Friday, August 10, 2007

Korupsi Berjamaah

Ramang H. Demolingo
7 Sept 2006


Kita hampir paripurna menjadi bangsa yang porak poranda. Terbungkuk dibebani hutang, dan merayap melata sengsara di dunia. Jumlah penganggur empat puluh juta orang, anak-anak yang tak bisa bersekolah sebelas juta murid, pecandu narkoba enam juta anak muda, pengungsi perang saudara sejuta orang, dan VCD koitus beredar dua puluh juta keping. Kriminalitas merebak di setiap tikungan jalan dan beban hutang di bahu 1.600 trilyun rupiah... Sedikit mengutip dari Bapak Taufik Ismail. Semoga berkenan.

Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol di ruang tamu Kantor Pegadaian Jagat Raya, dan di punggung kita dicap sablon besar-besar Tahanan IMF dan Penunggak Bank Dunia. Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu, menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya.
Ketika TKW-TKI itu pergi, lihatlah mereka bersukacita. Antri penuh harapan dan angan-angan di pelabuhan di bandara. Ketika pulang, lihat mereka berdukacita karena majikan mungkir tidak membayar gaji, banyak yang disiksa malah diperkosa, dan pada jam pertama mendarat di negeri sendiri diperas pula.

Negeri kita tidak merdeka lagi. Kembali menjadi negeri jajahan. Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku. Dulu penjajah kita satu negara, kini penjajah multi- kolonialis banyak bangsa. Mereka berdasi sutra, ramah-tamah luar biasa dan banyak senyumnya. Makin banyak kita meminjam uang, mereka makin gembira karena leher kita makin mudah mereka patahkan.

Industri Korupsi
Di negeri kita ini, prospek industri bagus sekali. Berbagai format perindustrian sangat menjanjikan, begitu laporan penelitian. Nomor satu yang paling wahid dan hari depannya penuh janji, adalah industri korupsi. Hal ini didukung dengan telah hilangnya batas halal haram sejak lama. Ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.

Bergerak ke kiri tertabrak copet. Bergerak ke kanan tersenggol jambret. Berjalan di depan dikuasai maling, sementara jalan di belakang penuh tukang peras. Sedangkan di atas tukang tindas. Untuk bisa bertahan berakal waras saja di Indonesia, sudah untung. Penamaan koruptor sudah tidak menggigit lagi, istilah korupsi sudah pudar dalam arti. Lebih baik kita memakai istilah maling. Koruptor udah merajai daerah.

Lihatlah para maling itu kini mencuri secara berjamaah.Contoh kasus yang belum lama ini adalah korupsi berjamaah yg di lakukan oleh Amir Viola Isa bersama Gubernurnya. Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur berdisiplin dan sangat khusyu'. Begitu rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya. Begitu sistematik prosedurnya tak mungkin engkau menggoncangnya. Begitu hebat kerjasamanya, mana bisa engkau menyabotnya. Begitu khusyu'nya sehingga engkau mengira mereka beribadah. Kemudian kita bertanya, mungkinkah ada maling yang istiqomah?

Lihatlah jumlah mereka, berpuluh tahun lamanya, membentang dari depan sampai ke belakang, melimpah dari atas sampai ke bawah, dan merambah panjang membentuk deretan saf jamaah. Jamaah ini lintas agamia, lintas suku dan lintas jenis kelamin.

Bagaimana Caranya?
Bagaimana melawan maling yang mencuri secara berjamaah? Bagaimana mereka menangkap maling yang prosedur pencuriannya malah dilindungi dari atas sampai ke bawah? Dan yang melindungi mereka itu, temyata, merupakan bagian dari mereka yang pegang senjata dan memerintah. Bagaimana ini?

Tangan kiri jemaah ini menandatangani disposisi MOU dan MUO (Mark Up Operation), tangan kanannya membuat yayasan beasiswa, asrama yatim piatu, dan sekolahan. Kaki kiri jamaah ini mengais-ngais upeti ke sana ke mari, kaki kanannya bersedekah, pergi umrah dan naik haji. Otak kirinya merancang prosentasi komisi dan pemotongan anggaran, otak kanannya bezakat harta, bertaubat nasuha, dan memohonkan ampunan Tuhan.

Bagaimana caranya melawan maling begini yang mencuri secara berjamaah? Jamaahnya kukuh seperti dinding keraton, tak mempan dihantam gempa dan banjir bandang, malahan mereka juru tafsir peraturan dan merancang undang-undang, penegak hukum sekaligus penggoyang hukum, berfungsi bergantian.

Bagaiman caranya memproses hukum maling-maling yang jumlahnya ratusan ribu, barangkali sekitar satu juta orang ini? Jumlah mereka cukup untuk menjadi sebuah negara mini. Meliputi mereka yang pegang kendali eksekutif, legislatif, yudikatif dan dunia bisnis. Juga mereka yang pegang pistol dan mengendalikan meriam, yang berjas dan berdasi. Bagaimana caranya?
Mau diperiksa dan diusut secara hukum?

* Mau didudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan?
* Mau didatangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman?
* Hakim dan Jaksa yang bersih dari penyuapan?

Percuma seratus tahun pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkan, Insya Allah tak akan terselesaikan.

Jadi saudaraku, bagaimana caranya? Bagaimana caranya supaya mereka mau dibujuk, dibujuk, dibujuk agar bersedia mengembalikan jarahan yang berpuluh tahun, dan turun temurun sudah mereka kumpulkan. Kita doakan Allah membuka hati mereka, terutama karena terbanyak dari mereka orang yang sholat juga, orang yang berpuasa juga, orang yang berhaji juga. Kita bujuk baik-baik dan kita doakan mereka.

Celakanya, jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita, ada hubungan darah atau teman sekolah, maka kita cenderung tutup mata, tak sampai hati menegurnya. Celakanya, bila di antara jemaah maling itu ada orang partai kita, orang seagama atau sedaerah, kita cenderung menutup-nutupi fakta, lalu dimakruh-makruhkan dan diam-diam berharap semoga kita mendapatkan cipratan harta tanpa ketahuan.

Maling-maling ini adalah kawanan anai-anai dan rayap sejati. Dan lihat kini jendela dan pintu rumah Indonesia dimakan rayap. Kayu kusen, tiang, kasau, jeriau rumah Indonesia dimakan anai- anai. Dinding, langit-langit, lantai rumah Indonesia digerogoti rayap. Tempat tidur, lemari, meja kursi, sofa, televisi rurnah Indonesia dijarah anai-anai. Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah Indonesia sudah mulai habis dikunyah-kunyah rayap. Rumah Indonesia menunggu waktu, masa rubuhnya yang sempurna.

No comments: