Saturday, August 11, 2007

Nasib Perempuan Gorontalo

Dewi Dama
13 Des 06


Berikut pendapat saya tentang perempuan Gorontalo. Mohon terlebih dahulu dimaafkan sekiranya ada salah kata or terlalu menjeneralisir karena saya juga masih belajar.

1. Bagaimana Anda melihat eksistensi perempuan Gorontalo sekarang ini? Baguskah? Atau justeru menyedihkan? >>>>> Perlu ada pembanding.

Dulu: Oleh minimnya perhatian para orang tua terhadap pendidikan, pengetahuan para perempuan melulu soal urusan domestik. Perempuan ibarat budak belian, diperistri untuk sepenuhnya tunduk pada suaminya meski dimadu, dijadikan madu, atau dicampakkan. Secuil saja mereka diberdayakan hanya untuk menghafal kalimat-kalimat dogmatis tanpa bisa mengepakkan nalarnya. Perempuan nyaris tak pusing berorganisasi dan umumnya memiliki kelompok perkawanan atas nama status social (wala’ita yi’o). Perempuan dulu lebih senang berbahasa Gorontalo, mengolah penganan dari hasil pangan milik keluarganya, mohuyula molobu’a pale e’elenggengiyo wala’o didingga limongoliyo (mohutu tutulu, duduli, nasi bulu,dll)

Sekarang: Wanita eksis bo'. Jumlah perempuan selalu mendominasi ruang kelas-kelas dari TK- PT (pendidikan), meski keberadaannya di ruang politik dan manajerial masih minoritas. Soal kualitasnya, hhmmm, saya tak berani menjustifikasi, kecuali atas dasar hasil penelitian. Kartini kini prihatin dengan perempuan-perempuan yang 'mampu' lebih banyak mengedepankan dandanan/busana ketimbang mengasah ilmu pengetahuan meski Kartini tahu benar, it’s just a matter of choice and chance. Fakta lain, salah satu keajaiban perempuan, adalah menjadi penyebab dan target inovasi (macam-macamlah, simak saja iklan). Perubahan kulturnya lumayan. Akibat perkembangan teknologi dan peningkatan fasilitas hidup, secara pelan (incremental) merubah cara pandang dan gaya hidup perempuan kita. Contohnya, tak sedikit perempuan yang enggan dimadu bahkan semakin percaya diri menggugat cerai suaminya. Dulu, mana berani perempuan protes. Saya kira, asumsi bahwa perempuan sekarang suka nuntut ini-itu, relatif kebenarannya. Bisa aja asumsinya dari pihak yang terusik privasinya saja. .

2. Apa harapan Anda terhadap pemerintahan (Fadel-Gusnar periode kedua,khususnya), terutama mengenai kebijakan mereka untuk kaum perempuandan anak-anak?

a) It’s all about money! Anggaran pendidikan dan kesehatan mesti prioritaslah. Siswa SLTA saja pikirannya dah jauh ke sana. Jangan tunggu anak TK yang nuntut peningkatan pendidikan.
b) Money is nonsense without achievement. Kebijakan jelas. skopnya setiap tahun ditetapkan, pengawasan dan pertanggungjawabannya credible dan berkelanjutan. Mis: beasiswa untuk peningkatan kualitas pendidikan umumnya atau kursus keterampillan mereka yg putus sekolah. (Beasiswa luar negeri semakin banyak membuka peluang untuk Studi Gender, Pendidikan, Lingkungan, dll. Seandainya pemerintah bekerja sama dgn Perguruan tinggi untuk mengalokasikan dana untuk test TOEFL/IELTS yang mahal itu bagi para pelamar beasiswa, tentu kesempatan pendidikan di LN makin bagus.)
c) Di imej saya, sejak 5 thn lalu para penanam modal sudah masuk Gorontalo. Please, mestinya lapangan kerja (usaha kerja) bagi kaum perempuan kita semakin dibuka karena banyak kok yang sibuk cari tambahan nafkah untuk keluarganya. Sifat manusia kan kalo dipenuhi hak aktualisasi dirinya, ia akan stay cool ..iya kan?

3. Apa persoalan mendasar perempuan Gorontalo, dan bagaimana langkahkongkrit yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah itu? Program jangka panjang boleh, jangka pendek juga boleh....

v Pendidikan
Ø buta huruf: kampanye pendidikan terpadu melalui sekolah, tempat ibadah, iklan (multimedia), poster.
Ø keluarga yatim: bantuan dana biaya sekolah (gratis).
Ø kesempatan pengembangan diri: kursus keterampilan workshop, mentor, dll. Para guru/pegawai berprestasi, olahragawan berprestasi, alumni PT berprestasi, seniman dan keluarga berprestasi dll, perlu memperoleh dukungan pemerintah seperti di undang saat upacara besar, di sediakan kesempatan untuk ‘talk show’ untuk masukan ke masyarakat, diikutkan dalam parade penting, disalurkan aspirasinya, bukan sekedar diberi “petunjuk” (istilah le Boh cerita Elnino).

v kesehatan
Ø ibu hamil dan menyusui: imunisasi ibu dan balita ,kampanye kesehatan terpadu: simulasi, poster.
Ø keluarga berpenghasilan rendah: bantuan pengembangan usaha, layanan gratis di puskesms dan sekolah. pelatihan keterampilan keluarga: boga, kebun hijau, dll
Ø kenyamanan kerja pegawai: Inovasi Bimbingan dan Konseling, peningkatan insentif kerja lembur/jaga malam.

v pengangguran
Ø meningkatkan pengetahuan para perempuan tentang usaha kerja sesuai ‘core competence’ masing2 daerah tk.II (agropolitan, maritim, dll.)
Ø menyediakan lapangan kerja/modal: memediasi pekerja dan pasaran (e-gov), menarik investor (perusahaan), akses informasi bisnis.

v Kesejahteraan sosial & hiburan
Ø tuntutan kebutuhan hidup: pasar murah menjelang hari-hari besar, inventarisir agen-agen minyak tanah, dll.
Ø stres: 1) layar tancep di desa-desa, selain itu, 2) merangsang pengembangan keterampilan, seni dan budaya: karawo kait, tari-tarian, dll. Dulu, sewaktu SD, organisasi seperti karang taruna sangat diberdayakan di kampung-kampung untuk kegiatan lomba. Saban pergelaran seni, yang pesertanya kebanyakan siswa SD/SMP, para Ibu sibuk melibatkan diri. Ada yang seketika jadi pelatih tari-tarian, vocal group, dll. Saya ingat betul kegigihan hati para pembinanya, ceria bersama anak-anak peserta lomba. Padahal kalo di cek ricek, di antara para ibu itu, beberapa ‘ja’o ijazah to ulu’u”, tapi, begitulah. Jempol untuk mereka. Hebat!!

No comments: