Muhamad J Fahrani
15 Des 06
Saya tertarik dengan topik tentang Nasib Perempuan Gorontalo ini karena disamping tanggal 22 desember 2006 nanti adalah Hari IBU, kenyataannya dalam kehidupan sehari - hari baik dari lingkungan terkecil yakni keluarga maupun yang terbesar yakni negara, perempuan hampir selalu menjadi obyek penderita dari kaum laki-laki. Setiap hari seluruh media cetak dan elektronik baik lokal maupun nasional selalu mengangkat berita tentang penderitaan (dalam arti luas) yang dialami oleh kaum perempuan, seperti KDRT, Pemerkosaan, bahkan pembunuhan.
Dalam dunia politik pun perempuan masih mengalami berbagai tekanan terutama soal jatah kursi di dewan, dsb. Saya ingin menjawab beberapa pertanyaan dari moderator mengenai masalah ini, sebatas kemampuan dan pengetahuan saya, sehingga jika ada hal - hal yang kurang berkenan harap dimaklumi.
Pertama, masalah mengenai eksistensi perempuan di Gorontalo eksistensi perempuan di Gorontalo terutama dalam bidang birokrasi, pengusaha dan politik sudah cukup baik untuk ukuran propinsi baruseperti Gorontalo ini. Namun, eksistensi tersebut didapatkan terkesan begitu mudah. Di birokrasi (pejabat), ada beberapa jabatan baik propinsi maupun kota/kab diisi oleh kaum perempuan yang didapat bukan karena penilaian kemampuannya, tetapi karena golongan kepangkatan yang telah memenuhi syarat, sehingga latar belakang pendidikan dan jabatan kadang tidak sesuai, seperti Ibu WinarniMonoarfa, tanpa menyangsikan kemampuan manajerial beliau, tapi dengan latar belakang sebagai guru besar ilmu kelautan, alangkah tepatnya jika beliau memegang jabatan sbg Kadis Perikanan danKelautan karena kapasitas keilmuan dan kemampuan beliau dalam bidang ini sudah tidak dapat diragukan lagi.
Memang, harus diakui, bahwa eksistensi beliau sebagai kepala Bappeda sangat mengagumkan mengingat latar belakang pendidikannya, tapi lebih menguntungkan bagi daerah ini jika beliau menjadi kadis Perikanan & Kelautan, apalagi salah satu program unggulan propinsi yakni Perikanan, sekarang ini berjalan statis.
Di politik, banyak perempuan yang duduk di legislatif baik kota/kab sampai propinsi terkesan hanya pemberian (rata2 no urut teratas tapi jmlh suara tidak signifikan) dan latar belakang jabatan suami. IBu Rahmiyati Yahya bisa menjadi salah satu contoh dari kasus ini. Tadinya beliau adalah seorang PNS, namun karena latar belakang jabatan suaminya serta no urut atas maka walaupun jumlah suara pemilihnya kecil beliau tetap jadi anggotaDPRD Prop. Sehingga tak heran, karena latar belakang suaminya tsb, skrg ini beliau terancam direcall dari gedung BOTU, hanya gara2 pada pilkada gubernur lalu suaminya dikabarkan tidak mendukung calon dari partai yang mendudukkan rahmiyati di Botu dan kemungkinan hal ini juga akan berlaku kepada Ibu Kasma Bokings di Pohuwato.
Dengan dua contoh kasus tsb, dapat diambil kesimpulan bahwa, eksistensi kebanyakan perempuan di Gorontalo yang bergelut di Birokrasi, Politik dan Pengusaha masih terdongkrak karena kaum lakis, apalagi kalau melihat perempuans kebanyakan terutama Ibu Rumah Tangga, seringkali terjajah oleh kediktatoran suaminya.
Kedua, harapan terhadap pemerintahan Fadel - Gusnar soal Perempuan. Yang jelas, sesuai latar belakang kedua pemimpin tsb yakni Politikus dan Birokrat, harapan saya agar dalam rekruitment kaum perempuan khususnya dalam bidang politik dan birokrasi harus didasarkan kemampuan dan latar belakang keilmuannya agar nantinya dapat menunjukkan eksistensinya utk kemajuan daerah ini.
Saya juga salut dengan gebrakan rezim ini yang saya lihat di koran yakni rumusan perda tentang perlindungan terhadap perempuan secara umum, dengan harapan agar nantinya dapat dilaksanakan secara konsisten dan bertanggung jawab.
Ketiga, persoalan mendasar perempuan di Gorontalo. Masalah adat - istiadat dalam kehidupan masyarakat gorontalo pada umumnya, fungsi adat masih memegang peranan penting dalam mengatur tingkah laku dan cara hidup masyarakat meskipun untuk masyarakat perkotaan adat sudah mulai terkikis oleh modernisasi dan kapitalisme. Dlm adat Gorontalo, kedudukan perempuan masih dibawah laki2 (walau dalam sejarah Gorontalo banyak perempuans yang menjadi pemimpin) sehingga mengakibatkan perempuans terkesan pasrah dan nrimo apapun yang terjadi baik itu benar atau salah.
Keempat, latar belakang pendidikan. Untuk mengenyam pendidikan terutama formal, para orangs tua terkadang masih berprinsip seperti leluhur dulu, yakni setinggi-tingginya pendidikan yang dimiliki oleh perempuans, toh tetap kembali pada fungsi utamanya yaitu DAPUR, SUMUR, KASUR. tak jarang anak perempuan selepas SMU tidak diperbolehkan kuliah apalagi diluar daerah (meski secara finansial orang tuanya berkecukupan) disampingkarena prinsip tsb, ditambah infos ttg oknums mahasiswis yang kuliah diluar daerah TERKADANG berperilaku HIDUP BEBAS seperti FreeSex dan SamenLeven (tidak semuanya lho), seperti survei di Jogyakarta yangmengatakan 9 dari 10 mahasiswi tlh KEHILANGAN MAHKOTAnya tanpa nikah (maaf kalo ada para milisterwati yang pernah dan sementara kuliah diJogya, karena ini telah menjadi kasus nasional).
Dari 2 contoh kasus diatas, solusinya adalah pengenalan dan penyesuaian adat istiadat harus berdasarkan agama yang dianut karena dalam agama manapun kedudukan perempuans dan lakis adalah "SAMA" dilihat dari sikonnya, serta perlunya bagi anaks perempuan yang ingin melanjutkan pendidikan (terutama diluar daerah ) HARUS mampu menanamkan kepercayaan pada ortunya bahwa dia mampu menjaga kehormatan diri dan keluarga serta harus menunjukkan kemampuan untuk mencapai tujuannya.
Kelima, hals yang harus diperbaiki dari perilaku Isteri-isteri. Stop Karlotaisme. Stop Ba Egisisme (cara make up dan berpakaian). Stop Royalisme (terutama isteri pejabat dan anggota dewan). Stop HUGELISME (bnyk perempuans di NERAKA karena hal ini).
Semoga dengan momen HARI IBU yang tak lama lagi, para perempuansterutama di Gorontalo ini dapat memahami arti yang hakiki tentangkata PEREMPUAN (YANG DIEMPUKAN, YANG DIAGUNGKAN, YANG DIHORMATI dsb)sehingga mampu menjaga kodratnya sebagai perempuan dan mampumenunjukkan jati dirinya agar tidak gampang dilecehkan oleh paraBUAYA DARAT. Untuk perempuans yang telah berkeluarga, JAGALAHKEHORMATAN DIRI, SUAMI DAN KELUARGA seperti dalam Hadits Nabi SAW,yg artinya DUNIA ADALAH PERHIASAN, DAN PERHIASAN YANG TERBAIK ADALAHISTERI YANG SHALIHAH. Dan bagi yang "MASIH GADIS", pandaislahmembawa diri agar tidak terjerumus ke lembah nista.Akhirnya, kepada seluruh milisterwati (te Nino tdk termasuk) mohonmaaf kalo ada yang menyinggung andas dan semoga hari IBU bukan hanyadilaksanakan setiap tgl 22 Desember tapi HARUS dilaksanakan setiaphari. TEGAKNYA AGAMA, NEGARA DAN KELUARGA ADALAH DITANGAN PEREMPUAN,RUNTUHNYA PUN KARENA PEREMPUAN. Salam damai untuk kalian semua.
Saturday, August 11, 2007
Nasib Perempuan Gorontalo
Dewi Dama
13 Des 06
Berikut pendapat saya tentang perempuan Gorontalo. Mohon terlebih dahulu dimaafkan sekiranya ada salah kata or terlalu menjeneralisir karena saya juga masih belajar.
1. Bagaimana Anda melihat eksistensi perempuan Gorontalo sekarang ini? Baguskah? Atau justeru menyedihkan? >>>>> Perlu ada pembanding.
Dulu: Oleh minimnya perhatian para orang tua terhadap pendidikan, pengetahuan para perempuan melulu soal urusan domestik. Perempuan ibarat budak belian, diperistri untuk sepenuhnya tunduk pada suaminya meski dimadu, dijadikan madu, atau dicampakkan. Secuil saja mereka diberdayakan hanya untuk menghafal kalimat-kalimat dogmatis tanpa bisa mengepakkan nalarnya. Perempuan nyaris tak pusing berorganisasi dan umumnya memiliki kelompok perkawanan atas nama status social (wala’ita yi’o). Perempuan dulu lebih senang berbahasa Gorontalo, mengolah penganan dari hasil pangan milik keluarganya, mohuyula molobu’a pale e’elenggengiyo wala’o didingga limongoliyo (mohutu tutulu, duduli, nasi bulu,dll)
Sekarang: Wanita eksis bo'. Jumlah perempuan selalu mendominasi ruang kelas-kelas dari TK- PT (pendidikan), meski keberadaannya di ruang politik dan manajerial masih minoritas. Soal kualitasnya, hhmmm, saya tak berani menjustifikasi, kecuali atas dasar hasil penelitian. Kartini kini prihatin dengan perempuan-perempuan yang 'mampu' lebih banyak mengedepankan dandanan/busana ketimbang mengasah ilmu pengetahuan meski Kartini tahu benar, it’s just a matter of choice and chance. Fakta lain, salah satu keajaiban perempuan, adalah menjadi penyebab dan target inovasi (macam-macamlah, simak saja iklan). Perubahan kulturnya lumayan. Akibat perkembangan teknologi dan peningkatan fasilitas hidup, secara pelan (incremental) merubah cara pandang dan gaya hidup perempuan kita. Contohnya, tak sedikit perempuan yang enggan dimadu bahkan semakin percaya diri menggugat cerai suaminya. Dulu, mana berani perempuan protes. Saya kira, asumsi bahwa perempuan sekarang suka nuntut ini-itu, relatif kebenarannya. Bisa aja asumsinya dari pihak yang terusik privasinya saja. .
2. Apa harapan Anda terhadap pemerintahan (Fadel-Gusnar periode kedua,khususnya), terutama mengenai kebijakan mereka untuk kaum perempuandan anak-anak?
a) It’s all about money! Anggaran pendidikan dan kesehatan mesti prioritaslah. Siswa SLTA saja pikirannya dah jauh ke sana. Jangan tunggu anak TK yang nuntut peningkatan pendidikan.
b) Money is nonsense without achievement. Kebijakan jelas. skopnya setiap tahun ditetapkan, pengawasan dan pertanggungjawabannya credible dan berkelanjutan. Mis: beasiswa untuk peningkatan kualitas pendidikan umumnya atau kursus keterampillan mereka yg putus sekolah. (Beasiswa luar negeri semakin banyak membuka peluang untuk Studi Gender, Pendidikan, Lingkungan, dll. Seandainya pemerintah bekerja sama dgn Perguruan tinggi untuk mengalokasikan dana untuk test TOEFL/IELTS yang mahal itu bagi para pelamar beasiswa, tentu kesempatan pendidikan di LN makin bagus.)
c) Di imej saya, sejak 5 thn lalu para penanam modal sudah masuk Gorontalo. Please, mestinya lapangan kerja (usaha kerja) bagi kaum perempuan kita semakin dibuka karena banyak kok yang sibuk cari tambahan nafkah untuk keluarganya. Sifat manusia kan kalo dipenuhi hak aktualisasi dirinya, ia akan stay cool ..iya kan?
3. Apa persoalan mendasar perempuan Gorontalo, dan bagaimana langkahkongkrit yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah itu? Program jangka panjang boleh, jangka pendek juga boleh....
v Pendidikan
Ø buta huruf: kampanye pendidikan terpadu melalui sekolah, tempat ibadah, iklan (multimedia), poster.
Ø keluarga yatim: bantuan dana biaya sekolah (gratis).
Ø kesempatan pengembangan diri: kursus keterampilan workshop, mentor, dll. Para guru/pegawai berprestasi, olahragawan berprestasi, alumni PT berprestasi, seniman dan keluarga berprestasi dll, perlu memperoleh dukungan pemerintah seperti di undang saat upacara besar, di sediakan kesempatan untuk ‘talk show’ untuk masukan ke masyarakat, diikutkan dalam parade penting, disalurkan aspirasinya, bukan sekedar diberi “petunjuk” (istilah le Boh cerita Elnino).
v kesehatan
Ø ibu hamil dan menyusui: imunisasi ibu dan balita ,kampanye kesehatan terpadu: simulasi, poster.
Ø keluarga berpenghasilan rendah: bantuan pengembangan usaha, layanan gratis di puskesms dan sekolah. pelatihan keterampilan keluarga: boga, kebun hijau, dll
Ø kenyamanan kerja pegawai: Inovasi Bimbingan dan Konseling, peningkatan insentif kerja lembur/jaga malam.
v pengangguran
Ø meningkatkan pengetahuan para perempuan tentang usaha kerja sesuai ‘core competence’ masing2 daerah tk.II (agropolitan, maritim, dll.)
Ø menyediakan lapangan kerja/modal: memediasi pekerja dan pasaran (e-gov), menarik investor (perusahaan), akses informasi bisnis.
v Kesejahteraan sosial & hiburan
Ø tuntutan kebutuhan hidup: pasar murah menjelang hari-hari besar, inventarisir agen-agen minyak tanah, dll.
Ø stres: 1) layar tancep di desa-desa, selain itu, 2) merangsang pengembangan keterampilan, seni dan budaya: karawo kait, tari-tarian, dll. Dulu, sewaktu SD, organisasi seperti karang taruna sangat diberdayakan di kampung-kampung untuk kegiatan lomba. Saban pergelaran seni, yang pesertanya kebanyakan siswa SD/SMP, para Ibu sibuk melibatkan diri. Ada yang seketika jadi pelatih tari-tarian, vocal group, dll. Saya ingat betul kegigihan hati para pembinanya, ceria bersama anak-anak peserta lomba. Padahal kalo di cek ricek, di antara para ibu itu, beberapa ‘ja’o ijazah to ulu’u”, tapi, begitulah. Jempol untuk mereka. Hebat!!
13 Des 06
Berikut pendapat saya tentang perempuan Gorontalo. Mohon terlebih dahulu dimaafkan sekiranya ada salah kata or terlalu menjeneralisir karena saya juga masih belajar.
1. Bagaimana Anda melihat eksistensi perempuan Gorontalo sekarang ini? Baguskah? Atau justeru menyedihkan? >>>>> Perlu ada pembanding.
Dulu: Oleh minimnya perhatian para orang tua terhadap pendidikan, pengetahuan para perempuan melulu soal urusan domestik. Perempuan ibarat budak belian, diperistri untuk sepenuhnya tunduk pada suaminya meski dimadu, dijadikan madu, atau dicampakkan. Secuil saja mereka diberdayakan hanya untuk menghafal kalimat-kalimat dogmatis tanpa bisa mengepakkan nalarnya. Perempuan nyaris tak pusing berorganisasi dan umumnya memiliki kelompok perkawanan atas nama status social (wala’ita yi’o). Perempuan dulu lebih senang berbahasa Gorontalo, mengolah penganan dari hasil pangan milik keluarganya, mohuyula molobu’a pale e’elenggengiyo wala’o didingga limongoliyo (mohutu tutulu, duduli, nasi bulu,dll)
Sekarang: Wanita eksis bo'. Jumlah perempuan selalu mendominasi ruang kelas-kelas dari TK- PT (pendidikan), meski keberadaannya di ruang politik dan manajerial masih minoritas. Soal kualitasnya, hhmmm, saya tak berani menjustifikasi, kecuali atas dasar hasil penelitian. Kartini kini prihatin dengan perempuan-perempuan yang 'mampu' lebih banyak mengedepankan dandanan/busana ketimbang mengasah ilmu pengetahuan meski Kartini tahu benar, it’s just a matter of choice and chance. Fakta lain, salah satu keajaiban perempuan, adalah menjadi penyebab dan target inovasi (macam-macamlah, simak saja iklan). Perubahan kulturnya lumayan. Akibat perkembangan teknologi dan peningkatan fasilitas hidup, secara pelan (incremental) merubah cara pandang dan gaya hidup perempuan kita. Contohnya, tak sedikit perempuan yang enggan dimadu bahkan semakin percaya diri menggugat cerai suaminya. Dulu, mana berani perempuan protes. Saya kira, asumsi bahwa perempuan sekarang suka nuntut ini-itu, relatif kebenarannya. Bisa aja asumsinya dari pihak yang terusik privasinya saja. .
2. Apa harapan Anda terhadap pemerintahan (Fadel-Gusnar periode kedua,khususnya), terutama mengenai kebijakan mereka untuk kaum perempuandan anak-anak?
a) It’s all about money! Anggaran pendidikan dan kesehatan mesti prioritaslah. Siswa SLTA saja pikirannya dah jauh ke sana. Jangan tunggu anak TK yang nuntut peningkatan pendidikan.
b) Money is nonsense without achievement. Kebijakan jelas. skopnya setiap tahun ditetapkan, pengawasan dan pertanggungjawabannya credible dan berkelanjutan. Mis: beasiswa untuk peningkatan kualitas pendidikan umumnya atau kursus keterampillan mereka yg putus sekolah. (Beasiswa luar negeri semakin banyak membuka peluang untuk Studi Gender, Pendidikan, Lingkungan, dll. Seandainya pemerintah bekerja sama dgn Perguruan tinggi untuk mengalokasikan dana untuk test TOEFL/IELTS yang mahal itu bagi para pelamar beasiswa, tentu kesempatan pendidikan di LN makin bagus.)
c) Di imej saya, sejak 5 thn lalu para penanam modal sudah masuk Gorontalo. Please, mestinya lapangan kerja (usaha kerja) bagi kaum perempuan kita semakin dibuka karena banyak kok yang sibuk cari tambahan nafkah untuk keluarganya. Sifat manusia kan kalo dipenuhi hak aktualisasi dirinya, ia akan stay cool ..iya kan?
3. Apa persoalan mendasar perempuan Gorontalo, dan bagaimana langkahkongkrit yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah itu? Program jangka panjang boleh, jangka pendek juga boleh....
v Pendidikan
Ø buta huruf: kampanye pendidikan terpadu melalui sekolah, tempat ibadah, iklan (multimedia), poster.
Ø keluarga yatim: bantuan dana biaya sekolah (gratis).
Ø kesempatan pengembangan diri: kursus keterampilan workshop, mentor, dll. Para guru/pegawai berprestasi, olahragawan berprestasi, alumni PT berprestasi, seniman dan keluarga berprestasi dll, perlu memperoleh dukungan pemerintah seperti di undang saat upacara besar, di sediakan kesempatan untuk ‘talk show’ untuk masukan ke masyarakat, diikutkan dalam parade penting, disalurkan aspirasinya, bukan sekedar diberi “petunjuk” (istilah le Boh cerita Elnino).
v kesehatan
Ø ibu hamil dan menyusui: imunisasi ibu dan balita ,kampanye kesehatan terpadu: simulasi, poster.
Ø keluarga berpenghasilan rendah: bantuan pengembangan usaha, layanan gratis di puskesms dan sekolah. pelatihan keterampilan keluarga: boga, kebun hijau, dll
Ø kenyamanan kerja pegawai: Inovasi Bimbingan dan Konseling, peningkatan insentif kerja lembur/jaga malam.
v pengangguran
Ø meningkatkan pengetahuan para perempuan tentang usaha kerja sesuai ‘core competence’ masing2 daerah tk.II (agropolitan, maritim, dll.)
Ø menyediakan lapangan kerja/modal: memediasi pekerja dan pasaran (e-gov), menarik investor (perusahaan), akses informasi bisnis.
v Kesejahteraan sosial & hiburan
Ø tuntutan kebutuhan hidup: pasar murah menjelang hari-hari besar, inventarisir agen-agen minyak tanah, dll.
Ø stres: 1) layar tancep di desa-desa, selain itu, 2) merangsang pengembangan keterampilan, seni dan budaya: karawo kait, tari-tarian, dll. Dulu, sewaktu SD, organisasi seperti karang taruna sangat diberdayakan di kampung-kampung untuk kegiatan lomba. Saban pergelaran seni, yang pesertanya kebanyakan siswa SD/SMP, para Ibu sibuk melibatkan diri. Ada yang seketika jadi pelatih tari-tarian, vocal group, dll. Saya ingat betul kegigihan hati para pembinanya, ceria bersama anak-anak peserta lomba. Padahal kalo di cek ricek, di antara para ibu itu, beberapa ‘ja’o ijazah to ulu’u”, tapi, begitulah. Jempol untuk mereka. Hebat!!
[joke] Rombongan Gorut
Elnino
11 Des 06
Rombongan pejuang Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) akan pulang semua Selasa (12/12) besok ke Gorontalo. Ada beberapa kejadian lucu yang terjadi selama mereka tinggal di Asrama Salemba. Maklum, di antara mereka ada sekitar 50-an orang yang baru pertama kali ini ke Jakarta. 30-an lainnya sudah pernah atau sering ke ibukota.
Suatu kali, seorang pejuang Gorut yang bernama Hendra berjalan-jalan di ITC Cempaka Mas. Dia tertarik dengan sandal-sandal yang dipajang disalah satu toko. Dalam hatinya, dia bertekad harus bisa berbicara seperti orang Jakarta, atau seperti orang Jawa, supaya tidak ketahuan dari kampung, sehingga tidak mudah diakalin orang. Kebetulan, dia sudah tahu arti "piro" dalam bahasa Jawa yang bermakna "berapa". Mendekatlah si Hendra ke penjual sandal;
Hendra: Mbak, sandal yang ini bagus ya...
Mbak : Oh, iya mas... Cocok kalau mas yang pake...
Hendra: Piro....?
Mbak : Itu selawe' mas...
Hendra: ????!!! (dia tidak mengerti apa itu "selawe")... Kalau sengongo' boleh...?
Mbak: ????!!!! Sengongo' berapa sih....?
Hendra: Bilang dulu "selawe" itu berapa, baru saya kasih tahu arti"sengongo"
Mbak: Selawe' kan dua puluh lima ribu...
Hendra: Kalau sengongo' itu setengahnya....
************************************
Seorang pejuang Gorut bernama Herman sedang berkeliling di Mall Mangga Dua, mencari "memory card" untuk hape-nya. Dari Mall Mangga Dua, dia menelpon Hendra.
Herman: Ndra, ana lagi di Mangga Dua. Eh, memory card yang dulu ente bilang paling gaga ini apa dulu....? Ana lupa depe nama...
Hendra: Ooh, cari jo yang merek OHARA
Sepuluh menit kemudian... Herman menelpon lagi.
Herman: Ndra..., tidak ada itu yang merek OHARA. Ana so tanya di lima toko...
Hendra: Ooh, kalau begitu ente tanya jo yang merek TAXICO. Sama deng OHARA itu.... Bilang kasana yang pake "X", bukan "KS"... deng pake"C", bukan "K". Jang lupa... TAXICO...
Herman: Oke. Oke...
Sepuluh menit kemudian... Herman menelpon lagi.
Herman: Ndra.... Delo butul merek-merek yang ngana bilang-bilang ini? Napa dorang penjaga toko so jaga tatawa akang ana....
Hendra: Merek apa yang ada pa dorang?
Herman: Napa bo jenis "MD-2" yang ada pa dorang
Hendra: Aaah.... so itu-itu-lo ana pe maksud....!!
Herman: (^&^^%$%^%$%$^%%###&*^*&!!!!!
****************************************************
Seorang pejuang Gorut yang kerap disapa Boh sedang pusing tujuh keliling. Dia sudah kehabisan duit di Jakarta. Pinjam sana-sini tak dapat. Akhirnya dia menelpon seorang tokoh Gorontalo yang dia tahu sangat berkeinginan menjadi Bupati Gorontalo Utara.
Boh: Halo, pak...
Si Tokoh: Eh, bagimana? Aman-aman to...?
Boh: Aman, pak... Cuma, sekarang ini saya sudah sangat kesulitan di Jakarta... Makanya saya menelpon bapak untuk minta petunjuk....
Si Tokoh: Gampang itu. Tapi ngana harus jamin kita berpasangan deng Thariq Modanggu, e.... (Ket: Thariq adalah Ketua Komite PembentukanKabupaten Gorut).
Boh: Siap, pak .... Baru bagimana deng petunjuk yang saya minta itu, pak?
Si Tokoh: Bilang pa Thariq, dia duduk manis jo, jadi kita pe calonbwakil bupati...
Boh: Siap, pak... Baru petunjuk bapak dang...?
Si Tokoh: Bilang pa Thariq.... Kita so siap 2 M for kampanye...
Boh (sedang menahan jengkelnya): Ish.... 2 milyar pak...? Pe banyak skali ti pak pe "petunjuk" itu eyi.... Boleh mo kase kamari sama saya itu "petunjuk" pak...? Biar bo doyi tiket (pesawat)?
Si Tokoh: Tenang saja ngana, sadiki lagi kita kirim pulsa..
Boh: Oke, pak. Terima kasih atas "petunjuk"nya...
Sejak itulah di kalangan pejuang Gorut istilah "petunjuk" memiliki makna yang lain. Misalnya saja, ketika ada di antara mereka yang akan pergi jalan-jalan, maka kawan-kawannya akan berkata, "Wah.... sojalan-jalan pooli ente 'e.... So dapa "petunjuk" darimana pooli ini?".
Jawabnya juga gampang, "Ah, bo dapa sengongo' ini potunjuk sup...."
11 Des 06
Rombongan pejuang Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) akan pulang semua Selasa (12/12) besok ke Gorontalo. Ada beberapa kejadian lucu yang terjadi selama mereka tinggal di Asrama Salemba. Maklum, di antara mereka ada sekitar 50-an orang yang baru pertama kali ini ke Jakarta. 30-an lainnya sudah pernah atau sering ke ibukota.
Suatu kali, seorang pejuang Gorut yang bernama Hendra berjalan-jalan di ITC Cempaka Mas. Dia tertarik dengan sandal-sandal yang dipajang disalah satu toko. Dalam hatinya, dia bertekad harus bisa berbicara seperti orang Jakarta, atau seperti orang Jawa, supaya tidak ketahuan dari kampung, sehingga tidak mudah diakalin orang. Kebetulan, dia sudah tahu arti "piro" dalam bahasa Jawa yang bermakna "berapa". Mendekatlah si Hendra ke penjual sandal;
Hendra: Mbak, sandal yang ini bagus ya...
Mbak : Oh, iya mas... Cocok kalau mas yang pake...
Hendra: Piro....?
Mbak : Itu selawe' mas...
Hendra: ????!!! (dia tidak mengerti apa itu "selawe")... Kalau sengongo' boleh...?
Mbak: ????!!!! Sengongo' berapa sih....?
Hendra: Bilang dulu "selawe" itu berapa, baru saya kasih tahu arti"sengongo"
Mbak: Selawe' kan dua puluh lima ribu...
Hendra: Kalau sengongo' itu setengahnya....
************************************
Seorang pejuang Gorut bernama Herman sedang berkeliling di Mall Mangga Dua, mencari "memory card" untuk hape-nya. Dari Mall Mangga Dua, dia menelpon Hendra.
Herman: Ndra, ana lagi di Mangga Dua. Eh, memory card yang dulu ente bilang paling gaga ini apa dulu....? Ana lupa depe nama...
Hendra: Ooh, cari jo yang merek OHARA
Sepuluh menit kemudian... Herman menelpon lagi.
Herman: Ndra..., tidak ada itu yang merek OHARA. Ana so tanya di lima toko...
Hendra: Ooh, kalau begitu ente tanya jo yang merek TAXICO. Sama deng OHARA itu.... Bilang kasana yang pake "X", bukan "KS"... deng pake"C", bukan "K". Jang lupa... TAXICO...
Herman: Oke. Oke...
Sepuluh menit kemudian... Herman menelpon lagi.
Herman: Ndra.... Delo butul merek-merek yang ngana bilang-bilang ini? Napa dorang penjaga toko so jaga tatawa akang ana....
Hendra: Merek apa yang ada pa dorang?
Herman: Napa bo jenis "MD-2" yang ada pa dorang
Hendra: Aaah.... so itu-itu-lo ana pe maksud....!!
Herman: (^&^^%$%^%$%$^%%###&*^*&!!!!!
****************************************************
Seorang pejuang Gorut yang kerap disapa Boh sedang pusing tujuh keliling. Dia sudah kehabisan duit di Jakarta. Pinjam sana-sini tak dapat. Akhirnya dia menelpon seorang tokoh Gorontalo yang dia tahu sangat berkeinginan menjadi Bupati Gorontalo Utara.
Boh: Halo, pak...
Si Tokoh: Eh, bagimana? Aman-aman to...?
Boh: Aman, pak... Cuma, sekarang ini saya sudah sangat kesulitan di Jakarta... Makanya saya menelpon bapak untuk minta petunjuk....
Si Tokoh: Gampang itu. Tapi ngana harus jamin kita berpasangan deng Thariq Modanggu, e.... (Ket: Thariq adalah Ketua Komite PembentukanKabupaten Gorut).
Boh: Siap, pak .... Baru bagimana deng petunjuk yang saya minta itu, pak?
Si Tokoh: Bilang pa Thariq, dia duduk manis jo, jadi kita pe calonbwakil bupati...
Boh: Siap, pak... Baru petunjuk bapak dang...?
Si Tokoh: Bilang pa Thariq.... Kita so siap 2 M for kampanye...
Boh (sedang menahan jengkelnya): Ish.... 2 milyar pak...? Pe banyak skali ti pak pe "petunjuk" itu eyi.... Boleh mo kase kamari sama saya itu "petunjuk" pak...? Biar bo doyi tiket (pesawat)?
Si Tokoh: Tenang saja ngana, sadiki lagi kita kirim pulsa..
Boh: Oke, pak. Terima kasih atas "petunjuk"nya...
Sejak itulah di kalangan pejuang Gorut istilah "petunjuk" memiliki makna yang lain. Misalnya saja, ketika ada di antara mereka yang akan pergi jalan-jalan, maka kawan-kawannya akan berkata, "Wah.... sojalan-jalan pooli ente 'e.... So dapa "petunjuk" darimana pooli ini?".
Jawabnya juga gampang, "Ah, bo dapa sengongo' ini potunjuk sup...."
Gorontalo and E-Gov
Jerry Montoliang
6 Des 06
Di era tahun 2000-an saat ini, tuntutan masyarakat adalah pemerintah yang harus memiliki waktu layanan yang cepat terhadap berbagi kebutuhan publik. Dengan kata lain, mereka tidak peduli bagaimana pemerintah mengorganisasikan dirinya, melainkan proses layanan yang diharapkan oleh masyarakat dapat diberikan secara baik, cepat, dan ekonomis. Inilah fenomena yang beredar di masyarakat.
Contoh dari fenomena di atas yang sering ditemukan adalah seringnya masyarakat mengeluh atas lambatnya layanan pengurusan administratif baik tingkat paling bawah (RT/RW, kelurahan bahkan sampai ke tingkat provinsi sekalipun), kurang adanya layanan akan kebutuhan masyarakat, tidak tercovernya seluruh kebutuhan masyarakat. Hal inilah yang patut dipertimbangkan solusinya. Di sinilah saatnya pemerintah mempertimbangkan berbagai hal dalam meningkatkan layanannya ke masyarakat.
Salah satu solusi alternatif dari permasalahan di atas adalah menerapkan sebuah layanan informasi kepada masyarakat yang nantinya dapat mengcover sebagian atau bahkan keseluruhan kebutuhan masyarakat akan informasi yang dibutuhkan. Sesuai topik di atas yakni OPTIMALISASI LAYANAN PUBLIK PEMERINTAHAN GORONTALOBERBASIS E_GOVERNMENT, inilah salah satu alternatif terbaik yang ada saat ini dan terus berkembang sesuai tingkat kebutuhan.
Mengapa E_Government?
Saat ini teknologi informasi merupakan salah satu option yang dapat diunggulkan dalam menunjang berbagai produktifitas sebuah layanan, yang awalnya konvensional dapat di tingkatkan dengan layanan berbasis komputerisasi, guna efisiensi serta efektifitas kerja di samping itu juga ekonomis. Hal ini sudah merupakan kesepakatan semu yang ada serta berkembang saat ini olehnya banyak pihak (pemerintah) di Indonesia yang mulai mengembangkan layanan E_Government-nya untuk dapat mengcover, setidaknya sebagian dari kebutuhan informasi tidak hanya masyarakat lokal melainkan masyarakat international sekalipun.
Sebagai contoh, pemerintah kota Batu dan pemerintah Kab Malang. Ini salah satu contoh kecil daerah-daerah yang telah berhasil dengan layanan E_Government-nya, dimana mereka memberikan layanan yang tidak tangung-tangung bahkan memberanikan untuk transparansi kinerja pemerintah mereka dapat dilihat melalui layanan E_Government.
Olehnya pemerintah Gorontalo pun perlu memikirkan kearah sana melihat kondisi saat ini layanan E_Government yang diterapkan di pemerintah gorontalo belum optimal. Kalo boleh dibilang baru 25% penerapan E_Government yang telah dijalankan oleh pemerintah gorontalo sebagaimana bisa dilihat pada websitepemerintah gorontalo di http://www.gorontalo.go.id hanya sebagian kecil saja informasi yang dapat dilayani melalui website pemerintah Gorontalo yang notabene adalah salah satu bentuk penerpan E_Gov tersebut.
Bagaimana Seharusnya?
Dalam menerapkan E_Government yang optimal perlu beberapa riset khusus namun secara umum E_Government yang baik adalah dapat memfasilitasi berbagai kebutuhan masyarakat akan informasi. Disini perlu diterapkan sebuah pusat interaksi daerah atau sering disebut Citizen Interaction Center (CIC) yang nantinya akan menampung seluruh informasi daerah misalnyaGorontalo, sehingga seluruh informasi akan diproses oleh CIC dan akan mempublishnya ke dalam layananE_Government.
CIC merupakan center informasi yang dapat di akses dengan berbagai macam cara antara laintelp, sms, dan internet. Namun kali ini kita hanya membahas tentang cara melalui Internet dalam hal ini mengunakan fasilitas website. Syarat utama berhasil tidaknya layanan ini (CIC)terletak pada mampu tidaknya pemerintah mengintegrasikan data secara lintas sektoral keseluruhan produk-produk E_Government yang akan ditawarkan oleh institusi-institusi terkait. Dengan kata lain, diperlukan sistem backoffice dalam penanganan ini.
Dikatakan lintas sektoral karena data atau informasi yang akan di publish bukan hanya bersumber dari pemerintah saja, melainkan dari berbagai sumber, misalnya data Dinas pendidikan, Dinas Kebudayaan, Keuangan Daerah, hingga sampai ke Dinas pertanahan sekalipun bahkan tidak menutup kemungkinan sampai ke berbagai dinas-dinas terkait lainnya. Ini akan memberikan warna lain bagi pemerintahan Gorontalo kedepannya.
Apakah hasil yang akan di peroleh dari penerapan E_Government secara maksimal? Banyak hal yang akan diperoleh dengan di optimalkan layanan publik berbasis e_gov ini, misalnya: Efisiensi media layanan ke masyarakat. Ketersediaan sumber informasi yang dapat di akses kapan saja dan dimana saja (selama tersedia koneksi internet, guna akses ke e_government).
Sebagai bukti keseriusan pemerintah serta pihak terkait dalam melayani masyarakat dengan secara total. Sebagai bentuk tranparansi informasi.dan lain sebagainya. Banyak hal yang dapat di peroleh dari penerapan teknologi informasi ke dalam kinerja pemerintah, namun sejauh mana hasil yang akan diperoleh hal ini akan diperoleh dari sejauh mana pemerintah dan pihak-pihakterkait dalam memberikan informasi secara luas dan terbuka.
6 Des 06
Di era tahun 2000-an saat ini, tuntutan masyarakat adalah pemerintah yang harus memiliki waktu layanan yang cepat terhadap berbagi kebutuhan publik. Dengan kata lain, mereka tidak peduli bagaimana pemerintah mengorganisasikan dirinya, melainkan proses layanan yang diharapkan oleh masyarakat dapat diberikan secara baik, cepat, dan ekonomis. Inilah fenomena yang beredar di masyarakat.
Contoh dari fenomena di atas yang sering ditemukan adalah seringnya masyarakat mengeluh atas lambatnya layanan pengurusan administratif baik tingkat paling bawah (RT/RW, kelurahan bahkan sampai ke tingkat provinsi sekalipun), kurang adanya layanan akan kebutuhan masyarakat, tidak tercovernya seluruh kebutuhan masyarakat. Hal inilah yang patut dipertimbangkan solusinya. Di sinilah saatnya pemerintah mempertimbangkan berbagai hal dalam meningkatkan layanannya ke masyarakat.
Salah satu solusi alternatif dari permasalahan di atas adalah menerapkan sebuah layanan informasi kepada masyarakat yang nantinya dapat mengcover sebagian atau bahkan keseluruhan kebutuhan masyarakat akan informasi yang dibutuhkan. Sesuai topik di atas yakni OPTIMALISASI LAYANAN PUBLIK PEMERINTAHAN GORONTALOBERBASIS E_GOVERNMENT, inilah salah satu alternatif terbaik yang ada saat ini dan terus berkembang sesuai tingkat kebutuhan.
Mengapa E_Government?
Saat ini teknologi informasi merupakan salah satu option yang dapat diunggulkan dalam menunjang berbagai produktifitas sebuah layanan, yang awalnya konvensional dapat di tingkatkan dengan layanan berbasis komputerisasi, guna efisiensi serta efektifitas kerja di samping itu juga ekonomis. Hal ini sudah merupakan kesepakatan semu yang ada serta berkembang saat ini olehnya banyak pihak (pemerintah) di Indonesia yang mulai mengembangkan layanan E_Government-nya untuk dapat mengcover, setidaknya sebagian dari kebutuhan informasi tidak hanya masyarakat lokal melainkan masyarakat international sekalipun.
Sebagai contoh, pemerintah kota Batu dan pemerintah Kab Malang. Ini salah satu contoh kecil daerah-daerah yang telah berhasil dengan layanan E_Government-nya, dimana mereka memberikan layanan yang tidak tangung-tangung bahkan memberanikan untuk transparansi kinerja pemerintah mereka dapat dilihat melalui layanan E_Government.
Olehnya pemerintah Gorontalo pun perlu memikirkan kearah sana melihat kondisi saat ini layanan E_Government yang diterapkan di pemerintah gorontalo belum optimal. Kalo boleh dibilang baru 25% penerapan E_Government yang telah dijalankan oleh pemerintah gorontalo sebagaimana bisa dilihat pada websitepemerintah gorontalo di http://www.gorontalo.go.id hanya sebagian kecil saja informasi yang dapat dilayani melalui website pemerintah Gorontalo yang notabene adalah salah satu bentuk penerpan E_Gov tersebut.
Bagaimana Seharusnya?
Dalam menerapkan E_Government yang optimal perlu beberapa riset khusus namun secara umum E_Government yang baik adalah dapat memfasilitasi berbagai kebutuhan masyarakat akan informasi. Disini perlu diterapkan sebuah pusat interaksi daerah atau sering disebut Citizen Interaction Center (CIC) yang nantinya akan menampung seluruh informasi daerah misalnyaGorontalo, sehingga seluruh informasi akan diproses oleh CIC dan akan mempublishnya ke dalam layananE_Government.
CIC merupakan center informasi yang dapat di akses dengan berbagai macam cara antara laintelp, sms, dan internet. Namun kali ini kita hanya membahas tentang cara melalui Internet dalam hal ini mengunakan fasilitas website. Syarat utama berhasil tidaknya layanan ini (CIC)terletak pada mampu tidaknya pemerintah mengintegrasikan data secara lintas sektoral keseluruhan produk-produk E_Government yang akan ditawarkan oleh institusi-institusi terkait. Dengan kata lain, diperlukan sistem backoffice dalam penanganan ini.
Dikatakan lintas sektoral karena data atau informasi yang akan di publish bukan hanya bersumber dari pemerintah saja, melainkan dari berbagai sumber, misalnya data Dinas pendidikan, Dinas Kebudayaan, Keuangan Daerah, hingga sampai ke Dinas pertanahan sekalipun bahkan tidak menutup kemungkinan sampai ke berbagai dinas-dinas terkait lainnya. Ini akan memberikan warna lain bagi pemerintahan Gorontalo kedepannya.
Apakah hasil yang akan di peroleh dari penerapan E_Government secara maksimal? Banyak hal yang akan diperoleh dengan di optimalkan layanan publik berbasis e_gov ini, misalnya: Efisiensi media layanan ke masyarakat. Ketersediaan sumber informasi yang dapat di akses kapan saja dan dimana saja (selama tersedia koneksi internet, guna akses ke e_government).
Sebagai bukti keseriusan pemerintah serta pihak terkait dalam melayani masyarakat dengan secara total. Sebagai bentuk tranparansi informasi.dan lain sebagainya. Banyak hal yang dapat di peroleh dari penerapan teknologi informasi ke dalam kinerja pemerintah, namun sejauh mana hasil yang akan diperoleh hal ini akan diperoleh dari sejauh mana pemerintah dan pihak-pihakterkait dalam memberikan informasi secara luas dan terbuka.
Labels:
artikel,
jerry montoliang,
pemerintahan,
teknologi
Merajut Takdir Kekinian
Ani Sekarningsih
24 Nov 06
Sangat singkat WAKTU dalam akal manusia, tatkala langkahku menapaki tepian danau Limboto, sore 19 Nopember 2006. Begitu indahnya kupaku lanskap seputar Hutadaa dalam kameraku. Namun ketika aku kembali berada di tengah kumpulan manusia aku tak melihat lagi indahnya akan manusia-manusia di manapun aku menengokkan kepala.
Tidak.
Bagaikan dengung tawon banyak orang mengajukan tanya:"Bagaimanakah bentuk negara kita kelak, Bu?" Nanar aku melihat ke dalam mata si penanya. Lalu kupalingkan mataku pada langit biru kelam dimana awan gemawan menari terbang leluasa dengan damainya. Pertanyaan itu menusukkan sembilu yang pedih. Membayangkan takdir cucuku.
Tuhan telah menyusun rangkaian takdir yang apik bagi alam semesta ini. Planet-planet bergulir menurut sistem yang tertib, matahari masih terbit di Timur dan lenggelam di Barat. Musim masih bergulir sesuai waktunya. Bumi yang kita pijak masih bisa ditanami padi, dan gerumbulan ternak masih bisa merumput, serta segala jenis tetumbuhan masih bisa tumbuh subur. Airpun mengalir menghidupkan mahluk-mahluk laut, sungai dan danau. Bumi ini masih menyimpan kekayaan lain: minyak, mas, berlian, gas, uranium. Maka takdir-takdir yang telah disiapkan Tuhan adalah jelas merupakan perbekalan anak manusia untuk menyusun takdir masa depan bagi dirinya.
Fisik manusia dan tingkah [olanya adalah takdir bagi planet bumi.
"Mau lihat masa depan planet atau bangsa ini kelak? Cermati kondisi perkembangan budaya manusia hari ini. Maka itulah masa depan bangsa ini. Semakin AMBURADUL. Mengapa? Karena hampir semua orang tak tahu merajut takdirnya dengan budi luhung. Budaya kita hidup selalu dalam mimpi masa silam. Mari kita tengok keluhan orang banyak. Semasa pemerintahan Bung Karno orang banyak mengeluh: "Alangkah enaknya hidup dizaman "normal" (maksudnya zaman penjajahan Belanda). Kemudian saat Suharto memerintah, orangpun memakinya: "Enakan ketika zaman pemerintahan Sukarno" Lalu kini kita berada pada zaman SBY, orang pun masih berkeluh kesah: “Wahai, ternyata enakan dizaman Suharto ya, daripada zaman SBY."jawabku kering.
Si penanya tercenung.
"Kawan, kita lupa zaman silam hanyalah kenangan yang tak pernah akan kita singgahi kembali. Masa depan adalah tujuan langkah kita bersama. Tetapi budaya yang tertanam tak membiasakan kita untuk hidup dalam masa kini, detik dan jam saat ini. Kita tak terbiasa merencanakan pola takdir masa depan diri sendiri pada saat ini, apalagi masa depan kelompok yang nota bene adalah masa depan takdir bangsa dan negara ini."
Kuambil kameraku, dan aku merasa lebih tentram merekam keindahan takdir-takdir yang telah diciptakanNya dalam rekaman gambar-gambar saat ini....
24 Nov 06
Sangat singkat WAKTU dalam akal manusia, tatkala langkahku menapaki tepian danau Limboto, sore 19 Nopember 2006. Begitu indahnya kupaku lanskap seputar Hutadaa dalam kameraku. Namun ketika aku kembali berada di tengah kumpulan manusia aku tak melihat lagi indahnya akan manusia-manusia di manapun aku menengokkan kepala.
Tidak.
Bagaikan dengung tawon banyak orang mengajukan tanya:"Bagaimanakah bentuk negara kita kelak, Bu?" Nanar aku melihat ke dalam mata si penanya. Lalu kupalingkan mataku pada langit biru kelam dimana awan gemawan menari terbang leluasa dengan damainya. Pertanyaan itu menusukkan sembilu yang pedih. Membayangkan takdir cucuku.
Tuhan telah menyusun rangkaian takdir yang apik bagi alam semesta ini. Planet-planet bergulir menurut sistem yang tertib, matahari masih terbit di Timur dan lenggelam di Barat. Musim masih bergulir sesuai waktunya. Bumi yang kita pijak masih bisa ditanami padi, dan gerumbulan ternak masih bisa merumput, serta segala jenis tetumbuhan masih bisa tumbuh subur. Airpun mengalir menghidupkan mahluk-mahluk laut, sungai dan danau. Bumi ini masih menyimpan kekayaan lain: minyak, mas, berlian, gas, uranium. Maka takdir-takdir yang telah disiapkan Tuhan adalah jelas merupakan perbekalan anak manusia untuk menyusun takdir masa depan bagi dirinya.
Fisik manusia dan tingkah [olanya adalah takdir bagi planet bumi.
"Mau lihat masa depan planet atau bangsa ini kelak? Cermati kondisi perkembangan budaya manusia hari ini. Maka itulah masa depan bangsa ini. Semakin AMBURADUL. Mengapa? Karena hampir semua orang tak tahu merajut takdirnya dengan budi luhung. Budaya kita hidup selalu dalam mimpi masa silam. Mari kita tengok keluhan orang banyak. Semasa pemerintahan Bung Karno orang banyak mengeluh: "Alangkah enaknya hidup dizaman "normal" (maksudnya zaman penjajahan Belanda). Kemudian saat Suharto memerintah, orangpun memakinya: "Enakan ketika zaman pemerintahan Sukarno" Lalu kini kita berada pada zaman SBY, orang pun masih berkeluh kesah: “Wahai, ternyata enakan dizaman Suharto ya, daripada zaman SBY."jawabku kering.
Si penanya tercenung.
"Kawan, kita lupa zaman silam hanyalah kenangan yang tak pernah akan kita singgahi kembali. Masa depan adalah tujuan langkah kita bersama. Tetapi budaya yang tertanam tak membiasakan kita untuk hidup dalam masa kini, detik dan jam saat ini. Kita tak terbiasa merencanakan pola takdir masa depan diri sendiri pada saat ini, apalagi masa depan kelompok yang nota bene adalah masa depan takdir bangsa dan negara ini."
Kuambil kameraku, dan aku merasa lebih tentram merekam keindahan takdir-takdir yang telah diciptakanNya dalam rekaman gambar-gambar saat ini....
Profil Nani Wartabone, Pahlawan Kita
Taufik Polapa
21 Nov 06
Nani Wartabone, (lahir 30 Januari 1907, meninggal 3 Januari 1986), yang dianugerahi gelar "PahlawanNasional Indonesia" pada tahun 2003, adalah putraGorontalo dan tokoh perjuangan dari provinsi yang terletak di Sulawesi Utara itu.
Perjuangannya dimulai ketika ia mendirikan dan menjadi sekretaris Jong Gorontalo di Surabaya pada 1923. Lima tahun kemudian, ia menjadi Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Cabang Gorontalo. Tiga tahun sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, ia bersama masyarakat setempat terlebih dulu memproklamasikan kemerdekaan Gorontalo, yaitu pada tanggal 23 Januari 1942.
Setelah tentara Sekutu dikalahkan Jepang pada Perang Asia-Pasifik, Belanda merencanakan pembumihangusan Gorontalo yang dimulai pada 28 Desember 1941 dengan mulai membakar gudang-gudang kopra dan minyak di Pabean dan Talumolo. Memimpin perlawanan rakyat, Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo mencoba menghalanginya dengan menangkapi para pejabat Belanda yang masih ada di Gorontalo.
Pada 23 Januari, dimulai dari kampung-kampung di pinggiran kota Gorontalo seperti Suwawa, Kabila dan Tamalate, Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo bergerak mengepung kota. Pukul lima subuh Komandan Detasemen Veld Politie WC Romer dan beberapa kepala jawatan yang ada di Gorontalo menyerah.
Proklamasi kemerdekaan
Selesai penangkapan, Nani Wartabone memimpin langsung upacara pengibaran bendera Merah Putih yang diiringi lagu "Indonesia Raya" di halaman Kantor Pos Gorontalo. Peristiwa itu berlangsung pada pukul 10, dan NaniWartabone sebagai inspektur upacaranya. Di hadapan massa rakyat, ia berpidato: "Pada hari ini, tanggal 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini sudah merdeka bebas, lepas dan penjajahan bangsa mana pun juga. Bendera kita yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya. Pemerintahan Belanda sudah diambil oleh Pemerintah Nasional. Agar tetap menjaga keamanan dan ketertiban....dst."
Sore harinya, Nani Wartabone memimpin rapatpembentukan Pucuk Pimpinan Pemerintahan Gorontalo (PPPG) yang berfungsi sebagai Badan Perwakilan Rakyat(BPR) dan Nani dipilih sebagai ketuanya. Empat hari kemudian, Nani Wartabone memobilisasi rakyat dalam sebuah rapat raksasa di Tanah Lapang Besar Gorontalo. Tujuannya adalah mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan itu dengan risiko apapun.
Jepang menguasai Gorontalo
Sebulan sesudah "Proklamasi Kemerdekaan Nasional" di Gorontalo, tentara Jepang mulai mendarat. Pada 26 Februari sebuah kapal perang Jepang yang bertolak dari Manado berlabuh di pelabuhan Gorontalo. Nani Wartabone menyambut baik bala tentara Jepang ini dengan harapan kehadiran mereka akan menolong PPPG.
Ternyata sebaliknya, Jepang justru melarang pengibaran bendera Merah Putih dan menuntut warga Gorontalo bersedia tunduk pada Jepang. Nani Wartabone menolak permintaan ini. Namun karena tidak kuasa melawan Jepang, ia kemudian memutuskan meninggalkan kota Gorontalo dan kembali ke kampung kelahirannya Suwawa, tanpa ada penyerahan kedaulatan.
Di Suwawa Nani Wartabone mulai hidup sederhana dengan bertani. Rakyat yang berpihak kepada Nani Wartabone akhirnya melakukan mogok massal sehingga Gorontalo bagaikan kota mati. Melihat situasi ini, Jepang melalui kaki tangannya melancarkan fitnah, bahwa Nani Wartabone sedang menghasut rakyat berontak kepada Jepang. Akibat fitnah itu, Nani Wartabone akhirnya ditangkap pada 30 Desember 1943 dan dibawa ke Manado.
Di sini, Nani Wartabone mengalami berbagai siksaan. Salah satu siksaan Jepang yang masih melekat dalam ingatan masyarakat Gorontalo hingga saat ini adalah, ketikaNani Wartabone selama sehari semalam ditanam seluruh tubuhnya kecuali bagian kepala di pantai di belakang Kantor Gubernur Sulawesi Utara sekarang. Hampir sehari kepala Nani Wartabone dimainkan ombak dan butir-butir pasir. Nani Wartabone baru dilepaskan Jepang pada 6 Juni 1945, saat tanda-tanda kekalahan Jepang dari Sekutu mulai tampak.
Jepang Kalah
Setelah menyerah kepada Sekutu, Jepang masih tetap menghormati Nani Wartabone sebagai pemimpin rakyat Gorontalo. Ini terbukti dengan penyerahan pemerintahan Gorontalo dari Jepang kepada Nani Wartabone pada tanggal 16 Agustus 1945. Sejak hari itu Sang SakaMerah Putih kembali berkibar di bumi Gorontalo setelah diturunkan Jepang sejak 6 Juni 1942.
Anehnya, setelah penyerahan kekuasaan itu, Nani Wartabone dan rakyatGorontalo tidak mengetahui telah terjadi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta keesokan harinya. Mereka baru mengetahuinya pada 28 Agustus 1945.
Untuk memperkuat pemerintahan nasional di Gorontalo yang baru saja diambil alih dari tangan Jepang itu, Nani Wartabone merekrut 500 pemuda untuk dijadikan pasukan keamanan dan pertahanan. Mereka dibekalidengan senjata hasil rampasan dari Jepang dan Belanda. Pasukan ini dilatih sendiri oleh Nani Wartabone,s edangkan lokasi latihannya dipusatkan di Tabuliti, Suwawa. Wilayah ini sangat strategis, berada di atas sebuah bukit yang dilingkari oleh beberapa bukit kecil, dan bisa memantau seluruh kota Gorontalo.
Ditempat ini pula, raja-raja Gorontalo zaman dahulu membangun benteng-benteng pertahanan mereka. Setelah menerima berita proklamasi di Jakarta, padatanggal 1 September 1945 Nani Wartabone membentuk Dewan Nasional di Gorontalo sebagai badan legislatif untuk mendampingi kepala pemerintahan. Dewan yang beranggotakan 17 orang ini terdiri dari para ulama, tokoh masyarakat dan ketua parpol. G. Maengkom yang pernah menjadi Menteri Kehakiman Rl dan Muhammad Ali yang pernah menjadi Kepala Bea Cukai di Tanjung Priok adalah dua dari 17 orang anggota dewan tersebut.
Ditangkap Belanda
Sayangnya, keadaan ini tidak berlangsung lama karena Sekutu masuk. Bagi Belanda yang memboncengi Sekutu ketika itu, Nani Wartabone adalah ancaman serius bagi niat mereka untuk kembali menjajah Indonesia, khususnya Gorontalo. Mereka berpura-pura mengundang Nani Wartabone berunding pada 30 November 1945 di sebuah kapal perang Sekutu yang berlabuh di pelabuhan Gorontalo, lalu Belanda menawannya.
Nani Wartabone langsung dibawa ke Manado. Di hadapan Pengadilan Militer Belanda di Manado, NaniWartabone dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun dengan tuduhan makar pada tanggal 23 Januari 1942. Dari penjara di Manado, Nani Wartabone dibawa ke Morotai yang kemudian dipindahkah ke penjara Cipinang di Jakarta pada bulan Desember 1946. Hanya sebelas hari di Cipinang, Nani kembali dibawa ke penjara di Morotai. Di sini ia kembali mengalami siksaan fisik yang sangat kejam dari tentara pendudukan Belanda. Dari Morotai, ia dikembalikan lagi ke Cipinang, sampai dibebaskan pada tanggal 23 Januari 1949, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia.
Kembali ke Gorontalo
Tanggal 2 Februari 1950, Nani Wartabone kembali menginjakkan kakinya di Gorontalo, negeri yang diperjuangkan kemerdekaannya. Rakyat dan DewanNasional yang berjuang bersamanya menyambut kehadirannya dengan perasaan gembira bercampur haru dan tangis. Kapal Bateku yang membawa Nani Wartabone disambut di tengah laut oleh rakyat Gorontalo. Nani Wartabone kemudian ditandu dari pelabuhan dibawa keliling kota dengan semangat patriotisme. Rakyat kemudian membaiatnya untuk menjadi kepala pemerintahan kembali.
Namun Nani Wartabone menentang bentuk pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS)yang ada pada saat itu. Gorontalo sendiri berada dalam Negara Indonesia Timur. Menurutnya, RIS hanyalah pemerintahan boneka yang diinginkan Belanda agar Indonesia tetap terpecah dan mudah dikuasai lagi.
Nani Wartabone kembali menggerakkan rakyat Gorontalo dalam sebuah rapat raksasa pada tanggal 6 April 1950.Tujuan rapat raksasa ini adalah menolak RIS dan bergabung dengan NKRI. Peristiwa ini menandakan, bahwaGorontalo adalah wilayah Indonesia pertama yang menyatakan menolak RIS.
Pada periode ini hingga tahun 1953, Nani Wartabone dipercaya mengemban beberapa jabatan penting, diantaranya kepala pemerintahan di Gorontalo, Penjabat Kepala Daerah Sulawesi Utara, dan anggota DPRD Sulawesi Utara. Selepas itu, Nani Wartabone memilih tinggal di desanya, Suwawa. Di sini ia kembali turun ke sawah dan ladang dan memelihara ternak layaknya petani biasa di daerah terpencil.
Melawan Permesta
Ketenangan hidup Nani Wartabone sebagai petani kembali terusik, ketika PRRI/PERMESTA mengambil alih kekuasaan di Gorontalo setelah Letkol Ventje Sumual dan kawan-kawannya memproklamasikan pemerintahan PRRI/PERMESTA di Manado pada bulan Maret 1957. Jiwa patriotisme Nani Wartabone kembali bergejolak. Ia kembali memimpin massa rakyat dan pemuda untuk merebut kembali kekuasaan PRRI/PERMESTA di Gorontalo dan mengembalikannya ke pemerintahan pusat di Jakarta.
Sayangnya, pasukan Nani Wartabone masih kalah kuat persenjataanya dengan pasukan pemberontak. Oleh karena itu, ia bersama keluarga dan pasukannya terpaksa masuk keluar hutan sekedar menghindar dari sergapan tentara pemberontak. Saat bergerilya inilah, pasukan Nani Wartabone digelari "Pasukan Rimba".
Berbagai cara dilakukan Nani Wartabone agar bisa mendapat bantuan senjata dan pasukan dari Pusat. Baru pada bulan Ramadhan 1958 datang bantuan pasukan tentara dari Batalyon 512 Brawijaya yang dipimpin oleh Kapten Acub Zaenal dan pasukan dari Detasemen 1 Batalyon 715 Hasanuddin yang dipimpin oleh Kapten Piola Isa.
Berkat bantuan kedua pasukan dari JawaTimur dan Sulawesi Selatan inilah, Nani Wartabone berhasil merebut kembali pemerintahan di Gorontalo dari tangan PRRI/PERMESTA pada pertengahan Juni 1958.
Setelah PRRI/PERMESTA dikalahkan di Gorontalo itu, Nani Wartabone kembali dipercaya memangku jabatan-jabatan penting. Misalnya, sebagai Residen Sulawesi Utara di Gorontalo, lalu anggota DPRGR sebagai utusan golongan tani. Setelah peristiwa G30S tahun 1965, Nani Wartabone kembali berdiri di barisan depan rakyat Gorontalo guna mengikis habis akar-akar komunisme di wilayah itu.
Nani Wartabone yang pernah menjadi anggota MPRS Rl, anggota Dewan Perancang Nasional dan anggota DPA itu, akhirnya menutup mata bersamaan dengan berkumandangnya azan shalat Jumat pada tanggal 3 Januari 1986, sebagai seorang petani di desa terpencil, Suwawa, Gorontalo.
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri menyerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Nani Wartabone melalui ahli warisnya yang diwakili oleh salah seorang anak laki-lakinya, Hi Fauzi Wartabone, di Istana Negara, pada tanggal 7November 2003. Wartabone ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor085/TK/Tahun 2003 tertanggal 6 November 2003. Untuk mengenang perjuangannya di kota Gorontalo dibangun Tugu Nani Wartabone untuk mengingatkan masyarakat Gorontalo akan peristiwa bersejarah 23 Januari 1942 itu
(Sumber dari beberapa Buku)
21 Nov 06
Nani Wartabone, (lahir 30 Januari 1907, meninggal 3 Januari 1986), yang dianugerahi gelar "PahlawanNasional Indonesia" pada tahun 2003, adalah putraGorontalo dan tokoh perjuangan dari provinsi yang terletak di Sulawesi Utara itu.
Perjuangannya dimulai ketika ia mendirikan dan menjadi sekretaris Jong Gorontalo di Surabaya pada 1923. Lima tahun kemudian, ia menjadi Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Cabang Gorontalo. Tiga tahun sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, ia bersama masyarakat setempat terlebih dulu memproklamasikan kemerdekaan Gorontalo, yaitu pada tanggal 23 Januari 1942.
Setelah tentara Sekutu dikalahkan Jepang pada Perang Asia-Pasifik, Belanda merencanakan pembumihangusan Gorontalo yang dimulai pada 28 Desember 1941 dengan mulai membakar gudang-gudang kopra dan minyak di Pabean dan Talumolo. Memimpin perlawanan rakyat, Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo mencoba menghalanginya dengan menangkapi para pejabat Belanda yang masih ada di Gorontalo.
Pada 23 Januari, dimulai dari kampung-kampung di pinggiran kota Gorontalo seperti Suwawa, Kabila dan Tamalate, Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo bergerak mengepung kota. Pukul lima subuh Komandan Detasemen Veld Politie WC Romer dan beberapa kepala jawatan yang ada di Gorontalo menyerah.
Proklamasi kemerdekaan
Selesai penangkapan, Nani Wartabone memimpin langsung upacara pengibaran bendera Merah Putih yang diiringi lagu "Indonesia Raya" di halaman Kantor Pos Gorontalo. Peristiwa itu berlangsung pada pukul 10, dan NaniWartabone sebagai inspektur upacaranya. Di hadapan massa rakyat, ia berpidato: "Pada hari ini, tanggal 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini sudah merdeka bebas, lepas dan penjajahan bangsa mana pun juga. Bendera kita yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya. Pemerintahan Belanda sudah diambil oleh Pemerintah Nasional. Agar tetap menjaga keamanan dan ketertiban....dst."
Sore harinya, Nani Wartabone memimpin rapatpembentukan Pucuk Pimpinan Pemerintahan Gorontalo (PPPG) yang berfungsi sebagai Badan Perwakilan Rakyat(BPR) dan Nani dipilih sebagai ketuanya. Empat hari kemudian, Nani Wartabone memobilisasi rakyat dalam sebuah rapat raksasa di Tanah Lapang Besar Gorontalo. Tujuannya adalah mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan itu dengan risiko apapun.
Jepang menguasai Gorontalo
Sebulan sesudah "Proklamasi Kemerdekaan Nasional" di Gorontalo, tentara Jepang mulai mendarat. Pada 26 Februari sebuah kapal perang Jepang yang bertolak dari Manado berlabuh di pelabuhan Gorontalo. Nani Wartabone menyambut baik bala tentara Jepang ini dengan harapan kehadiran mereka akan menolong PPPG.
Ternyata sebaliknya, Jepang justru melarang pengibaran bendera Merah Putih dan menuntut warga Gorontalo bersedia tunduk pada Jepang. Nani Wartabone menolak permintaan ini. Namun karena tidak kuasa melawan Jepang, ia kemudian memutuskan meninggalkan kota Gorontalo dan kembali ke kampung kelahirannya Suwawa, tanpa ada penyerahan kedaulatan.
Di Suwawa Nani Wartabone mulai hidup sederhana dengan bertani. Rakyat yang berpihak kepada Nani Wartabone akhirnya melakukan mogok massal sehingga Gorontalo bagaikan kota mati. Melihat situasi ini, Jepang melalui kaki tangannya melancarkan fitnah, bahwa Nani Wartabone sedang menghasut rakyat berontak kepada Jepang. Akibat fitnah itu, Nani Wartabone akhirnya ditangkap pada 30 Desember 1943 dan dibawa ke Manado.
Di sini, Nani Wartabone mengalami berbagai siksaan. Salah satu siksaan Jepang yang masih melekat dalam ingatan masyarakat Gorontalo hingga saat ini adalah, ketikaNani Wartabone selama sehari semalam ditanam seluruh tubuhnya kecuali bagian kepala di pantai di belakang Kantor Gubernur Sulawesi Utara sekarang. Hampir sehari kepala Nani Wartabone dimainkan ombak dan butir-butir pasir. Nani Wartabone baru dilepaskan Jepang pada 6 Juni 1945, saat tanda-tanda kekalahan Jepang dari Sekutu mulai tampak.
Jepang Kalah
Setelah menyerah kepada Sekutu, Jepang masih tetap menghormati Nani Wartabone sebagai pemimpin rakyat Gorontalo. Ini terbukti dengan penyerahan pemerintahan Gorontalo dari Jepang kepada Nani Wartabone pada tanggal 16 Agustus 1945. Sejak hari itu Sang SakaMerah Putih kembali berkibar di bumi Gorontalo setelah diturunkan Jepang sejak 6 Juni 1942.
Anehnya, setelah penyerahan kekuasaan itu, Nani Wartabone dan rakyatGorontalo tidak mengetahui telah terjadi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta keesokan harinya. Mereka baru mengetahuinya pada 28 Agustus 1945.
Untuk memperkuat pemerintahan nasional di Gorontalo yang baru saja diambil alih dari tangan Jepang itu, Nani Wartabone merekrut 500 pemuda untuk dijadikan pasukan keamanan dan pertahanan. Mereka dibekalidengan senjata hasil rampasan dari Jepang dan Belanda. Pasukan ini dilatih sendiri oleh Nani Wartabone,s edangkan lokasi latihannya dipusatkan di Tabuliti, Suwawa. Wilayah ini sangat strategis, berada di atas sebuah bukit yang dilingkari oleh beberapa bukit kecil, dan bisa memantau seluruh kota Gorontalo.
Ditempat ini pula, raja-raja Gorontalo zaman dahulu membangun benteng-benteng pertahanan mereka. Setelah menerima berita proklamasi di Jakarta, padatanggal 1 September 1945 Nani Wartabone membentuk Dewan Nasional di Gorontalo sebagai badan legislatif untuk mendampingi kepala pemerintahan. Dewan yang beranggotakan 17 orang ini terdiri dari para ulama, tokoh masyarakat dan ketua parpol. G. Maengkom yang pernah menjadi Menteri Kehakiman Rl dan Muhammad Ali yang pernah menjadi Kepala Bea Cukai di Tanjung Priok adalah dua dari 17 orang anggota dewan tersebut.
Ditangkap Belanda
Sayangnya, keadaan ini tidak berlangsung lama karena Sekutu masuk. Bagi Belanda yang memboncengi Sekutu ketika itu, Nani Wartabone adalah ancaman serius bagi niat mereka untuk kembali menjajah Indonesia, khususnya Gorontalo. Mereka berpura-pura mengundang Nani Wartabone berunding pada 30 November 1945 di sebuah kapal perang Sekutu yang berlabuh di pelabuhan Gorontalo, lalu Belanda menawannya.
Nani Wartabone langsung dibawa ke Manado. Di hadapan Pengadilan Militer Belanda di Manado, NaniWartabone dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun dengan tuduhan makar pada tanggal 23 Januari 1942. Dari penjara di Manado, Nani Wartabone dibawa ke Morotai yang kemudian dipindahkah ke penjara Cipinang di Jakarta pada bulan Desember 1946. Hanya sebelas hari di Cipinang, Nani kembali dibawa ke penjara di Morotai. Di sini ia kembali mengalami siksaan fisik yang sangat kejam dari tentara pendudukan Belanda. Dari Morotai, ia dikembalikan lagi ke Cipinang, sampai dibebaskan pada tanggal 23 Januari 1949, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia.
Kembali ke Gorontalo
Tanggal 2 Februari 1950, Nani Wartabone kembali menginjakkan kakinya di Gorontalo, negeri yang diperjuangkan kemerdekaannya. Rakyat dan DewanNasional yang berjuang bersamanya menyambut kehadirannya dengan perasaan gembira bercampur haru dan tangis. Kapal Bateku yang membawa Nani Wartabone disambut di tengah laut oleh rakyat Gorontalo. Nani Wartabone kemudian ditandu dari pelabuhan dibawa keliling kota dengan semangat patriotisme. Rakyat kemudian membaiatnya untuk menjadi kepala pemerintahan kembali.
Namun Nani Wartabone menentang bentuk pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS)yang ada pada saat itu. Gorontalo sendiri berada dalam Negara Indonesia Timur. Menurutnya, RIS hanyalah pemerintahan boneka yang diinginkan Belanda agar Indonesia tetap terpecah dan mudah dikuasai lagi.
Nani Wartabone kembali menggerakkan rakyat Gorontalo dalam sebuah rapat raksasa pada tanggal 6 April 1950.Tujuan rapat raksasa ini adalah menolak RIS dan bergabung dengan NKRI. Peristiwa ini menandakan, bahwaGorontalo adalah wilayah Indonesia pertama yang menyatakan menolak RIS.
Pada periode ini hingga tahun 1953, Nani Wartabone dipercaya mengemban beberapa jabatan penting, diantaranya kepala pemerintahan di Gorontalo, Penjabat Kepala Daerah Sulawesi Utara, dan anggota DPRD Sulawesi Utara. Selepas itu, Nani Wartabone memilih tinggal di desanya, Suwawa. Di sini ia kembali turun ke sawah dan ladang dan memelihara ternak layaknya petani biasa di daerah terpencil.
Melawan Permesta
Ketenangan hidup Nani Wartabone sebagai petani kembali terusik, ketika PRRI/PERMESTA mengambil alih kekuasaan di Gorontalo setelah Letkol Ventje Sumual dan kawan-kawannya memproklamasikan pemerintahan PRRI/PERMESTA di Manado pada bulan Maret 1957. Jiwa patriotisme Nani Wartabone kembali bergejolak. Ia kembali memimpin massa rakyat dan pemuda untuk merebut kembali kekuasaan PRRI/PERMESTA di Gorontalo dan mengembalikannya ke pemerintahan pusat di Jakarta.
Sayangnya, pasukan Nani Wartabone masih kalah kuat persenjataanya dengan pasukan pemberontak. Oleh karena itu, ia bersama keluarga dan pasukannya terpaksa masuk keluar hutan sekedar menghindar dari sergapan tentara pemberontak. Saat bergerilya inilah, pasukan Nani Wartabone digelari "Pasukan Rimba".
Berbagai cara dilakukan Nani Wartabone agar bisa mendapat bantuan senjata dan pasukan dari Pusat. Baru pada bulan Ramadhan 1958 datang bantuan pasukan tentara dari Batalyon 512 Brawijaya yang dipimpin oleh Kapten Acub Zaenal dan pasukan dari Detasemen 1 Batalyon 715 Hasanuddin yang dipimpin oleh Kapten Piola Isa.
Berkat bantuan kedua pasukan dari JawaTimur dan Sulawesi Selatan inilah, Nani Wartabone berhasil merebut kembali pemerintahan di Gorontalo dari tangan PRRI/PERMESTA pada pertengahan Juni 1958.
Setelah PRRI/PERMESTA dikalahkan di Gorontalo itu, Nani Wartabone kembali dipercaya memangku jabatan-jabatan penting. Misalnya, sebagai Residen Sulawesi Utara di Gorontalo, lalu anggota DPRGR sebagai utusan golongan tani. Setelah peristiwa G30S tahun 1965, Nani Wartabone kembali berdiri di barisan depan rakyat Gorontalo guna mengikis habis akar-akar komunisme di wilayah itu.
Nani Wartabone yang pernah menjadi anggota MPRS Rl, anggota Dewan Perancang Nasional dan anggota DPA itu, akhirnya menutup mata bersamaan dengan berkumandangnya azan shalat Jumat pada tanggal 3 Januari 1986, sebagai seorang petani di desa terpencil, Suwawa, Gorontalo.
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri menyerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Nani Wartabone melalui ahli warisnya yang diwakili oleh salah seorang anak laki-lakinya, Hi Fauzi Wartabone, di Istana Negara, pada tanggal 7November 2003. Wartabone ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor085/TK/Tahun 2003 tertanggal 6 November 2003. Untuk mengenang perjuangannya di kota Gorontalo dibangun Tugu Nani Wartabone untuk mengingatkan masyarakat Gorontalo akan peristiwa bersejarah 23 Januari 1942 itu
(Sumber dari beberapa Buku)
Labels:
artikel,
kepemimpinan,
pahlawan,
taufik polapa
Subscribe to:
Posts (Atom)