Monday, July 23, 2007

Nama Gorontalo Kembali Harum di Amerika

Rahman Dako
18 Mar 2006


Nama Gorontalo kembali disebut-sebut di Amerika Serikat. Kali ini yang membawanya adalah Ehito Kimura dari Departemen Ilmu Politik University of Wisconsin – Madison. Hari ini (17/3) jam 12.30 waktu Hawaii, Ehito memberikan presentasi selama 1,5 jam di hadapan para Professor dan mahasiswa pasca sarjana dari lintas Departemen di University of Hawaii.

Presentasi Ehito adalah rangkaian dari proses pemilihan calon professor di Departemen Ilmu Politik di Univerity of Hawaii. Proses pemilihan ini persis sama dengan pemilihan di departemen Geography yang saya pernah tulis dimilist ini dengan judul Pemilihan Dosen. Tahun ini Political Sciences Department, University of Hawaii sedang mencari ahli politik Indonesia karena departemen ini akan membuka jurusan baru, jurusan Politik Indonesia. Indonesia telah dikenal luas oleh Departemen Ilmu Politik di Univesity of Hawaii karena departemen ini turut serta menelorkan beberapa tokoh politik nasional seperti Ryas Rasyid, A.S Hikam dan Mochtar Pabotinggi.

Ehito membuka presentasinya dengan foto demonstrasi warga Gorontalo yang membawa spanduk “Tomini Raya Yes, Sulut No”. Dalam presentasi dengan judul “Provincial Proliferation, Territorial Politics in Post-Authoritarian Indonesia”, Ehito menjelaskan bagaimana proses pembentukan Gorontalo. Ehito mengakui bahwa dalam meneliti pemekaran Provinsi di Indonesia, ia paling banyak menghabiskan waktunya untuk meneliti proses pemekaran di Gorontalo. Ehito mengaku sedang berada di Gorontalo pada waktu MTQ tingkat Nasional di Limboto beberapa waktu lalu.

Selain Gorontalo, fokus penelitiannya yang lain adalah Provinsi Kepulauan Riau, Irjabar, Banten, dan Bangka Belitung. Ehito, yang sempat berdiskusi dengan saya sehari sebelum presentasi, mengakui bahwa proses pembentukan Provinsi Gorontalo adalah paling aman dan “very smooth” dibandingkan dengan provinsi lain. Salah satu yang membedakan antara pembentukan Provinsi Gorontalo dengan Riau dan Irjabar misalnya adalah karena Gorontalo tidak menggunakan isu “merdeka” dalam gerakannya.

Dalam presentasinya Ehito menyebut-nyebut 3 tokoh pembentukan Provinsi Gorontalo yaitu Nelson Pomalingo, Roem Kono dan Almarhum Nasir Mooduto. Dia juga menyinggung keterlibatan semua elemen masyarakat dan mahasiswa dalam gerakan pembentukan Provinsi Gorontalo, serta bagaimana proses bottom-up dan top-down terjadi.

Ehito melihat terbentuknya provinsi Gorontalo dari beberapa argumen antara lain proses transisi politik di Indonesia, koalisi vertikal antara pusat dan daerah, serta konstruksi sosial. Transisi politik yang dimaksud adalah proses reformasi disusul dengan desentralisasi di Indonesia sehingga mendorong tuntutan rakyat tingkat bawah untuk menjadi provinsi.

Koalisi vertikal adalah koalisi antara pejabat dan politisi di pusat dan di daerah misalnya peran tokoh-tokoh partai Golkar dan partai lainnya. Sedangkan konstruksi sosial menurut Ehito adalah bagaimana harapan-harapan baru dibangun, diwacanakan dan dibentuk dengan membandingkan kondisi masyarakat Gorontalo sewaktu masih dengan Sulawesi Utara serta perbedaan budaya dan agama.

Dari hasil penelitiannya, Ehito menyatakan bahwa wacana “marginalisasi” atau penganaktirikan Gorontalo dari provinsi induk Sulut dari oleh sistem politik, ekonomi dan sosial yang didominasi oleh suku Minahasa, juga merupakan salah satu argumen yang mendorong proses pembentukan provinsi Gorontalo. Tetapi perbedaan-perbedaan diatas tidak sempat membuat orang Gorontalo berbuat anarkis seperti gambaran kebanyakan media Barat tentang daerah Islam di tempat lain. Penggunaan nama tokoh-tokoh besar “asal” Gorontalo seperti B.J. Habibie, Wiranto, dan Gobel juga turut serta memompa semangat untuk membentuk provinsi baru.

Saat ditanya mengenai kemungkinan Indonesia akan terpecah-pecah menjadi “negara” baru, Ehito menepik argumen tersebut dengan memberi contoh negara Philipina. Menurut Ehito, ini justru membangkitkan semangat baru masyarakat dalam membangun Gorontalo untuk membangun persatuan Indonesia. Dia memberi contoh misalnya dengan mulai terjalinnya banyaknya investasi yang berdatangan di Gorontalo. Meskipun Ehito mengakui bahwa pembentukan provinsi mengharuskan pemerintah mengeluarkan dana ekstra, tetapi juga dengan pembentukan provinsi akan terjadi efisiensi ekonomi dan efisiensi demokrasi.

Beberapa orang peserta seminar menyatakan kekagumannya atas presentasi Ehito, dan beberapa mahasiswa pasca sarjana yakin Ehito akan terpilih menjadi Professor di University of Hawaii. Selamat buat Ehito dan terutama buat Provinsi Gorontalo.

No comments: