasional di Gorontalo sebagai badan legislatif untuk mendampingi kepala pemerintahan. Dewan yang beranggotakan 17 orang ini terdiri dari para ulama, tokoh masyarakat dan ketua parpol. G. Maengkom yang pernah menjadi Menteri Kehakiman Rl dan Muhammad Ali yang pernah menjadi Kepala Bea Cukai di Tanjung Priok adalah dua dari 17 orang anggota dewan tersebut.

Ditangkap Belanda

Sayangnya, keadaan ini tidak berlangsung lama karena Sekutu masuk. Bagi Belanda yang memboncengi Sekutu ketika itu, Nani Wartabone adalah ancaman serius bagi niat mereka untuk kembali menjajah Indonesia, khususnya Gorontalo. Mereka berpura-pura mengundang Nani Wartabone berunding pada 30 November 1945 di sebuah kapal perang Sekutu yang berlabuh di pelabuhan Gorontalo, lalu Belanda menawannya.

Nani Wartabone langsung dibawa ke Manado. Di hadapan Pengadilan Militer Belanda di Manado, NaniWartabone dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun dengan tuduhan makar pada tanggal 23 Januari 1942. Dari penjara di Manado, Nani Wartabone dibawa ke Morotai yang kemudian dipindahkah ke penjara Cipinang di Jakarta pada bulan Desember 1946. Hanya sebelas hari di Cipinang, Nani kembali dibawa ke penjara di Morotai. Di sini ia kembali mengalami siksaan fisik yang sangat kejam dari tentara pendudukan Belanda. Dari Morotai, ia dikembalikan lagi ke Cipinang, sampai dibebaskan pada tanggal 23 Januari 1949, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia.

Kembali ke Gorontalo

Tanggal 2 Februari 1950, Nani Wartabone kembali menginjakkan kakinya di Gorontalo, negeri yang diperjuangkan kemerdekaannya. Rakyat dan DewanNasional yang berjuang bersamanya menyambut kehadirannya dengan perasaan gembira bercampur haru dan tangis. Kapal Bateku yang membawa Nani Wartabone disambut di tengah laut oleh rakyat Gorontalo. Nani Wartabone kemudian ditandu dari pelabuhan dibawa keliling kota dengan semangat patriotisme. Rakyat kemudian membaiatnya untuk menjadi kepala pemerintahan kembali.

Namun Nani Wartabone menentang bentuk pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS)yang ada pada saat itu. Gorontalo sendiri berada dalam Negara Indonesia Timur. Menurutnya, RIS hanyalah pemerintahan boneka yang diinginkan Belanda agar Indonesia tetap terpecah dan mudah dikuasai lagi.

Nani Wartabone kembali menggerakkan rakyat Gorontalo dalam sebuah rapat raksasa pada tanggal 6 April 1950.Tujuan rapat raksasa ini adalah menolak RIS dan bergabung dengan NKRI. Peristiwa ini menandakan, bahwaGorontalo adalah wilayah Indonesia pertama yang menyatakan menolak RIS.

Pada periode ini hingga tahun 1953, Nani Wartabone dipercaya mengemban beberapa jabatan penting, diantaranya kepala pemerintahan di Gorontalo, Penjabat Kepala Daerah Sulawesi Utara, dan anggota DPRD Sulawesi Utara. Selepas itu, Nani Wartabone memilih tinggal di desanya, Suwawa. Di sini ia kembali turun ke sawah dan ladang dan memelihara ternak layaknya petani biasa di daerah terpencil.

Melawan Permesta

Ketenangan hidup Nani Wartabone sebagai petani kembali terusik, ketika PRRI/PERMESTA mengambil alih kekuasaan di Gorontalo setelah Letkol Ventje Sumual dan kawan-kawannya memproklamasikan pemerintahan PRRI/PERMESTA di Manado pada bulan Maret 1957. Jiwa patriotisme Nani Wartabone kembali bergejolak. Ia kembali memimpin massa rakyat dan pemuda untuk merebut kembali kekuasaan PRRI/PERMESTA di Gorontalo dan mengembalikannya ke pemerintahan pusat di Jakarta.

Sayangnya, pasukan Nani Wartabone masih kalah kuat persenjataanya dengan pasukan pemberontak. Oleh karena itu, ia bersama keluarga dan pasukannya terpaksa masuk keluar hutan sekedar menghindar dari sergapan tentara pemberontak. Saat bergerilya inilah, pasukan Nani Wartabone digelari "Pasukan Rimba".

Berbagai cara dilakukan Nani Wartabone agar bisa mendapat bantuan senjata dan pasukan dari Pusat. Baru pada bulan Ramadhan 1958 datang bantuan pasukan tentara dari Batalyon 512 Brawijaya yang dipimpin oleh Kapten Acub Zaenal dan pasukan dari Detasemen 1 Batalyon 715 Hasanuddin yang dipimpin oleh Kapten Piola Isa.

Berkat bantuan kedua pasukan dari JawaTimur dan Sulawesi Selatan inilah, Nani Wartabone berhasil merebut kembali pemerintahan di Gorontalo dari tangan PRRI/PERMESTA pada pertengahan Juni 1958.

Setelah PRRI/PERMESTA dikalahkan di Gorontalo itu, Nani Wartabone kembali dipercaya memangku jabatan-jabatan penting. Misalnya, sebagai Residen Sulawesi Utara di Gorontalo, lalu anggota DPRGR sebagai utusan golongan tani. Setelah peristiwa G30S tahun 1965, Nani Wartabone kembali berdiri di barisan depan rakyat Gorontalo guna mengikis habis akar-akar komunisme di wilayah itu.

Nani Wartabone yang pernah menjadi anggota MPRS Rl, anggota Dewan Perancang Nasional dan anggota DPA itu, akhirnya menutup mata bersamaan dengan berkumandangnya azan shalat Jumat pada tanggal 3 Januari 1986, sebagai seorang petani di desa terpencil, Suwawa, Gorontalo.

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri menyerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Nani Wartabone melalui ahli warisnya yang diwakili oleh salah seorang anak laki-lakinya, Hi Fauzi Wartabone, di Istana Negara, pada tanggal 7November 2003. Wartabone ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor085/TK/Tahun 2003 tertanggal 6 November 2003. Untuk mengenang perjuangannya di kota Gorontalo dibangun Tugu Nani Wartabone untuk mengingatkan masyarakat Gorontalo akan peristiwa bersejarah 23 Januari 1942 itu

(Sumber dari beberapa Buku)

Jangan Tinggalkan Budaya Sendiri

Ani Sekarningsih
17 Nov 06


Berapa penduduk Gorontalo? Benarkah 800.000 orangkah? Sejauh apakah orang-orang Gorontalo memahami kebudayaanranahnya sendiri? Sejauh apakah negara-negara mancanegara terjaring menjadi wisatawan ke Gorontalo?

Aku ingin cerita aja, nih.
Pada Media Indonesia 12 Nopember yang baru saja berlalu aku menuliskan tentang hebatnya Asmat yang kini diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai SITUS WARISAN BUDAYA, padahal penduduk Asmat hanya 60.000 orang saja. Karena apa?

Karena perjuangan yang tak kenal lelah dari seorang putera Asmat bernama Yufen Biakai, yang sekarang menjabat Bupati Asmat.

Semasa Yufen masih menjabat Ketua Lembaga Masyarakat Adat Asmat, beliau selalu memikirkan pembangunan manusia Asmat yang harus utuh berdiri tegak dan kokoh di atas landasan budaya Asmat yang mereka warisi. Menurutnya, selama seseorang berdiri kokoh dengan budaya yang membesarkannya maka seseorang itu tak tergoncangkan gegar budaya, melainkan ia lebih mengenali jati dirinya dengan sesungguhnya. Itu sebabnya rasa percaya diri orang Asmat sangat tinggi adanya.

Yufen tidak sekedar berbicara, dan mengajari. Tetapi ia buktikan kekuatan dirinya demi untuk memotivasi segenap orang Asmat. Bila saat ini kita mengenali Yufentius Biakai sebagai Bupati Asmat, dapat dipastikan hanya sedikit orang yang mengenali nama Yufentius Biakai yang telah menjadi milik dunia karena tulisan-tulisannya yang memperkenalkan budaya Asmat dalam dua buku unggulan yang dibanggakan. “ASMAT, Myth and Ritual The Inspiration of Art” dan “ASMAT, Mencerap Kehidupan dalam seni” yang juga diterjemahkan dalam bahasa Jerman dan Inggris dan diterbitkan oleh B. Kühlen Verlag GmbH Jerman. Kedua buku unggulan tersebut merupakan data-data anthropologi Asmat termasuk di dalamnya uraian filsafat tentang patung-patung tradisional.

Adakah para bupati lain di Republik Indonesia ini mampu menuliskan adat budaya setempat dalam bahasa Inggris yang sempurna sebagaimana yang telah dibikin seorang putera Asmat?

Perlu diketahui keberadaan budaya Asmat menjadi bagian dari milik dunia. Anda akan temukan seni ukir Asmat yang anggun-anggun di musium-musium bergengsi di Metropolitan Museum New York, Tropen Museum di Amsterdam, Volkerkunde Museum di Roterdam, Völkerkundemuseum di Berlin, dan koleksi terlengkap milik Dr Gunther Konrad dan istrinya Ursula di Mönchengladbach di Jerman. Dunia tidak mengenal keberadaan Papua, tetapi dunia lebih mengenali Asmat.

Pesta Budaya Asmat ke-23 yang baru saja berakhir pada tanggal 11 Oktober 2006, dan sempat kuhadiri, cukup membanggakan. Dihadiri banyak orang asing. Satu bukti lagi Asmat telah membuktikan diri, bahwa tatkala Amarika mengumumkan para turis tak boleh memasuki Indonesia, apalagi Papua, justru Yufen membuktikan bahwa orang Asmat hangat menyambut mereka dan menjamin keamanan para turis asing tersebut.

Sedikit tambahan lagi. Selama pesta budaya berlangsung seorang wisatawan Jerman bernama Dr Gunter Konrad , seorang urolog, melangsungkan pembedahan-pembedahan pada pasien-pasien orang Asmat SECARA GRATIS. Adakah dokter-dokter ahli di antara kita terketuk hatinya untuk berbuat amal seperti dokter Jerman itu?

Bagaimana halnya dengan Gorontalo?

Padahal Gorontalo memiliki pantai indah. Gorontalo memiliki benteng-benteng yang dapat dijadikan objek wisata. Gorontalo mempunyai seni kerawang kait, yang saingannya hanya sebuah desa nelayan Portofino di Itali. Gorontalo banyak menyimpan adat budaya ASLI GORONTAL. Tetapi adakah kapal-kapal pesiar orang asing berminat datang singgah? Adakah yang menuliskan dan berpikir mengisi artefak=artefak Asmat di musium-musium bergengsi di dunia? Sebagaimana Asmat lakukan?

Wahai Anak Muda Gorontalo yang cerdas-cerdas, di tangan Anda semua budaya Gorontalo menantikan uluran tangan kalian untuk mendokumentasikan kekayaan BUDAYA GORONTALO tersebut, dan mengisi semua museum di dunia.

Kita tidak lagi hanya berpikir dalam kotak-kotak kecil, tetapi kita harus berpikir bahwa kita adalah WARGA PLANET BUMI yang bertanggung jawab memelihara planet ini dengan budaya yang memang kita akrabi. Dengan budaya sendiri justru kita mampu memahami bahasa alam semsta.

Kawan, ada contoh besar lewat depan mata melalui media cetak maupun media kaca. Yakni peristiwa LAPINDO. Mengapa alam meradang merontak?
30 atau 50 tahun lalu, kita masih melihat orang menghormat padi yang akan dipotong dan para PEREMPUAN SAJA yang memotong padi dan dengan dengan ani-ani pula. Bagaimana sekarang? Begitu padi menguning orang main babat dan kasar dan para lelaki ikut membabatnya, tanpa permisi MINTA KEIKHLASAN padi sebagai mahluk, apalagi menghormati tanah yang subur dan begitu ramah menghidupkan semua tetumbuhan buat keperluan manusia. Tanah pun adalah mahluk. Tandai, bagaimana alam tidak akan semakin murka? Sekarang bangsa Indonesia sampai harus mengimpor padi dari Vietnam, bahkan Amerika Serikat.

Mungkin Anda sedang mencibir pikiranku ini. Tnamun saatnya kita semua perlu bermawas diri, perlu HENING. karena para teknolog rupanya sudah semakin tuli, semakin rabun matanya untuk memahami bahasa alam. Hatinya juga menjadi tumpul untuk memahami kearifan-kearifan budaya yang dilahirkan leluhur kita.

Dengan contoh Yufen di atas aku ingin mengatakan, sebagai manusia berpikir, hendaknya kita berbuat yang produktif berlandaskan kekuatan budaya jati diri kita.

Kritik Terhadap Koran Gorontalo

Asriyati Nadjamuddin
11 Nov 06

Fungsi koran menurut pandangan sempit saya:
1. Menyambung aspirasi masyarakat
2. Mencerdaskan masyarakat, bukan membohonginya
3. Memberikan informasi akurat, tajam, terpercaya (saya lupa inimotto koran apa, tapi ini yang selalu teringat)

Untuk skala Gorontalo; Koran2nya lumayan sudah menyambung aspirasi masyarakat, tapi talalu sadiki skaali. Mencerdaskan masyarakat dan Memberikan Informasi akurat, tajam, terpercaya, kayaknya masyarakat Gorontalo terbantu dengan keberadaan Koran. Karena minimal, mereka bisa tahu apa yang dilakukan oleheksekutif, legislatif atau para elit2 politik.

Karena yang bikin koran juga manusia, pasti ada salahnya. Setahun yang lalu, dalam diskusi di Kampus UNG, saya pernah `ngeluh` sama Pak Sirham tentang, vulgarx fhoto2 artis dalam rubrik entertain. ALhamdulillah, saya merasa ditanggapi krn skarag di HG rubrikentertain memuat fhoto artisx lebih sopan dr sbelumx. Disisi lain, HG pernah memuat fhoto korban ibu Fauziah Naue terlalu vulgar dan jelas (berdarah-darah). Saya memahami, mungkin wartawaningin menyampaikan dengan detil kondisi korban, namun saya merasa itu kurang pas.

Pernah saya konfirmasi sama seorang wartawan kataxkrn terburu-buru alias deadline, aspek itu tidak diperhatikan lagi. Terkadang saya lihat, Koran memuat berita sepihak, tidak dikros cekpada pihak lainnya pada saat itu. nanti besokx ada berita hasil kroscek. saya hanya mengingatkan; yang baca koran hari pertama belum tentu baca koran pada hari selanjutx. Nah disini kemungkinan terjadi mis-informasi.

Kecuali memang; yang bersangkutan tdk dimampui wartawan utk kros cek (misal:tdk ba angkat telpon, tdk ada dirumah,dst). Saya kira hal ini; harus dicermati bersama. Saya pikir, sangat positif bila koran terus membenahi diri. Karena secara sempit saya melihat; Antara masyarakat dan Koran ada hubungan timbal balik. Sering Koran mengikuti permintaan `pasar` masyarakat yang kadang nyeleneh atau masyarakat ikut apa yang lagi tren di Koran. Sehingga Koran harus lebih kerja keras lagi.

Sebagai pencerdasan, saya berharap Koran2 ternama seperti TRIBUN maupun HG dapat memberikan ruang yang luas bagi setiap level masyarakat untuk bisa menuangkan pikiranx melalui tulisan. Karena secara umum saya melihat, minat menulis di Gorontalo masih kurang, walaupun banyak yang suka baca, biar cuman baca koran. Dulu HG punya rubrik khusus anak sekolahan, kalau bisa diangkat lagi rubrik itu, biar anak remaja Gorontalo termotivasi untuk nulis (bukan sajaberita, tapi artikel, cerpen dst). Hitung2 menyelamatkan generasi,yang skarang umumnya menghabiskan waktux dengan hura2. Selain itu, kalau bisa beberapa wartawan belum berpengalaman, sebaikx dikontrak magang aja di daerah lain dimana ada JAWAPOST GRUP. Biar ada spirit baru. Segitu aja, semoga bermanfaat bagi media kita.

Tentang Prostitusi Remaja Gorontalo

Arifin Suaib
5 Nov 06


Menyedihkan memang, apalagi kalau kita membayangkan (seandainya) mereka itu adalah anak kita, ponakan kita, adik kita, teman kita (bisa dapat diskon dong...! :) ), atau paling tidak orang yang kita kenal, kita akan lebih tidak nyaman lagi. Maka hikmah terpenting dibahasnya topik ini adalah kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah penyakit sosial ini agar jangan sampai terjadi pada keluarga kita (Na'udzubillah). Karena menurut saya penyebab utama adalah faktor kurangnya kontrol orang tua (setuju dengan Asriyati NN).

Praktek komersialisasi birahi yang dilakukan oleh perempuan usia belasan (PUB) sebenarnya memiliki motif serta melalui proses yang sama dengan perempuan dewasa. Yang berbeda hanya tingkat kemungkinan intervensi pihak lain terhadap pilihan mereka dalam bersikap, perempuan dewasa lebih berani dan bebas sedangkan PUB dapat dikendalikan orang tua. Umumnya perempuan yang akhirnya terjun ke dunia komersialisasi birahi tersebut melalui tahapan sbb :

Pertama, Pengenalan :Ketika seorang mengalami perkembangan biologis maka dia akan berusaha mengenal seks. Dorongan ini membuat dia mendekati faktor pemicu seperti :
a) Pornografi (dampak teknologi), dapat terjadi bila orang tua tidak mengontrol surfing internet, tontonan dan bacaan anak.
b) Salah bergaul, dapat terjadi bila orang tua tidak mengontrol frekuensi anak keluar rumah termasuk dalam memilih teman bergaulnya.

Ini problem besar bagi orang tua yang anaknya harus tinggal diasrama/kost. (Terkecuali bila asramanya dikelola secara khusus, misalnya punya mushollah yang aktif sholat 5 waktu, memiliki ustadz/imamnya sendiri, yang melakukan pembinaan akhlak kepada anak-anak kost, latihan kultum, pengajian rutin, dll. )

Kedua, Coba-coba.

a) Pacaran. Anak-anak putri biasanya lebih cepat mengalami masa pacaran dari pada putra. Ini terjadi karena secara psikologis anak-anak yang sedang mengalami puber ingin segera mendapatkan pengakuan sebagai orang dewasa, maka dia akan bangga bila dipacari oleh orang yang lebih dewasa daripada dia. Sebaliknya laki-laki (yang lebih matang) akan sangat bangga bila pacarnya PUB. Inilah alasan mengapa banyak PUB yang pacaran dengan laki-laki dewasa (bahkan laki-laki beristri). Bisa dibayangkan bagaimana proses pendewasaan yang prematur itu terjadi pada sang PUB ketika menjadi pacar laki-laki yang sudah ahli dalam menaklukkan perempuan, sementara PUB itu sendiri memang sedang ingin bereksperimen dengan pengalaman-pengalaman barunya.

b) Brokenheart. Problematika pacaran dan problematika rumah tangga akan mendukung proses coba-coba ini.

Ketiga, Terbiasa.

a) Keterlanjuran. Apabila hal tersebut terjadi lebih sering dan tanpa kontrol orang tua maka akan berkembang menjadi kebiasaan, selanjutnya tinggal menunggu 'kecelaklaan'.

b) Gonta-ganti pacar.

Keempat, Komersialisasi.

a) Memanfaatkan kebiasaan. Karena sudah terbiasa dan bisa menghasilkan uang,"Why not?"

b) Dukungan gengsi. Desakan kebutuhan untuk bergaya hidup mewah. Pada tahap ini baru motif finansial akan dominan.

Untuk mengurangi merebaknya penyakit sosial ini menurut saya adalah meningkatkan peran orang tua dalam mengontrol, merancang program perbaikan moral dan mengarahkan anak-anaknya untuk membiasakan diri dengan kegiatan keagamaan : pengajian, mentoring, harokah remaja dll.

Berpikir beda dengan Bung Nino, saya yakin bahwa treatment lebih utama yang bisa dilakukan adalah mengurangi/menghilangkan supplier (PUB itu). Memang supply dan demand biasanya terjadi secara simultan, tetapi bila demand (permintaan) tinggi dan supply (penawaran) terbatas atau tidak ada, maka konsumen terpaksa akan mencari substitusi (barangpengganti : poligami) atau tidak mengkonsumsi sama sekali (setia dengan istri).

Tetapi bila penawaran ada dalam keadaan permintaan awal rendah pun, maka konsumen pada akhirnya akan bertambah juga sebagai akibat adanya ekspansi pasar (orang yang ba coba-coba). Saya berkeyakinan bahwa motif ekonomi baru terjadi setelah mencapai tahap yang lebih tinggi, sedangkan pada tahap awal yang bekerja adalah motif biologis dan motif sosial.

Kampanye Menyerang? Tidak Haram, Jika...

Elnino M. Husein Mohi
5 Nov 06



Kampanye Pilgub Gorontalo sebentar lagi. Tiga kandidat sudah menyiapkan senjatanya masing-masing. Kertas yang berisi visi, misi, program pemerintahan sampai ke slogan-slogan kampanye sudah bertumpuk di rumah dinas Gubernur Fadel, rumah Gusnar, rumah Thamrin Djafar, rumah AD Khaly, rumah Bonie Ointoe dan rumah Hamid Kuna.

Pertanyaannya, apakah visi, misi dan program akan mempengaruhi pilihan para pemilih? Dari berbagai penelitian Pilkada di negara ini, hal-hal tersebut kecil pengaruhnya. Masyarakat Indonesia lebih mempertimbangkan faktor kepribadian dari para calon. Misalnya; Siapakah calon yang relatif lebih dapat dipercaya? Siapa calon yang relatif lebih menyenangkan? Dan lain-lain.

Nah, bagaimana model kampanye yang boleh dilakukan untuk memenangkan hati rakyat? Bartels (1998) dan juga Jamieson (2003) merangkum tiga model kampanye yang berlaku hampir di seluruh dunia. Pertama, kampanye advokasi kandidat, yakni mengangkat tema-tema yang berupa kelebihan-kelebihan si kandidat. Pendekatannya bisa berupa restospective policy-satisfaction (memuji prestasi masa lalu kandidat) atau benevolent-leader appeals (menyatakan bahwa kandidat memang berniat baik, tulus, bisa dipercaya dan merasa selalu merupakan bagian dari para pemilih).

Kedua, kampanye menyerang (attacking campaign), yaitu yang berfokus pada kegagalan dan masa lalu dari kandidat lain. Bukan hanya contender (penantang) yang dapat menggunakan metode ini. Seorang incumbent (`juara bertahan') juga dapat melakukannya. Fadel Muhammad, misalnya, tentu dapat diserang oleh lawan-lawannya mengenai kebijakan-kebijakannya selama lima tahun jadi gubernur. Sebaliknya, Fadel pun dapat menyerang Bonie Ointoe mengenai kinerjanya sebagai Asisten II (Pembantu) Gubernur, atau menyerang Thamrin Djafar tentang apa yang sudah pernah dilakukan Thamrin untuk rakyat Gorontalo selama ini.

Ketiga, contrasting campaign (kampanye "hitam-putih"), yakni dengan mengangkat isu/topik tentang kelebihan `calon A' yang menjadi kekurangan `calon B'. Pendekatannya bisa ritualistic (mengikuti alur permainan lawan dan menyerang balik ketika diserang). Misalnya saja, Bonie menyatakan dirinya sebagai calon termuda, sesuatu yang tentu tidak mungkin dilakukan calon lain.

Fadel dapat mengaku lebih berpengalaman duduk di kursi gubernur ketimbang calon lain. Thamrin dapat menyatakan dirinya adalah satu-satunya calon yang sekolah S-2 di luar negeri. Isu/topik `putra daerah' tidak akan mempan dari sudut pandang ini, karena bukan hanya satu calon yang benar-benar memiliki marga (vam = nama keluarga) Gorontalo. Semua itu hanya sekadar contoh.

Pakar ilmu Komunikasi Politik Indonesia, Effendi Gazali (2005) mengatakan bahwa di Pilkada-Pilkada di Indonesia (kecuali di beberapa daerah) kampanye menyerang biasanya dianggap tabu karena tidak sesuai kultur dan para kandidat kuatir itu justru akan menguntungkan lawannya.

Padahal, yang terpenting sebetulnya bukan pada "menyerang atau tidak", tetapi pada "bagaimana caranya menyerang". Kalau serangan terhadap seorang kandidat dilengkapi dengan data-data yang akurat—bukan fitnah, dan disampaikan dengan sopan dan fair (atau `sportif' dalam bahasa kita sehari-hari), maka kampanye menyerang tersebut dapat efektif menjaring simpati pemilih.

Sebaliknya, pihak yang diserang dengan data-data yang akurat harus secepat mungkin mengklarifikasinya. Tentu dengan data-data yang akurat pula, bukan dengan kata-kata, "biarlah anjing menggonggong, kafilah berlalu". Selanjutnya, dia dapat menyerang saingan politiknya dengan isu/topik yang lain.

Kampanye menyerang dapat berubah menjadi negative campaign (ada yang menggunakan istilah black campaign / "kampanye hitam") apabila serangan itu kasar (berselera rendah, menyentuh aspek-aspek yang sangat pribadi, tidak ada hubungannya dengan kemampuan memerintah) dan atau data-datanya tidak akurat, fitnah, dan atau tidak fair (tidak ada bukti, disampaikan dengan cara yang tidak sopan menurut standar budaya masyarakat). Patut dicatat, negative campaign inilah yang justru bisa menjadi `blunder' atau malah menguntungkan pihak yang diserang.

Sedikit lebih empirik, `hal-hal yang sangat pribadi' yang bagaimana yang tidak etis untuk dijadikan isu dalam persaingan politik? Ini adalah perdebatan dalam bidang etika yang mungkin tidak akan habis. Tetapi menurut saya, `aspek-aspek yang sangat pribadi' itu adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang dimana dia tidak punya kekuasaan untuk menghindarinya, seperti; cacat fisik, penyakit-penyakit fisik kandidat (termasuk impotensi), keturunan PKI atau bukan, dll. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan keharmonisan kehidupan keluarga, keberagamaan (akhlak) dan perilaku dari orang-orang dekatnya (famili dan atau para sahabatnya) masih dapat ditolerir menjadi tema-tema kampanye sepanjang tidak berupa fitnah.

Kembali kepada tema utama kita mengenai kampanye menyerang. Dalam konteks Pilkada-Pilkada di Indonesia, semakin sulit membedakan antara kampanye menyerang dengan kampanye negatif. Mengapa? Karena pasti akan terjadi pula perdebatan sengit mengenai akurasi data yang dipakai untuk menyerang atau bertahan.

Karena itu Gazali menawarkan model keempat, yakni comparative campaign, kampanye dalam bentuk memperbandingkan kelebihan di antara kandidat atau kekurangan di antara kandidat. Model ini mungkin yang paling cocok bagi Indonesia, termasuk Gorontalo. Jika mengikuti model ini, maka hal yang paling penting adalah adanya DEBAT antara para kandidat.

Dalam debat ini masyarakat dapat menilai, setidaknya, tiga hal. Pertama, program kandidat mana yang lebih menguntungkan bagi dirinya sebagai rakyat. Kedua, kandidat mana yang lebih dapat dipercaya janjinya. Ketiga, kandidat mana yang paling menyenangkan.

Dalam debat itu pula harus ada saling kritis terhadap sesama kandidat. Kalau tidak ada kritik-mengkritik, ya bukan debat namanya. Pertanyaan-pertanyaan mesti diarahkan oleh moderator debat agar yang terjadi adalah perdebatan yang logis (masuk akal) dan segar, bukan debat kusir yang memuakkan. Bagi para kandidat, yang penting dalam debat—biasanya—bukan pada substansi yang dipakai untuk mengkritik atau menjawab kritik, tetapi pada cara mengkritik dan cara menjawab kritik. Dalam kalimat Effendi Gazali; "How elegant can you go ?".

Akhirnya, saya berharap masyarakat pemilih di Gorontalo semakin kritis dan menggunakan akal sehatnya dalam menentukan pilihan. Visi, misi, program, kepribadian dan cara para calon gubernur dalam berkampanye hendaknya menjadi pertimbangan-pertimbangan utama agar kelak yang terpilih adalah Gubernur yang terbaik di antara tiga calon yang ada.*

Wajah Perempuan Kita

Ani Sekarningsih
2 Nov 06


MENGERIKAN. Padahal perempuan adalah IBU BANGSA. Bagaimana anak-anak yang terlahir di masa mendatang? Lalu sejauh apa usaha pendidikan orangtua dan agama yang selalu menggaungkan surga-neraka meluruskan ini semua? Ingin aku cerita masalah di Aceh, oom-oom dan tante-tante. Kurang bagaimana polisi syareat di Aceh galaknya? Orang baik-baik saja pun artinya yang jelas suami-istri sering dituduh pelacur. Mobil-mobil adakalanya distop, lalu penumpang perempuan dilihat cara berpakaiannya.

Namun apakah selesai urusan moral di ACEH? Malah tambah mengerikan! Gadis-gadis berjilbab semakin binal, menjajakan dirinya dengan mudah. Banyak yang hamil, tanpa menikah Bayangin!Pendidikan chanel tivi semestinya menjadi kepedulian departemen pendidikan nasional. Karena acara-acara sinetron TIDAK MENDIDIK anak bangsa untuk menjadi manusia produktif dan membangun cita-cita mulia.

Contohlagi. Para dokter muda yang baru lulus, boro-boro senang dikirimkan sebagai dokter PTT ke tempat-tempat terpencil untuk mengabdi. Atau sekalinya mau dikirim ke Aceh, karena berhitung: enak euy Cuma 6 bulan di Aceh. Lalu mereka kembali ke Jakarta dan bisa meneruskan sekolah sebagai dokter ahli. Ketika sdh jadi dokter ahli, boro-boro mau balik ke tempat terpencil yang gak ada mall, mobil BMW dan rumah semegah rumah-rumah di Pondok Indah. Para dokter ahli lebih suka praktek di kota besar untuk mudah menggebuk duitnya pasien yang merana dan putus asa, kan?

Terimalah kenyataan. Cita-cita anak-anak muda sekarang pada intinya kan bagaimana memperoleh bawang-barang mewah dan bergengsi, makanan enak dan unik dan juga bergengsi, naik mobil bermerk yang juga menetapkan gengsi. Karena hal itu yang sedang ditawarkan di kota-kota besar Indonesia. Pendidikan moral, pendidikan sekolah, khotbah-khotbah kiai/ustadz tidak memberikan motivasi anak-anak kita untuk menjadi manusia produktif. Dari 200 juta anak bangsa ini, para ilmuwan dan ekonom Indonesia hanya bisa dihitung dengan jari dibanding mereka yang hidup membuang-buang waktu di mall-mall.

Anak-anak muda seleranya saat ini TIDAK MAU KERJA KERAS, tetapi lebih membesarkan hidup bergengsi, sebagaimana dicontohkan orang tua mereka sendiri. Sudah saatnya ditemukan suatu strategi tepat-guna para pendidik menemukan resep tepat guna agar manusia Indonesia harus menjadi manusia yang produktif, serta mensejahterakan banyak orang, menjaga keharmonisan sesama mahluk hidup menjaga keindahan alamiah segala sesuatu. Betapa perlunya menjadi MANUSIA YANG BERPIKIR dan MENINGKATKAN KESADARANLUHUR bukan jadi manusia yang membebek dengan budaya orang luar.

Kiranya membangun moral diri bukan lagi dengan membuat organisasi baru seperti polisi syareat, atau berkoar-koar bahasa slogan dengan dogma-dogma kaku, tetapi saatnya para kiai, orangtua, guru harus menjadikan dirinya CONTOH konkrit sebagai idola kawula muda dan lingkungannya. Menentukan sikap hidup dengan mendekati sifat-sifat Tuhan yang 99 itu ( dan BUKAN SEKEDAR CUMA DIZIKIRIN JUTA-JUTA KALI tapi moral tetap memalukan). Para kiai hendaknya mengubah cara berdakwah... bukan lagi menyajikan menu yang cuma nakut-nakuti massa jemaah dengan urusan surga-neraka yang entah di mana alamatnya. BASI-lah itu.

Ini zamannya dibutuhkan para kiai/guru/orangtua yang cerdas dan bijak dengan menguasai perkembangan ilmu mutakhir, yang mengerti perkembangan teknologi mutakhir. Dibutuhkan kiai yang NGETREND DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN yang memberikan inovasi dan motivasi membangun mental luhur bukan kiai yang cuma berpatokan pada BUKU KUNING belaka dan lantang mendakwahkan surga-neraka 'mulu' (katabetawi: melulu). Kalau saja ada orang mati bangkit dan hidup lagi serta memberikan pembuktian adanya surga-neraka, dakwah dengan resep surga-neraka pasti jadi makanan favorit, ditanggung laris manis tanjung kimpul.

Kalau bapak-bapak PEJABAT REPUBLIK INDONESIA,PARA SUDAGAR YANG BERPECI/ BERSORBAN dan PARA KIAI BERGAMIS MEMBERIKAN TETAP CONTOH BURUK dengan telak depan mata dan menjadi objek berita tivi MEREBUT ISTRI ORANG DAN MENGUBER PERAWAN-PERAWAN CANTIK. Ya...... good bye-lah MORAL LUHUR... Bahwa perempuan Indonesia, yang calon IBU BANGSA, hanya mampu menghargakan dirinya sebagai pelacur, sebagai TKW yaaaaa.... bisa kita bayangkan wajah Indonesia 50 tahun ke depan...

[joke] "J"

Arbyn Dungga
23 Okt 06


Satu hari Sultan merasa sungguh "boring n bete abis", jadi dia tanya Bendahara, "Bendahara, siapa paling pandai saat ini?"

"Abunawas" jawab Bendahara.

Sultan pun manggil Abunawas n baginda bertitah : "Kalau kamu pandai, coba buat satu cerita seratus kata tapi setiap kata mesti dimulai dengan huruf `J'.

Terperanjat Abunawas, tapi setelah berfikir, dia pun mulai bercerita:

Jeng Juminten janda judes, jelek jerawatan, jari jempolnya jorok. Jeng juminten jajal jualan jamu jarak jauh Jogya-Jakarta. Jamu jagoannya: jamu jahe.

"Jamu-jamuuu…, jamu jahe-jamu jaheee…!"Juminten jerit-jerit jajakan jamunya, jelajahi jalanan.

Jariknya jatuh, Juminten jatuh jumpalitan. Jeng Juminten jerit-jerit: "Jarikku jatuh, jarikku jatuh…" Juminten jengkel, jualan jamunya jungkir-jungkiran, jadi jemu juga.

Juminten jumpa Jack, jejaka Jawa jomblo, juragan jengkol, jantan,juara judo. Jantungnya Jeng Juminten janda judes jadi jedag-jedug. Juminten janji jera jualan jamu, jadi julietnya Jack. Johny justru jadi jelous Juminten jadi juliet-nya Jack. Johny juga jejaka jomblo, jalang, juga jangkung. Julukannya, Johny Jago Joget.

"Jieehhh, Jack jejaka Jawa, Jum?" joke-nya Johny. Jakunnya jadi jungkat-jungkit jelalatan jenguk Juminten.

"Jangan jealous, John…"jawab Juminten.

Jumat, Johny jambret, jagoannya jembatan Joglo jarinya jawil-jawil jerawatnya Juminten. Juminten jerit-jerit: "Jack, Jack, Johny jahil, jawil-jawil"

Jack jumping-in jalan, jembatan juga jemuran. Jack jegal Johny, Jebreeet…, Jack jotos Johny. Jidatnya Johny jenong, jadi jontor juga jendol… jeleekk.

"John, jangan jahilin Juminten…!" jerit Jack.

Jantungnya Johny jedot-jedotan, "Janji, Jack, janji… Johnny jera,"jawab Johny.

Jack jadikan Johny join jualan jajan jejer Juminten. Jhony jadi jongosnya Jack-Juminten, jagain jongko, jualan jus jengkol jajanan jurumudi jurusan Jogja-Jombang, julukannya Jus Jengkol Johny "Jolly-jolly Jumper."

Jatatan: Jontekan jari jebuah jilis ….. jejejeje

Gorontalo Serambi Medinah ?

Taufik Polapa
14 Sept 06

Pada dasarnya, kemampuan dasar sosial adalah segala bentuk watak yang dapat menjadi modal (potensi) bagi berlanjutnya interaksi antar sesama warga dari suatu komunitas atau antar warga dari satu kelompok sosial lainnya. Salah satu kemampuan sosial itu adalah kepercayaan. Modal kepercayaan dalam kaitannya dengan pengembangan ekonomi sangat penting, karena di dalamnya terkait interaksi yang membutuhkan kenyamanan dan keamanan bagi pihak melakukan investasi di suatu daerah.

Masyarakat Gorontalo, umumnya memiliki watak seperti itu, karena dibentuk oleh tradisi dan kesopanan kulturalnya. Watak masyarakat Gorontalo seperti tersebut di atas merupakan modal dasar dan sangat potensial dalam menumbuh kembangkan iklim perekonomian di daerah.

Dilihat dari segi adat masyarakat Gorontalo, adat memiliki makna dan persepsi tersendiri. Adat dipandang sebagai suatu kehormatan (adab), norma, bahkan pedoman dalam pelaksanaan pemerintahan. Hal ini dinisbatkan dalam suatu ungkapan " Adat Bersendi Sara", "SaraBersendi Kitabullah". Arti dari ungkapan ini adalah bahwa adat dilaksanakan berdasarkan sara (aturan), sedangkan aturan ini harus berdasarkan AI-Quran. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sendi-sendi kehidupan masyarakat Gorontalo adalah sangat religius dan penuh tatanan nilai-nilai yang luhur. Dengan ungkapan di atas Gorontalo sangat pas jika disebut dengan Serambi Medinah.

Tapi masih di sayangkan masih ada saja kehidupan masyarakat Gorontalo yang belum sesuai dengan ungkapan tersebut, atau boleh dikatakan masih ada masyarakat Gtlo yang tidak tahu atau tidak mengerti dengan Ungkapan "Adat Bersendi Sara","Sara Bersendi Kitabullah" dan di tambah Lagi dengan"GORONTALO Serambi Medinah". Mungkin inilah tugas dariPara Pemimpin yang ada di Prop Gtlo di mulai dari Gubernur,Walikota, Bupati, Camat, Kades, RT, RW bahkan paraUlama serta Seluruh Komponen Masyarakat Gtlo yang tahu makna dari ungkapan tersebut utk dapat mengimplementasikan kepada Seluruh Rakyat Gtlo mengenai Ke-2 ungkapan tersebut di atas.

Dan selama ini yang di rasakan Ungkapan tersebut umumnya hanya dikenal lebih dekat bagi para Generasi TUA (seperti pemangku adat yang tetap teguh pada ungkapan tersebut) yang ada di GTLO sedangkan Generasi MUDA saat ini ungkapan tersebut hanya merupakan Retorika danUngkapan Biasa saja. Walaupun Adapula Generasi Mudayang mengerti dan memahami serta menjalankan Ungkapan tersebut tp Jumlahnya tidak Banyak masih bs di hitung dengan jari.

Karena tidak di mengertinya Ungkapan ke-2 tersebut diatas maka Dominan sekali para Generasi Muda Gtlo yang terjerumus dengan Pergaulan Bebas (American Style' kata orang) padahal di pundak Generasi Muda GTLO lahmenjadi harapan Masyarakat Gtlo agar ke depan GTLObisa tetap berpatokan pada"Adat Bersendi Sara", "Sara Bersendi Kitabullah" dan"GORONTALO Serambi Medinah". Tapi melihat perkembangan saat ini ungkapan tersebut sangat mustahil bisa terwujud dan di khawatirkan di tahun 2020 ungkapan tersebut akan hilang dengan sendirinya dan di ganti dengan Ungkapan yang lebih MODERN lagi Ala AnakMUDA...... hehehe....

Berikut ada falsafah Hidup masyarakat Hulondalo yangsaya kutip dari Kata Pemuka Adat Gtlo :“Batanga Pomaya, Nyawa Podungalo, Harata Potom Bulu”, artinya jasad ini kita persembahkan untuk mengabdi/membela tanah air, setia sampai akhir, harta digunakan untuk kemaslahatan masyarakat banyak.“Lo Iya Lo Ta Uwa, Ta Uwa Loloiya, Boodila Polucia HiLawo”, artinya pemimpin itu penuh kewibawaan, tapi tidak sewenang-wenang. Apakah masih Relevan Gorontalo di sebut Serambi Mediah?Hanya Waktu yang bisa menjawabnya.

Kualitas UNG: Orientasi Mahasiswa

Asriyati Nadjamuddin
5 Okt 06


Apakah perubahan IKIP menjadi universitas, dua tahun lalu, kini ada efek positifnya? Atau justeru ada efek negatif? Mengapa? Sederhana saja (ini pandangan hasil produk IKIP lho, bukan UNG). Salah satu efek positifnya, secara psikologis yang kul di IKIP/UNG so boleh berbangga, kalo ada yang ba tanya; alumni mana ? alumni U N G ... Universitas Negeri Gorontalo ... he..he..he. Jurusan apa ? Jurusan Teknik Informatika ......

Pengalaman saya dulu, banyak di antara teman2 seangkatan saya yang mengeluh tentang suratan nasibnya jd mahasiswa di IKIP. Belum lagi ada istilah `penampungan` bagi teman2 yang tidak lulus UMPTN. Selain itu, so banyak dosen yang jadi pejabat kampus (positif ??)
Negatifnya, kebiasaan zaman `dulu` masih terbiasa sampai sekarang ... persoalan MENTAL.

Apa yang seharusnya dilakukan oleh UNG agar menjadi universitas yang terbaik, setidaknya di Sulawesi?

Kata `terbaik` ini masih umum. Kalo terbaik dalam mencetak SDM disisi akademik, pelayanan mahasiswa, dst. Bagi saya, satu hal yg utama bagi kampus adalah bagaimana masyarakat dapat merasakan manfaat kampus dari berbagai sisi kehidupan.

Mungkin lebih dahulu UNG harus jadi referensi utama dalam pembangunan di daerahnya sendiri. Jangan dulu sampai Provinsi, minimal di kawasan berdirinya UNG, yakni KOTA GORONTALO. Selama ini, produk2 pemerintahan Kota nyaris tidak terjamah oleh UNG. Mungkin tidak dilibatkan Pemkot atau memang UNG `yakin dan percaya` apa yang dilakukan Pemkot skaligus DPRD so butul samua.

Terakhir, saat PBK FPMIPA kmarin, saya sempat diundang oleh panitia PBK jd nara sumber, dengan tema Alumni FPMIPA tidak harus menjadi guru. Sebelum diskusi itu, Panitia menyampaikan bahwa di antara sekian banyak mahasiswa yang ada mengkhawatirkan dirinya jadi GURU. Ketika diskusi berlangsung, saya memulai pertanyaan kepada MABA tentang sebenarnya tujuan utama mereka masuk di FPMIPA atau kuliah. Ada yang menjawab, pengen jadi demonstran (mungkin terinspirasi gagahnya mhs dijalanan, maklum anak baru Muda), sebagian besar menjawab spy dpt kerja (maklum standar PNS gol III skarang yg gajix lumayan, harus S1), yang lain hanya senyum2 masam.

Akhirnya, saya gak jadi membahas (tepatnya berkampanye) alumni FPMIPA tidak harus menjadi guru. Bahasan yg sy ambe adalah terkait Perencanaan Diri. Sy mengajak mreka membuat analisis keberadaan dirix masing2 utk kmudian menyusun prencanaan dirix, tp sy mulai tujuan dia hidup apa? target dirinya apa ? Misal kalo dia jd Guru, Guru yg bagaimana ? harus Guru PNSkah, non PNS-kah, PNS yg bgaimana ...dst dengan itu, maka final targetx akan mulai perlahan dituntaskan pada perjalanan kuliahx. Misalnya, utk jd PNS itu harus mahir dan berijazah komputer & bhs inggris. Maka sambil kuliah dia bs nyambi kursus, gak nanti saat perekrutan PNS hrs kluar duit byk spy dpt ijazah komp & bhs inggris. buat kursus ortu gak pnya duit, gmana carax dpt duit byk & halal ? dst....Sy mencoba ngarahin bahwa IKIP/UNG adalah bagian sarana merealisasikan target yg dirumuskan mereka.Entah targetx GURU, PEDAGANG, POLITISI, NELAYAN dst.

Secara pribadi, saya melihat kaum remaja di Gorontalo terlalu banyak menghabiskan waktu dgn hura-hura. Secara umum mereka tidak terarah untuk bagaimana mensetting maupun menyiapkan kehidupan mereka dimasa akan datang. selama ini upaya persiapan yg ada, hanya sisi akademik formal. Makanya jgn heran, salah satu contoh; kebanyakan mahasiswa yg kul di UNG banyak bergantung keuangan sma ortu (walaupun emang kwajiban ortu) ataupun nyambi duit pd berbagai kegiatan kemahasiswaan yg dibuat (walaupun ini gak semua). setelah lulus, menanti jadwal penjaringan PNS. Gak lulus, nunggu penjaringan selanjutnya sambil sibuker ksana kmari, yg jelas ongkos msih tetap ortu.

Sy brhrap kedepan kondisi sperti ini dapat berubah dan bisa lebih baik lg.

UNG Menuju Center of Excellence

Irwan F. Uno
4 Okt 06


Teman-teman, mohon kalau ada komentar saya yg dikutip untuk artikel koran ttg UNG, nama saya tetap off the record! (Hehehe....maaf yah, saya ada kepentingan dunia & akhirat jangka panjang dengan orang-orang di UNG. Tapi jangan curiga dulu....untuk kebaikan kok...)

Tentang UNG, komentar saya berikut:

Saya termasuk silent supporter untuk UNG spt ditulis OH. Walaupun silent, saya ril bergerak.

Alhamdulillah saya terlibat banyak dalam memfasilitasi MOU antara UNG dengan Ehime University (Jepang). Saat ini di kampus juga sudah ada Center for Promoting Japanese Studies (Pusat Promosi Kajian Jepang).

Kalau di antara milister ada yang mo lihat-lihat ke kampus, sudilah mampir. Di dalamnya memang masih jauh dari konsep yang kami pikirkan, at least langkah pertama sudah diambil. Insya Allah dalam waktu dekat (silahkan konfirmasi ke Ketua Center Dr. Muhtar M Ph.D Fak. Pertanian), kerjasama di bawah payung MOU kelak meliputi pertukaran mahasiswa/dosen (beasiswa maupun non beasiswa), joint research, dll.

Selama membantu UNG, ada beberapa poin penting yang saya tangkap.

1. UNG sungguh beruntung memiliki pemimpin seperti NP. Pengalaman saya berinteraksi dengan beliau, beliau sangat cepat membuat keputusan selama itu menguntungkan untuk UNG. (Maaf, penilaian ini terbatas pada materi yang pernah kami kerjasamai)

2. Kelebihan di poin satu sangat disayangkan karena tidak dibarengi dengan skill maupun wawasan yang baik dan luas dari bawahan beliau. Termasuk para dosen. Saya kaget karena dalam rapat-rapat membahas konsep kegiatan yang akan dilaksanakan, masih ada gambar dan suara. Tapi giliran pelaksanaan, baik suara apalagi gambar hilang entah kemana.

3. Unsur pamrih dalam memajukan institusi UNG juga sangat terasa. Masih mending kalau pamrih ini dimainkan dengan cantik alias apik. Kita mungkin akan sungkan berkesimpulan negatif. Tapi kenyataannya, pamrihnya terus terang sangat terang-terangan dan ini keterusan. Ketika suatu kegiatan melibatkan Koin & Kredit, semut-semut pada ngumpul. Ketika 2K ini hilang, jejaknya pun tak tampak.

4. Saya bersyukur bisa menjadi UNG's outside supporter. Dengan demikian saya bisa menjaga interest saya. Bahwa karya adalah yang terpenting. Apa boleh buat kalau memang sudah demikian kondisi kerja di kalangan PNS yang harus pamrih, minimal 2K ditambah 1K lagi, menjadi Koin, Kredit, dan Karya. Jangan yang 2 ada yang 1 whateverlah..........

5. Untuk menjadi Center of Excellent, SDM UNG mesti buka mata, pasang telinga, goyangkan kaki dan tangan! (Emang mau dangdutan?....hehehe)

Buka mata bahwa isu daerah atau kota sudah bukan zamannya lagi. Waktu menemani NP ke Ehime University (EU), NP kaget. Ehime University adalah National University yang berlokasi di Provinsi Ehime di Jepang. Provinsi ini kurang lebih sama nasibnya dengan Gorontalo, pokonya provinsi paling desa. (Off the record: Makanya saya rekomendasikan ke UNG untuk bikin MOU dengan mereka, soalnya skalanya sama). Tapi di tengah-tengah universitas kampung itu, berdiri sebuah bangunan riset yang menjadi perhatian Jepang bahkan dunia, yaitu Pusat Riset Protein Buatan.

Pasang telinga karena informasi bergerak cepat. Bisa jadi sesuatu yang dianggap memuaskan di UNG sudah kadaluarsa di tempat lain. Kalau UNG tidak bikin gerakan untuk menjadi excellent sesegera mungkin, jangan harap mimnya akan tercapai.

Gerakkan kaki dan tangan. Tafsirnya (ce ileh, kayak Quraish shihab aja), harus ada konsistensi gerakan sebagai sebuah institusi secara keseluruhan menuju satu tujuan yang sama. NPnya sudah bagus menetapkan tujuan, tapi kalau di kaki dan tangan tidak kompak, ya gimana bisa maju? Ini bukan karena saya dekat dengan NP lho. Bayangkan kalau suatu saat NP sudah tidak menjabat lagi dan kaki tangan juga tetap tidak kompak dengan kepala, tetap saja jalan di tempat....

6. Nah kalau semua sudah kompak, baru goyang ngebor.......(eits, jangan ngerez dulu temenz!). Ma'nanya, jangan cepat puas. Terus saja ngebor cari terobosan baru.....

7. Sudah ah.......capek nyari analogi yang lain....ntar jadi ngrez betulan!!

Insya Allah UNG akan maju..........

[joke] Nama Khas Gorontalo

Elnino
3 Okt 06


OFF THE RECORD

(Jangan sampe ini teman2 saya marah, hehehe...)

Ini dia nama-nama kawan semasa SD saya. Ini nama asli, cuma maknanya saja yang saya plesetkan:

1. Bado (Mungkin berasal dari kata "bad")
2. Boka (Singkatan "Bonar-bonar kancang" alias orang kaya)
3. Haboga (Hari-hari debo gaga)
4. Dondlo (Don lo Hulondlalo / penguasa Gorontalo)
5. Gondlu (Gorontalo Madlu)
6. Pu'E (= Sisa/Sampah. Biasanya untuk anak bungsu)
7. Pulu (= Apulu, anak kosayangan)
8. Si'U (Lahir pas Siaran Ulang sepakbola)
9. Agu (= Anak Berguna)
10. Bodu (= Bolajar Bapandu)
11. Jojo (= Yes Man)
12. Sukan (Suka Makan)

Yang lebih menarik di Gorontalo sebetulnya bukan namanya, tetapi julukan kepada orang yang disesuaikan dengan keadaan fisiknya:

1. Papende (Paman yang pendek)
2. Patinggi (paman yang tinggi)
3. Pakuni (Paman yang kulitnya kuning)
4. Ka'ita (Paman/Kakak yang kulitnya hitam, seperti saya/tapi manis)
5. Pasatu (Paman tertua)
6. Kadua (Paman/abang kedua)
7. Ti Tiga (Paman/bibi ketiga)
8. Pagode (Paman yang gendut)
9. Kaputi (Paman/abang yang kulitnya putih/budo)
10. Pabubu (Paman yang bisu-tuli)
11. Kapanja (Paman/abang yang kurus kerempeng tinggi. Panja = panjang)

UNG Centre of Excellence?

Razif Halik Uno
2 Okt 06

Senang mendengar penjelasan bung Pandunusantara (Arbyn Dungga, red)--yang semakin saya respect setelah bincang2 di Kopi Darat di Gorontalo baru2 ini. Paling tidak, sudah ada yang bisa dipakai sebagai tangkisan atas pertanyaan2 yang bernada kritik di milis ini.

Memang sebagai orang muda dengan semangat reformasi yang tinggi, pertanyaan kita hampir selalu bernada agresif dan terkesan menuduh. Tetapi itu hal yang normal, jiwa muda selalu mencari perhatian dengan cara "menyerang", kita menutup ketidaktahuan dengan cara bertanya secara agresif, menyerang, sampai2 menuduh. Namun si dia yang diserang, langsung atau tidak langsung, akan menjawab dengan fakta dan angka tanpa terlibat dalam adu argumen tanpa fakta dan angka(f & f = facts & figures). Adu argumen yang sifatnya kwalitatif hampir selalu berakhir dengan debat kusir yang kalau berkepanjangan menjadi personal dan kontra produktif.Padahal yang kita cari bersama adalah "Gorontalo Maju".

Tentang IKIP menjadi UNG, suatu hal yang sudah menjadi fakta, yang setahu saya terjadi dengan akselerasi, adalah upaya keras dari banyak 'silent promoters' di samping jalan pintas yang ditempuh oleh satu dua orang sebagai ujung tombak. Semua itu sudah berlalu dan alhamdulillah Gorontalo sebagai provinsi termuda, terkecil, termiskin dan jumlah para intelektual muda dan tua tersedikit (?) sudah bisa mulai kerja keras untuk "mengisi" perguruan tinggi negeri yang masih kolo-kolokobiyo, masih sangat muda. Membutuhkan proses kerja keras untuk bisa disejajarkan dengan misalnya UGM, UI, UNAIR, ITB, IPB dan UNHAS.

Ada baiknya unsur2 di UNG memublisasikan secara lebih luas beberapa fakta yang menunjukkan bahwa mereka sudah mulai bekerja keras "mengisi" status barunya sebagai universitas, misalnya saja : Dalam kira2 1-2 tahun terakhir ini sudah berapa bertambahnya S1, S2 dan S3 ataupun mahagurunya, diproyeksikan kedepan berapa jumlahnya SDM2 yang bertambah. Demikian pula dengan jumlah mahasiswa, dari daerah mana saja (kabupaten maupun provinsi lain), fasilitas apa yang bertambah (lab.,komputer, jumlah sambungan tilpon untuk internet, ruang kelas, lapangan olah raga termasuk kolam renang ukuran olympic, lahan pertanian dan peternakan untuk praktek, perpustakaan jurusan dsb). Semua data statistik itu harus bisa diakses oleh kita2 yang tidak banyak tahu perkembangan UNG.

Bahwa ada yang "bermain" politik di kampus? Sah-sah saja, lihat saja berapa orang2 kampus yang menjadi anggota kabinet, jadi tokoh KPU, DPR, DPD bahkan di LSM banyak orang kampus berkecimpung. Bukankah kampus dimana pun di seluruh dunia menjadi 'breeding ground' para pemimpin. Bahwa harus ada orang yang tetap bermenara gading di kampus dengan menjadi peneliti berprestasi, pengajar yang jempolan, administratur yang handal...itu adalah pilihan tiap individu. Syukur2 kalau ada insentif yang memadai sehingga banyak tenaga kampus yang tetap senang di habitatnya.

Tentu sudah diperhitungkan bahwa untuk sementara, Ilmu Pendidikan yang menjadi panglima di UNG sambil jurusan2 lain disempurnakan. Memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menjadi universitas bermutu. Amerika butuh waktu ratusan tahun untuk menelorkan MIT, Harvard, Columbia, Stanford, Georgiatech, USC, Cornell dan puluhan lainnya. Saya dengar bahwa UNG sedang membina kerjasama dengan Univ di Malaysia, Ehime Univ dari Jepang, Univ.of Hawaii. Ini satu perkembangan yang menarik. Dengan adanya pertukaran pengetahuan maupun personalia,Insaallah Gorontalo kita berangsur-angsur maju termasuk PT2 kita ini.

Bangga juga mendengar dari bung Pandu bahwa di bidang IT, Gorontalo 'menjadi panglima' jika dibandingkan dengan universitas2 tetangga provinsi kita. Memang dengan penguasaan IT, UNG bisa mengadakan loncatan kedepan, apalagi jikalau diintensifkan PENGUASAAN bahasa2 besar asing terutama bahasa Inggris. Buku2 ilmiah, journal2, internetting terbanyak dalam bahasa Inggris, Jepang dan Cina akhir2 ini.

Saya semakin yakin bahwa pendidikan bahasa dan IT serta pengadaan2 fasilitas yang diperlukan akan menjadi kenderaan penarik utama (prime mover/lokomotif) bagi kemajuan di UNG. Barangkali pak Rektor harus sedikit belajar teknik merayu dari pak Gubernur, bagaimana mendatangkan dana yang lebih banyak dari Pusat, bahkan dengan kerja sama dengan univ2 luar negeri, bisa mendapat bantuan alat atau tenaga.

Timbul pertanyaan : kita di Gtlo bisa beri apa kepada univ2 luar kalau kita dibantu ini itu oleh mereka? Kita ini punya kekayaan hutan tropis, DINEUTA, yang kaya akan flora dan fauna, benar2 laboratorium hidup. Bisa cari obat2an jenis baru melawan, misaslnya, penyakit2 'susah' seperti kanker, AIDS, Stroke, Ginjal, Jantung... sorga bagi akhli2 biologi, farmasi, microbiologi dan pelancong2 muda yang senang masuk hutan murni atau menyelam di Teluk Tomini yang kaya akan biota laut tropic. Yang menjadikan para penggemar avontur ini tertarik datang dan membelanjakan dollarnya di Gtlo, adalah foto2 keindahan dan potensi Gorontalo yang disebarkan oleh fotografer2 muda berbakat seperti Riden Baruadi yang foto2nya sudah masuk di majalah TIME, dan kawan2 lain yang foto2nya telah mendapat pengakuan di situs fotografer.net yang diakses di manca negara.

Kalau Fadel Muhammad bisa menjagungkan Gtlo dan meng-Gorontalo-kan jagung sehingga terkenal dimana2, maka para fotografer muda berbakat telah "menjual" Gorontalo dan potensi pariwisatanya ke seantero kawasan Asia bahkan lebih dari itu.

Memang kritik dibutuhkan untuk memacu kita mengadakan perbaikan. Alangkah baiknya kalau kritik itu didasarkan pada fakta, pada angka2 statistik yang benar dan tidak menjadi ajang tutuhiya. UNG itu semisal anak yang sedang tumbuh. Kalau dihardik terus, dimarahi, ditunjuk2 kesalahannya, ia akan tumbuh menjadi orang yang minder, tidak percaya diri dan akhirnya benar2 percaya bahwa dirinya inferior... Bukankah itu yang menjadi esensi para pendidik untuk meluruskannya?

Aplikasi IT di UNG

Arbyn Dungga
2 Okt 06

Saya mencoba untuk sedikit membahas topik minggu ini urut berdasarkan pertanyaan2 utama moderator, tapi sekedar penjelasan, tidak untukmenyimpulkan.

Pertama, perubahan IKIP menjadi UNG telah membuka kesempatan perguruan tinggi ini membuka fakultas dan program studi non kependidikan. FPTK diubah menjadi fakultas teknik. Fakultas pertanian juga telah dibuka. Program studi yang non kependidikan tentu saja dibutuhkan untuk mendidik tenaga2 non guru dalam mengisi lapangan kerja di gorontalo.

Walaupun rata2 prodi yang non kependidikan masih tingkatan D3, tapi saya rasa kebutuhan di Gorontalo saat ini adalah tenaga lapangan yang siap merefleksikan ilmu dari bangku kuliah. Tidak ada catatan resmi tentang alumni program diploma ini yang berkecimpung di dunia kerja di Gorontalo. Tapi saya pribadi sempat melihat sendiri alumni D3 Akuntansi ada di sektor perbankan, jasa perdagangan, bagian akunting berbagai perusahaan kecil maupun menengah. Alumni dari D3 manajemen informatika banyak juga yang berkarir di bagian IT beberapa perusahaan di Gorontalo.

Dari sisi lain, perubahan IKIP menjadi UNG telah banyak menampung alumni2 HPMIG (yang kebanyakan dari ilmu terapan dan murni) dari berbagai kota di Indonesia menjadi tenaga akademis (dosen) di perguruan tinggi ini. Tentu saja mereka tidak hanya sekedar menjadi dosen tapi juga banyak terlibat dalam berbagai kegiatan pembangunan di provinsi yang memang membutuhkan disiplin ilmu mereka.

Sisi negatif perubahan IKIP menjadi UNG adalah ketidaksiapan mental pengelola perguruan tinggi ini sehingga model2 pengelolaan terpusat yang selama ini dianut oleh IKIP masih terbawa hingga menjadi UNG.

Kedua, apakah UNG terbelakang di Sulawesi? Bulan juli 2006 lalu saya mendapat kesempatan untuk bertemu dengan beberapa rekan pengelola IT seperti UNSRAT, UNHALU, UNRAM, UNMUL, dan satu lagi saya lupa. Saat itu di UGM kami mengikuti pelatihan pengelolaan jaringan untuk Indonesian Higher Education Network (INHERENT) dimana semua PT tadi termasuk UNG adalah salah satu simpul lokalnya. Dari pertemuan ini terungkap bahwa UNG adalah satu2nya perguruan tinggi yang memiliki akses jaringan LAN sampai ke tingkat jurusan dan satu2nya yang telah mengaplikasikan teknologi VOIP dari semua peserta pelatihan. Sehingga ketika pelatihan, peserta lain hanya menganga-nganga saja mendengar penjelasan teknis aplikasi VOIP dan jaringan, bahkan hanya ayik main internet.

Mungkin di Sulawesi, untuk teknologi, kita hanya kalah dari UNHAS yang punya bejibun tenaga IT. Tapi untuk terus maju uNG saat ini telah memiliki Sistem Informasi Akademik yang sedang diujicobakan dan terus dikembangkan. Awal November nanti akan coba diaplikasikan SMS Akademik dan e-learning. Untuk e-learning sendiri sebetulnya sudah ada sejak tahun 2003, tapi sekarang akan diintegrasikan sistem akademiknya. Insya Allah bulan Oktober ini juga akan diterapkan sistem pengelolaan arsip online, manajemen kehadiran, kepegawaian, keuangan berbasis intranet.

Mungkin itu yang bisa saya sampaikan dari segi dukungan sarana teknologinya, sedangkan dari segi kualitas dosen, pengajaran dan penelitian saya tidak banyak tahu. Terlepas dari itu semua, saya merasa UNG harus banyak berbenah terutama dari segi MENTAL.

Hukum Memutus tali Persaudaraan

Taufik Polapa
28 Sept 06

Bagi Para Elit Politik dan para Pemimpin yang tercintayang ada di Prop. Gorontalo semoga Penjelasan mengenaiHadits yang ada di bawah ini bisa menguatkanSilahturahmi di antara sesama Pemimpin Baik dari PakFadel, Pak Pakaya, dan Pemimpin lainnya yang tercintakaren walaupun Beda dalam Pendapat dalam membangunProp. Gtlo tp tidak Harus memutuskan tali Silahturahmikarena dalam penjelasan di bawah ini bisa lebih Jelasgimana Ganjarannya bagi Umat Muslim yang sengajamemutuskan Tali Silahturahmi, seperti tidak mau salingberkomunikasi Baik secara langsung maupun telpon,

Semoga dengan Komunikasi yang lancar di antara paraElit Politik yang ada di Gtlo dengan Landasan Al-qurandan Hadits Insya Allah VISI MISI GorontaloMaju2020 bstercapai....Diriwayatkan daripada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu katanya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk.Apabila selesai sebahagian mereka, maka tampillahsebuah tempat (rahim) dan berkata: Inilah tempat orang yang menjaga dari terputusnya hubungan kekeluargaan.Allah berfirman: Baiklah. Apakah kamu rela kalau Akumenyambung orang yang menyambungmu, dan memutuskanorang yang memutuskanmu? Beliau berkata: Sudah tentu.Allah berfirman: Itulah milikmu. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Bacalah ayat () Yang bermaksud: Maka apakah sekiranya kamu berkuasakamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikantelinganya serta dibutakan matanya, maka apakah merekatidak memerhatikan al-Quran atau apakah hati merekasudah terkunci ?KeteranganHadits ini menerangkan kedudukan persaudaraan antaramereka yang mempunyai hubungan darah, seperti paman,anak paman, saudara kandung. Dan wajib hukumnyamenyambung tali persaudaraan kepada mereka sesuaidengan kemampuan yang kita miliki baik dengan caramengunjungi, berbuat baik terhadap mereka dan lainnya.Dan dalam hadits di atas, rahim memohon perlindungankepada Allah dari pemutusan hubungan persaudaraan,maka Allah menjanjikannya : bahwa siapa yangmenyambungnya, maka Allah akan menyambungnya denganrahmat dan keberkahan darinya, sebagaimana Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam menerangkan dalam haditslain : Barang siapa yang suka dilapangkan rezekinyadan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambungrahimnya ( tali persaudaraan se-rahim.). HR. Muslim.Dan Allah mengancam mereka yang memutuskan rahimdengan memutuskannya dari rahmat-Nya dan mencabutkeberkahan darinya. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam menerangkan bahwa mereka yang memutuskanhubungan rahim ( persaudaraan ) tidak masuk surga,tidak akan masuk surga mereka yang memungkirikewajiban menyambung tali rahim dan tidak langsungmasuk surga ( yaitu mendapatkan siksaan terlebihdahulu sebelum masuk surga) sebagaimana sabda : "tidak masuk surga orang yang memutuskan, yaitumemutuskan hubungan rahim (Persaudaraan). HR.Muslim.Kandungan Hadits di atas :Orang yang menyambung tali persaudaraan dengan tidakbertentangan dengan ajaran Islam, maka dia akan selalumendapatkan rahmat dan barakah yang tak terputus-putusdari Allah.Dan memutuskan persaudaraan adalah termasuk dosa besaryang diancam pelakunya dengan tidak masuk surgaBuat teman2koe, saudara2koe dan kenalankoe yang pernahbersama dulu dan tidak sempat komunikasi lg... semogatidak melupakan kenangan yang pernah ada dan Jalinantetap tersambung terus dengan rendah hati.

Friday, August 10, 2007

Tanggung Jawab Sang Gubernur

Bonny AR. Moonti
26 Sept 06



Tidak lama lagi satu moment penting yang akan menentukan masa depan perjalanan Provinsi Gorontalo bergulir. Agenda Pilkada Gubernur/Wakil Gubernur Gorontalo adalah ajang pesta demokrasi untuk memilih leadership yang akan menakhodai biduk provinsi bungsu ini dalam lima tahun ke depan. Tentunya, masyarakat Gorontalo sangat menaruh harapan besar kepada pemimpin yang terpilih nanti untuk membawa mereka kepada alam kesejahteraan. Nah, kepada yang akan terpilih nanti, sepenggal bait nasihat Ali Bin Abi Thalib berikut ini patut dijadikan pedoman dalam melaksanakan amanah rakyat.

Tanggung Jawab Gubernur

Pada tahun 38 H, Ali Bin Abi Thalib mengangkat Malik bin Al-Harits Al-Asytar sebagai Gubernur Mesir. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pemerintahan, Ali menulis sebuah surat yang panjang (sebuah dokumen bersejarah yang dapat kita sebut sebagai Pedoman Administrasi Pemerintahan Islam). Para ahli sejarah menyimpan dokumen ini. Para ulama telah menulis banyak buku yang mengulas isi dokumen berharga ini. Walaupun Ali menulis suratnya ribuan tahun yang lampau, isinya masih sangat relevan untuk kita khususnya yang diberi amanah Allah untuk menjadi Gubernur/Bupati/Walikota.

Nasihat Ali kepada Malik Al-Asytar ini dikenang sepanjang sejarah sebagai pedoman Islam bagi gubernur (pejabat). Sebagian diantaranya adalah (Rakhmat, 111:1991) "Ketahuilah hai Malik, saya telah mengirimkan engkau ke suatu daerah yang telah memiliki pemerintahan sebelumnya, baik yang adil maupun yang zalim. Rakyat akan memperhatikan tindakanmu sebagaimana mereka telah memperhatikan tindakan para penguasa sebelum kamu. Rakyat akan mengkritik kamu seperti kamu juga mengkritik mereka. Sesungguhnya orang-orang baik di kenal dari keharuman namanya yang diedarkan lewat lidah mahluk-Nya.

Karena itu, perbendaharaan yang harus engkau kumpulkan adalah Amal Saleh. Kendalikanlah hawa nafsumu dan tahanlah hatimu dari berbuat sesuatu yang tidak boleh kamu lakukan. Biasakanlah hatimu menyayangi rakyatmu. Janganlah berdiri diatas mereka seperti binatang rakus yang ingin menerkam mereka. Ada dua jenis rakyatmu : satu saudaramu dalam agama dan satu lagi saudaramu sesama mahluk. Sewaktu-waktu mereka dapat berbuat salah, baik sengaja atau tidak sengaja. Ulurkanlah maafmu sebagaimana Allah mengulurkan ampunan kepadamu. Mereka berada dibawah kamu. Kamu berada dibawah iman kamu, dan Allah berada diatas dia yang menunjuk kamu".

"Janganlah menempatkan dirimu melawan Allah karena kamu tidak mempunyai kekuasaan dihadapan kekuasaan-Nya. Kamu tidak dapat berbuat tanpa kasih sayang-Nya. Jangan menyesal karena memaafkan. Jangan menaruh iba ketika menghukum. Jangan bertindak tergesa-gesa ketika kamu marah. Janganlah berkata "Saya telah diberi kekuasaan, karena itu saya harus dipatuhi ketika saya memerintah", karena hal itu menimbulkan kebingungan dalam hati melemahkan rasa beragama dan membawa orang kepada kehancuran. Jika kekuasaan menimbulkan rasa sombong pada dirimu, perhatikanlah kebesaran Allah diatas kamu.

Berbuatlah adil karena Allah, dengan berbuat adil kepada rakyatmu, walaupun itu bertentangan dengan kepentinganmu, kepentingan orang-orang yang dekat denganmu atau kepentingan orang-orang yang kamu sukai. Jika kamu tidak berbuat adil, maka kamu menjadi penindas. Bila kamu menindas, makhluk Allah, bukan saja makhluk-Nya tetapi Allah pun akan menjadi musuh kamu. Bila Allah menjadi musuh seseorang, dia akan menghancurkan hidupnya. Dia akan selalu berperang dengan Allah sampai dia bertobat. Tidak ada yang lebih cepat menghalangi karunia Allah dan mempercepat datangnya hukuman Allah selain melakukan penindasan, karena Allah mendengarkan do'a orang yang tertindas dan senantiasa siap menghukum para penindas".

Nasihat tersebut diatas memberi gambaran kepada kita bahwa tidaklah mudah menjadi seorang pemimpin/gubernur yang amanah dan dicintai rakyat. Figur yang mampu mengemban amanah tersebut di era sekarang ini amat langka. Kebanyakan pemimpin yang lahir tidak seia-sekata antara apa yang diucapkan dengan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, utamanya kebijakan menyangkut rakyat kecil. Padahal, amanah yang dipikulkan kepadanya sebagian besar diberikan oleh masyarakat grass root yang senantiasa menantikan sentuhan perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraannya.

Leadership dan Social Welfare

Pemimpin (Gubernur) dan kesejahteraan sosial adalah dua determinan yang saling terkait erat. Eksistensi seorang Gubernur adalah semata-mata dipilih rakyat dengan harapan mampu membimbing, mengarahkan dan membawa masyarakatnya kepada apa yang dinamakan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan. Tingginya angka kemiskinan, banyaknya pengangguran, rendahnya SDM, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, busung lapar, gizi buruk, dsb. adalah potret ketidakmampuan sang pemimpin dalam memberikan social protection bagi masyarakat. Seyogyanya seorang pemimpin mampu menerapkan kebijakan dan langkah-langkah efektif untuk memenuhi (to ful-fill), melindungi (to protect) dan menghargai (to respect) hak-hak sosial, ekonomi dan budaya warganya.

Komitmen Public Service

Jika ditanya, "siapa yang tidak ingin menjadi orang nomor satu di negeri ini?" Jawabannya semua orang pasti menginginkannya, sebab menjadi seorang gubernur sungguh enak. Betapa tidak, dengan segala kemewahan fasilitas pemerintah yang diberikan oleh rakyat, sang gubernur tentu sangat sejahtera. Tetapi, apakah dengan bergelimang fasilitas tersebut, sempatkah ia memikirkan nasib sebagian besar rakyatnya yang masih hidup dalam belenggu kemiskinan?

Marilah kita mencontoh Bupati Jembrana di Bali yang mampu mengangkat tingkat kesejahteraan rakyatnya dengan komitmen tidak bermewah-mewah dulu sebelum melihat rakyatnya sejahtera. Beliau hanya dengan modal mobil Toyota Hardtop buatan tahun 70-an, melayani masyarakatnya dengan baik sampai pada tingkat grass root. Gorontalo, why not?

Perhatian terhadap Grass Root

Kita semua semua pasti sepakat bahwa masih tingginya angka kemiskinan di bumi Gorontalo ini bukan disebabkan oleh kemiskinan absolut, kemiskinan budaya (cultural poverty) seperti malas bekerja, senang tidur siang, ketergantungan pada keluarga mampu, mudah menyerah pada nasib, etos kerja kurang, dsb. tetapi lebih disebabkan oleh kemiskinan struktural (structural poverty) yaitu "ketidakmampuan" pemerintah menciptakan sistem dan struktur sosial sehingga mampu menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.
Diibaratkan dengan analogi ikan dan kail, maka meskipun begitu banyak masyarakat miskin diberi ikan dan kail sekalipun (program-program bantuan), maka mereka tidak akan berdaya jika seandainya kolam dan sungai yang ada diseputar mereka telah dikuasai oleh elit atau kelompok kuat. Nah, disinilah peran gubernur untuk mampu menciptakan iklim kondusif bagi terciptanya lapangan kerja serta peluang dan kesempatan kerja bagi masyarakat agar memiliki power (empowerment).

Nasihat Ali Bin Abi Thalib berikut ini relevan dengan tema diatas : "Takutlah kepada Allah dalam mengurus orang-orang kecil yang memiliki peluang yang sedikit (Penyandang Masalah Sosial seperti fakir miskin, gelandangan, dll). Jagalah baik-baik kewajiban yang ditimpakan Allah untukmu dalam mengurus mereka. Usahakan sebagian dari dana negara diperuntukkan untuk mengangkat nasib mereka. Janganlah kemewahan menyebabkan kamu membuat jarak dengan mereka. Kamu tidak akan dimaafkan bila melalaikan hal-hal yang kecil, karena sedang memutuskan masalah-masalah besar. Janganlah melalaikan derita orang-orang kecil dan jangan kamu palingkan wajahmu dari mereka karena kesombongan. Urusilah kepentingan orang-orang yang tidak sanggup menemuimu karena penampilan mereka yang jelek dan karena orang menganggap mereka rendah. Tunjuklah para pejabat yang taqwa dan rendah hati untuk mengurus mereka. Peliharalah anak-anak yatim, orang-orang tua yang melarat dan tidak sanggup mencari nafkah. Tugas ini memang berat untuk para pejabat. Setiap kewajiban memang berat. Allah akan meringankan tugas ini bagi bagi mereka yang mencari kebahagiaan dihari akhirat. Bersabarlah dalam mengurus mereka dan bertawakallah kepada Allah. Tetapkanlah waktu untuk menerima pengaduan mereka. Berikan kepada mereka kebebasan untuk menyampaikan keluhan mereka kepadamu. Duduklah bersama mereka dan bersikaplah rendah hati demi mencapai ridha Allah yang menciptakan kamu. Pada saat seperti itu, jauhkanlah dari kamu para pengawalmu yang membuat orang takut untuk berbicara kepadamu karena aku mendengar Rasulullah berkata beberapa kali: Orang-orang yang tidak dapat menjaga hal orang lemah dalam menghadapi orang-orang kuat tanpa rasa takut, maka tidak akan pernah mencapai kesucian".

Komitmen

Jika ingin melihat seorang pemimpin visioner yang selalu berpihak kepada rakyat kecil dan selalu memikirkan nasib rakyat kecil, akan tercermin dari kebijakan-kebijakan dan program yang selalu berpihak kepada mereka. Komitmen tersebut dapat pula terlihat dari besaran anggaran yang diperuntukkan bagi kesejahteraan mereka. Kita bisa berkaca kepada visi lembaga bisnis seperti Nokia yang dengan jelas mengatakan "connecting poeple", atau maskapai penerbangan Lion Air yang dengan gagah berkata "We make the poeple fly". Nah, untuk Gubernur Gorontalo ke depan, harus mampu untuk membuat visi "Gorontalo Welfare 2010", dengan indikator tingkat pendapatan masyarakat meningkat, angka kemiskinan menurun, derajat kesehatan meningkat, dan peningkatan kualitas SDM masyarakat. Kalau Negara China mampu mengurangi jumlah penduduk miskin dari 42 % pada tahun 1981 menjadi 17 % pada tahun 2001, Gorontalo dengan Gubernur cerdas dan punya komitmen why not ?

Prestasi Gubernur

Benarkah asumsi sebagian kalangan yang menyatakan bahwa Gorontalo hari ini adalah gorontalo yang maju disebabkan didongkrak oleh eksistensi daerah yang berubah menjadi sebuah provinsi?, maju karena dinamika masyarakatnya tumbuh akibat adanya alat transportasi bentor yang mampu menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat?, maju karena adanya migrasi penduduk dengan membawa modal besar ke daerah pertumbuhan baru?, maju karena tumbuhnya iklim investasi di sektor riil? Maju karena kucuran dana DAU/DAK yang besar dari pusat?, atau maju karena peran pemimpin dan birokrasinya dengan konsep briliannya (visi-misi-program) mampu meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat Gorontalo?

Jawabannya, belum ada penelitian yang membuktikannya. Namun yang jelas menurut pendapat masyarakat yang sempat berkomunikasi dengan penulis mengakui bahwa Gorontalo hari ini maju karena kehebatan kinerja dan profesionalisme sang pemimpinnya yang sukses dengan program-programnya sehingga mampu mengangkat citra Gorontalo di pentas nasional. Benarkah demikian?

Nah, seperti apakah sosok Gubernur pilihan rakyat Gorontalo ke depan? Yaitu pemimpin seperti yang dinasehatkan Ali Bin Abi Thalib yang selalu memikirkan rakyatnya, berpihak pada rakyat kecil dan terutama mampu mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat. Saya yakin dan mendo'akan: "Semoga sang Gubernur yang akan terpilih nanti adalah sosok pemimpin yang amanah, memiliki komitmen kuat untuk selalu berpihak pada masyarakat grass root dan mengabdi semata-mata untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat Gorontalo. Sebab, harapan kita semua tidak lain adalah daerah ini dipimpin oleh sosok Gubernur yang mampu menjadikan bumi Gorontalo ini sebagai tempat yang paling nikmat dan menyenangkan untuk didiami. Semoga.