Saturday, August 11, 2007

Kualitas UNG: Orientasi Mahasiswa

Asriyati Nadjamuddin
5 Okt 06


Apakah perubahan IKIP menjadi universitas, dua tahun lalu, kini ada efek positifnya? Atau justeru ada efek negatif? Mengapa? Sederhana saja (ini pandangan hasil produk IKIP lho, bukan UNG). Salah satu efek positifnya, secara psikologis yang kul di IKIP/UNG so boleh berbangga, kalo ada yang ba tanya; alumni mana ? alumni U N G ... Universitas Negeri Gorontalo ... he..he..he. Jurusan apa ? Jurusan Teknik Informatika ......

Pengalaman saya dulu, banyak di antara teman2 seangkatan saya yang mengeluh tentang suratan nasibnya jd mahasiswa di IKIP. Belum lagi ada istilah `penampungan` bagi teman2 yang tidak lulus UMPTN. Selain itu, so banyak dosen yang jadi pejabat kampus (positif ??)
Negatifnya, kebiasaan zaman `dulu` masih terbiasa sampai sekarang ... persoalan MENTAL.

Apa yang seharusnya dilakukan oleh UNG agar menjadi universitas yang terbaik, setidaknya di Sulawesi?

Kata `terbaik` ini masih umum. Kalo terbaik dalam mencetak SDM disisi akademik, pelayanan mahasiswa, dst. Bagi saya, satu hal yg utama bagi kampus adalah bagaimana masyarakat dapat merasakan manfaat kampus dari berbagai sisi kehidupan.

Mungkin lebih dahulu UNG harus jadi referensi utama dalam pembangunan di daerahnya sendiri. Jangan dulu sampai Provinsi, minimal di kawasan berdirinya UNG, yakni KOTA GORONTALO. Selama ini, produk2 pemerintahan Kota nyaris tidak terjamah oleh UNG. Mungkin tidak dilibatkan Pemkot atau memang UNG `yakin dan percaya` apa yang dilakukan Pemkot skaligus DPRD so butul samua.

Terakhir, saat PBK FPMIPA kmarin, saya sempat diundang oleh panitia PBK jd nara sumber, dengan tema Alumni FPMIPA tidak harus menjadi guru. Sebelum diskusi itu, Panitia menyampaikan bahwa di antara sekian banyak mahasiswa yang ada mengkhawatirkan dirinya jadi GURU. Ketika diskusi berlangsung, saya memulai pertanyaan kepada MABA tentang sebenarnya tujuan utama mereka masuk di FPMIPA atau kuliah. Ada yang menjawab, pengen jadi demonstran (mungkin terinspirasi gagahnya mhs dijalanan, maklum anak baru Muda), sebagian besar menjawab spy dpt kerja (maklum standar PNS gol III skarang yg gajix lumayan, harus S1), yang lain hanya senyum2 masam.

Akhirnya, saya gak jadi membahas (tepatnya berkampanye) alumni FPMIPA tidak harus menjadi guru. Bahasan yg sy ambe adalah terkait Perencanaan Diri. Sy mengajak mreka membuat analisis keberadaan dirix masing2 utk kmudian menyusun prencanaan dirix, tp sy mulai tujuan dia hidup apa? target dirinya apa ? Misal kalo dia jd Guru, Guru yg bagaimana ? harus Guru PNSkah, non PNS-kah, PNS yg bgaimana ...dst dengan itu, maka final targetx akan mulai perlahan dituntaskan pada perjalanan kuliahx. Misalnya, utk jd PNS itu harus mahir dan berijazah komputer & bhs inggris. Maka sambil kuliah dia bs nyambi kursus, gak nanti saat perekrutan PNS hrs kluar duit byk spy dpt ijazah komp & bhs inggris. buat kursus ortu gak pnya duit, gmana carax dpt duit byk & halal ? dst....Sy mencoba ngarahin bahwa IKIP/UNG adalah bagian sarana merealisasikan target yg dirumuskan mereka.Entah targetx GURU, PEDAGANG, POLITISI, NELAYAN dst.

Secara pribadi, saya melihat kaum remaja di Gorontalo terlalu banyak menghabiskan waktu dgn hura-hura. Secara umum mereka tidak terarah untuk bagaimana mensetting maupun menyiapkan kehidupan mereka dimasa akan datang. selama ini upaya persiapan yg ada, hanya sisi akademik formal. Makanya jgn heran, salah satu contoh; kebanyakan mahasiswa yg kul di UNG banyak bergantung keuangan sma ortu (walaupun emang kwajiban ortu) ataupun nyambi duit pd berbagai kegiatan kemahasiswaan yg dibuat (walaupun ini gak semua). setelah lulus, menanti jadwal penjaringan PNS. Gak lulus, nunggu penjaringan selanjutnya sambil sibuker ksana kmari, yg jelas ongkos msih tetap ortu.

Sy brhrap kedepan kondisi sperti ini dapat berubah dan bisa lebih baik lg.

No comments: