Wednesday, July 25, 2007

Rangkaian Foto-Foto Kopdar Milis Gorontalo Maju 2020

Matinya Supremasi Hukum di Gorontalo

Vito Kilis
25 Agt 2006



Saya ingin mengangkat topik tentang Matinya Supremasi Hukum di Gorontalo karena sejak propinsi Gorontalo ini tahun 2001, Penegakan Supremasi Hukum inilah satu - satunya yang tidak mendapat perhatian serius dari Pihak Eksekutif maupun Legislatif di seluruh wilayah Gorontalo.

Saya berani mengatakan bahwa supremasi hukum di Gorontalo telah mati, karena melihat berbagai kasus yang melibatkan orang - orang kuat (Eksekutif dan Legislatif ) berakhir dengan vonis - vonis yang sungguh mengecewakan rakyat. Kasus Genset, Diknas, PU dan Korupsi berjamaah anggota DPRD propinsi, semuanya berakhir dengan Happy Ending bagi pelakunya dan Sad Ending bagi rakyat.

Putusan terbaru dari PN Gorontalo yang memvonis 1,5 tahun Ketua DPRD Prop yang terkait kasus 5,4 M sungguh mengejutkan dan mengecewakan. Berbagai komentar masyarakat berujung pada ketidakpercayaan terhadap penegakan supremasi hukum yang terkesan tebang pilih dan pilih tebang ( meminjam istilah DR. Effendi Gozali ).

Namun yang ironis, yakni komentar dari Gubernur Gorontalo ( Khalifah di daerah Adat Bersendikan Sara, Sara Bersendikan Kitabullah ) Ir. Fadel Muhammad dalam forum diskusi rumah kopi yang disiarkan radio, bahwa Ketua DPRD tidak bersalah ( not guilty ) karena telah mengembalikan uang 5,4 M tsb dan negara tidak ( jadi ) dirugikan sehingga harus dibebaskan dari segala tuntutan.

Apakah komentar ini diucapkan karena Sang Gubernur ikut menandatangani persetujuan dana mobilisasi tsb atau apapun alasannya, sudah sepatutnya tidak disuarakan di depan orang banyak dan disiarkan langsung oleh radio, karena proses hukumnya masih berjalan ( Terdakwa Naik Banding ). Jika perbuatan ini dibenarkan ( karena uang yang dikorupsi telah dikembalikan ), maka akan berdampak buruk bagi pembangunan daerah di masa datang. Apakah sang Gubernur pun akan berkata sama jika seorang pencuri ayam yang tertangkap dan mengembalikan ayam hasil curiannya ke pemiliknya ( tidak ada kerugian bagi si pemilik ) tapi si pencuri masih tetap dihukum penjara karena perbuatannya ?

Dalam UU Anti Korupsi telah jelas bahwa para Koruptor ( baik yang mengembalikan hasil korupsinya atau tidak ) harus dihukum seberat - beratnya dengan ancaman maksimal hukuman mati. Bahkan Ketua KPK Taufiqurrahman Ruqi pernah mengatakan bahwa jika dalam agama Islam Fitnah Lebih Kejam dari Pembunuhan, maka beliau berkata bahwa korupsi lebih kejam dari fitnah, karena jika fitnah hanya merugikan 1 orang maka korupsi merugikan orang banyak.

Timbul satu pertanyaan, Konspirasi apa yang sedang dijalankan di Gorontalo ini dengan adanya berbagai putusan2 hakim yang mengecewakan rakyat terhadap Koruptor2 di propinsi ini? Jawabannya bisa beragam namun semuanya bermuara ke satu kesimpulan : hukum hanya untuk orang kecil, elite -elite kebal hukum. Dari uraian diatas, saya ingin mengajak temans semua untuk bersama - sama mencari solusi terbaik terhadap masalah korupsi di daerah ini karena jika dibiarkan, berdampak pada seluruh rakyat.

NB: uraian ini berdasarkan fakta dan netral serta tidak ada unsur like and dislike terhadap figurs yang terlibat, semata - mata kegalauan hati melihat matinya supremasi hukum di propinsi Gorontalo ini. Thanks & Wassalam. Salam Perdamaian.

Bandlayo Lo Lipu

Bakrie Arbie
23 Agt 2006


Tergugah dengan Supremasi hukum yang dipertanyakan, maka usul yang saya pernah ajukan mengenai Bantayo Lolipu atau biar keren e-Bantayo Lolipu (e-BL) yang diprakarsai di daerah terutama oleh Universitas atau Sekolah Tinggi yang bisa menampung ide ini,misalnya Universitas Negeri Gorontalo.

Fungsi dari e-BL ada tiga, yaitu: 1) Riset atau Litbang dengan mengerahkan mahasiswa PKL maupun tugas skripsi,dengan bimbingan Dosen melakukan penelitian, koleksi data apakah tiap kecamatan bahkan kelurahan/desa,potensi apa saja yang ada didaerah yang diteliti,bisa potensi ekonomi bagi mahasiswa jurusan Ekonomi,masalah apa yang paling rawan apakah Lingkungan.Dilihat demografi dan muda-mudi yang menganggur didaerah studi,organisasi dan dunia usaha serta stakeholder penting,input/output barang,uang,energi kalau daerahnya mempunyai energi misalnya.Topiknya meliputi Ekonomi, Sosial, Budaya, Hukum, Lingkungan, Pertanian, Peternakan, dsb.

2) e-BL sebagai partner atau rekan PEMDA (ini harus dibicarakan dengan sebelum dan setelah PILKADA), akan menjadi rekan dalam PEMBERDAYAAN MASYARAKAT mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kinerja, pengawasan dari program yang dilakukan daerah. Pokoknya transparan sehingga kinerja,efektifitas dari program bisa dilaksanakan dengan data-data hasil RISET diatas. Partisipasi masyarakat sejak awal sehingga program berjalan selalu melibatkan masyarakat dan mahasiswa yang masih penuh idealisme dan jumlahnya cukup banyak.Korupsi, kemubaziran dapat dipantau langsung dan yang penting dicegah terjadinya.

3) Pendidikan dan Pelatihan SDM. Ini sangat penting karena yang bisa melaksanakan semua program intinya adalah SDM yang mempunyai OTAK, WATAK dan OTOT/Sehat yang dibarengi NIAT untuk ibadah pada masyarakat luas.Banyak hal yang perlu dilatih baik Pegawai PEMDA,Swasta,Stakeholder,Legislatif,Yudikatif. Topik antara lain Manajemen Berbasis Kinerja, Leadership, Teknologi Terapan yang sesuai untuk daerah, Business Planning, Akuntansi Praktis, Pertukangan, Pemberdayaan Masyarakat, Sistim Inovasi Nasional, Ketahanan Nasional dan hal-hal yang menurut Rekomendasi hasil Riset yang sudah terkumpul.

Semuanya bertujuan untuk mempertinggi kompetensi, kemampuan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Saya mencatat banyak orang berada di posisi yang tidak mengerti apa yang harus dikerjakan, jadi kayak monyet ngagugulung kelapa, just killing the time dan kalau ada kesempatan korupsi ya, sikat saja. Prinsip OODA (Observation, Orientation, Decision and Action) yang mantap belum kelihatan. Karena semua mencakup Domain Fisik, Informasi, Kognitif dan Implementasi, memang hal ini tidak mudah. Terutama domain Kognitif sebenarnya kasihan pejabat kita, harus acara sana-sini sehingga tak ada waktu untuk berpikir dan kontemplasi. Dan beliau adakalanya tak punya think tank, jadinya ati olo.

Sebaiknya satmingkal dari e-BL ada di Perguruan Tinggi lebih kognitif dan netral. Peserta adalah dosen, mahasiswa, para pimpinan informal, pengamat, pengusaha, alim-ulama dan pribadi yang berminat. Memang diperlukan Pimpinan e-BL yang mempunyai leadership dan niat baik, mengerti filosofi, maksud dan tujuan serta sadar bahwa untuk memulai hal baru (inovasi) bukan hal yang mudah. Juga ini bukan lari Sprint tetapi lari Marathon (jangka menengah/panjang baru kelihatan hasilnya).

Kalau kata Radio Elshinta diperlukan tipe Pribadi hebat sepert Power Ranger dan bukan pribadi ala Si Kancil(yang punya filosofi bagaimana menipu buaya alias rakyat). Perlu perencanaan Matang dan sudah tentu perlu Dana pula.Saya usul orang-orang kuat Gorontalo seperti pak Habibie dengan Habibie Center atau Pak Gobel dengan National Gobel,atau pribadi seperti Ibu Uga Wiranto,Pak Ciputra dan banyak tokoh lainnya.Secara pemikiran,penyempurnaan ide pasti banyak yang ingin membantu .

Oleh karenanya saya tambahkan e menjadi e-BL sehingga kita dari jauh bisa partisipasi lewat e-mail/internet. Berdasarkan pengamatan saya membaca dan benchmarking maka ini adalah jalan keluar agar kita menjadi bangsa yang produktif. Saya pernah tulis tesis, sebelumnya agar STRATEGI yang dipegang PRODUKSI+JASA/Kebocoran+Kemubaziran harus
lebih besar >> dari 1.

Kalau tidak, maka kita akan menjadi KULI dari bangsa-bangsa di dunia. Gejala sudah terlihat kita jadi TKI ke Malaysia dll.S aat seperti sekarang ini diperlukan INOVASI,dengan motto Innovate or Die. Odu olo.

[jokes] 17 Agustus

Elnino
19 Agt 2006


1. Hening cipta lo orang Manado:

Man-jo torang samua mo baba'inga.... ba'inga torang pe totu, oma-opa yang so 'sekaluar darah deng suar for torang samua, do'ng so rela mati for torang samua.......

Mbaba'inga, mulai...................................................... So bole...


2. Di Pohuwato tidak ada tabur bunga

17-Agustusan di Kabupaten Pohuwato kabarnya tidak diwarnai agenda 'tabur bunga' karena belum ada Taman Makam Pahlawan-nya. Pahlawan dari Pohuwato juga hanya pahlawan pembentukan kabupaten. Itu pun masih pada hidup. Jadi, ketimbang tabur bunga, orang Pohuwato lebih suka bikin 'tabur senyum'. Hari 17-an yang benar-benar gembira.

3. Aba2 gerak jalan dalam bahasa Gorontalo

Seperti tahun2 sebelumnya, 17 Agustus kemarin di Tapa digelar lomba gerak jalan. Di antara ratusan kelompok peserta, ada beberapa kelompok yang ikut lomba hanya sekadar untuk melucu sepanjang jalur yang ditempuh, seperti group pemuda yang berpakaian ninja dan sekelompok ibu2 yang baris-berbaris dgn aba2 dalam bahasa Gorontalo. Untuk yang kedua itu, aba2nya sebagai berikut;

Molengge.... Na'o!
Oloyihi! Olowala! Oloyihi, olowala, oloyihi!
Oindla! Oluwo! Otolu! Opato! Oloyihi, olowala, oloyihi!
Hormati.... Ndali!
Lopata..... Ndali!
Mo bale de oloyihi.... Na'o!
Mo bale de olowala.... Na'o!
Na'o-na'o bo dila lengge-lengge.... Na'o!
Mo ti lengge nenge-nenge.... Na'o!
Mohuhelipo teye.... Ndali!


Artinya:
Maju.... Jalan!
Kiri! Kanan! Kiri, kanan, kiri!
Satu! Dua! Tiga! Empat! Kiri, kanan, kiri!
Hormat.... Grak!
Tegak..... Grak!
Belok kiri.... Jalan!
Belok kanan... Jalan!
Jalan di tempat.... Jalan! (Arti sebenarnya; "jalan tapi tak maju2.... jalan")
Langkah tegap maju... Jalan! (Arti sebenarnya: "Maju berbusung dada... jalan")
Berhenti... Grak! (Arti sebenarnya; "Beristirahat di sini.... Grak")

Dari start sampai kilometer ke-10, si ibu pemberi komando tidak pernah melakukan kesalahan dalam memberikan aba2 bahasa Gorontalo. Tetapi di kilometer ke sebelas, mungkin karena kecapekan, dia memberi aba2 berhenti. Hanya saja, yang keluar dari mulutnya adalah; "Mohulepo teye.... Ndali!" (Catatan: Ini tidak bisa diterjemahkan karena bahasanya sangat kasar)

[jokes] Puisi Minta Poligami

Elnino
10 Agt 2006

Saya forward dari kiriman teman (anonimous).




*Puisi suami yg minta ijin poligami*

Istriku,
jika engkau bumi, akulah matahari
aku menyinari kamu
kamu mengharapkan aku

ingatlah bahtera yg kita kayuh,
begitu penuh riak gelombanga
ku tetap menyinari bumi,
hingga kadang bumi pun silau

lantas aku ingat satu hal
bahwa Tuhan mencipta bukan hanya bumi,
ada planet lain yg juga mengharap aku sinari

Jadi..relakanlah aku menyinari planet lain,
menebar sinarku
menyampaikan faedah adanya aku,
karna sudah kodrati
dan Tuhan pun tak marah...


*Balasan Puisi sang istri ... *

Suamiku,
bila kau memang mentari,
sang surya penebar cahaya
aku rela kau berikan sinarmu
kepada segala planet
yg pernah TUHAN ciptakan
karna mereka juga seperti aku
butuh penyinaran
dan akupun juga tak akan merasa kurang dengan pencahayaanmu

Akan tetapi...
bila kau hanya sejengkal lilin
yg berkekuatan 5 watt
jangan bermimpi menyinari planet lain
karna kamar kita yg kecil pun belum sanggup kau terangi

bercerminlah pd kaca di sudut kamar kita
di tengah remang-remang pencahayaanmu
yg telah aku mengerti
utk tetap menguak mata
coba liat siapa dirimu

MENTARI atau lilin ?PLS DEH...!!!

Surat untuk Politisi dan Pemerhati Politik

Agung Mozin
7 Agt 2006



Bayangkan kalau saja gerakan reformasi yang paling bersejarah itu tidak pernah terjadi, maka dipastikan tidak ada perubahan politk, ekonomi, sosial seperti yang kita rasakan saat ini., wabil khusus lagi tidak pernah ada perjuangan pembentukan provinsi gorontalo apalagi terbentuknya provinsi gorontalo, pokoknya tidak ada ada perubahan signifikan dengan gorontalo, yaitu tidak ada gubernur gorontalo, karena kita masih jadi anak susuhan manado atau sulut dan masih tetap dengan sebuah kabupaten dan sebuah kota. dengan anggaran belanja yang tidak lebiah dari 200 milyard setahunnya.(sangat tertinggal)

Dengan reformasi semuanya telah berubah, Gorontalo menjadi sebuah provinsi baru dan Fadel Muhamad adalah sang gubenurnya yang dalam tulisan ini saya sebut sang maestro dengan sebuah kota dan empat kabupaten serta anggaran belanja tahunan hampir 2 triliun rupiah. Tentunya perubahan ini membawa implikasi yang serius dalam perilaku dan pranata sosial masyarakat gorontalo wabil khusus dapat kita temukan diwilayah-wilayah perkotaan gorontalo.
Momentum perubahan gorontalo harus dikenali sebagai given dari proses politik yang disebut reformasi, bukan sebagai usaha dari orang perorang atau kelompok tertentu saja, kenapa hal ini perlu disampaikan karena telah terjadi upaya pengkaburan fakta demi sebuah mengangkat citra poltik kelompok atau orang perorang yang mengklaim sebagai penyelamat gorontalo

Bukankah arus kuat dana pusat kedaerah karena sebuah proses politk yang menghendaki desentralisasi kewenangan pengelolaaan keuangan Negara yang jumlahnya ditentukan dengan variable-variable yang ditentukan pemerintah pusat?

Perubahan sebuah kota dan kabupaten yang tertinggal menjadi provinsi ini kemudian dimanfaatkan untuk membangun citra yang katanya karena lobby seseorang atau bahkan pengkulutusan sang maestro dan menegasi pikiran atau pendapat yang menyampaikan sebuah fakta dan kebenaran. Dan upaya pengkultusan menjadi sah dan legal karena dibenarkan oleh lembaga- lembaga resmi yang dikuasai sang maesto yaitu, Birokrasi, Partai-partai politk, dan sebagian kecil teman-teman media yang sedikit fragmatis.

Dominasi ini menjadi subur ditengah masyarakat kita yang masih sangat patenalistik, yaitu dengan memberikan dukungan kepada sang maestro maka rasa takut bawahan digantikan oleh sedikit harapan-harapan yang diberikan baik berupa keaman karir, perlindungan politik dan distribusi ekonomi berupa paket proyek yang dikuasai oleh sang maestro.

Semua ini terjadi bukan karena semata-mata kesalahan sang maestro dan pendukung-pendukungnya tapi karena kelalaian masyarakat, partai-partai politik bahkan LSM yang begitu gembira dengan lahirnya provinsi baru sehingga prinsip-prisinp membangun sebuah pemerintahan yang relative bersih, berimbang diabaikan,sehingga ketidak adilan mulai dirasakan, pengkotak-kotakan dalam kelompok masyarakat terjadi antara pendukung dan bukan pendukung sang maestro dan kalau kita membaca buku pintar tentang spiral kekerasan yang ditulis oleh Mr. Mc. Namara yang menjelaskan secara detail bahwa kekerasan muncul disebabkan oleh ketidak adilan. Tentunya buku ini menjadi penting sebagai acuan kita untuk menghindari kekerasan poltik yang dibangun oleh sang maestro.

Kesalahan atau kekerasan politk ini hanya bisa diatasi oleh kita semua dengan memberikan keseimbangan politk pada saat pemilihan gubernur (pilgub) dan pemilihan umum (pemilu) nanti, yakni dengan memenangkan pasanagn pilgub yang mencermainkan konfigurasi politik yang seimbang antara gubernur dan wakil gubernur yakni keterwakilan partai politik golkar dan non golkar menjadi faktor dominan atau penetu terjadinya keseimbangan yang ingin kita bangun bersama, jadi bukan figure sesorang menjadi ukuran keseimbangan politik, misalnya, sang maetro dan para pendukung yang tetap menggandeng wagub dari partainya maka dipastikan akan terulang kembali ketidak adilan yang dirasakan oleh partai-partai poltik yang nota bene mewakili konstituennya. Atau dengan skenario lain sang maestro menggandengan wagub salah seorang birokrat yang cerdas dan loyal pada sang maetro maka sang wagub tidak lebih dari sebuah mesin atau alat (instrument) dari sang maestro dan partai politik dominan yaitu golkar di lembaga legislatif karena sang wagub mantan birokrat tidak mempunyai basis politik pendukung apalagi ikatan emosional dengan partai politik yang nota bene mewakili masa pendukung.

Jika sang maestro menolak bahwa argumen saya tidak logis dan tidak realitis dengan alasan kompotensi maka saya ingin mengajaknya bahwa gubenur dan wagub adalah jabatan politik, itu artinya konfigurasi keterwakilan kekuatan politk dimasyarakat adalah menjadi ukurannya bukanlah kompotensi. Artinya Serahkan pekerjaan tehknis kepada pejabat yang kompoten sesuai dengan peruntukannya. Dapat saya contohkan Maaf dan sekali lagi maaf bukankah “Gus Dur dan Mba Mega” menjadi presiden dan wakil presiden karena alasan kesimbangan politik dan bukan berdasarkan pada kompetensi?.

Makanya kepada seluruh partai-partai politik yang telah melakukan kerja politik yang cerdas dan cantik beberapa hari yang lalu adalah harus dipahami sebagai upaya secara sadar memberikan kontribusi politik untuk membangun keseimbangan politik di gorontalo, jika ini terjadi maka akan tercapai keseimbangan politik baru ala gorontalo.

Persoalan yang dihadapi oleh partai-partai politik gorontalo saat ini adalah meraka membutuhkn figure pemersatu sebagai “Icon Perubahan” yang diusung bersama dan terterima di semua partai poltik serta mampu memberikan pesona dan citra yang kuat untuk mengimbangi sang maestro, yang saat ini diharapkan kesediaan dan komitmennya yang kuat dari seorang tokoh muda yang mempunyai ikatan emosional dan kultural dengan semua lapisan masyarakat karena ketokohannya dan kepeduliaan yag ditunjukan selama ini yaitu Rahmat Gobel.

Alhamdulilah tanggal 4 agustus yang lalu telah dibentuk sebuah tim koalisi lintas partai non golkar yang di sebut oleh saudara Iwan Bokings dengan nama Tim Rekonsiliasi gorontalo atau di singkat Tim RG yang kemudian diusulkan oleh saudari murni dari partai Persatuan pembangunan kata “ Forum “ didepannya menjadi” Forum Rekonsiliasi Gorontalo” yang kemudian saya usulkan disingkat menjadi “For RG” menjadi sangat pas diartikan sebagai “Forum atau Untuk RG”.Yang kemudian secara spontan diplesetkan oleh banyak pendukung agenda keseimbangan politik gorontalo menjadi “For Rahmat- Gusnar” (for RG).. He.he.he.he

Ada yang mengatakan bahwa biarkan rakyat memilih pada figure yang dikenalnya. tapi dalam banyak buku yang saya temukan diantaranya teori elit oleh Mosca dan Pareto bahwa poltik itu adalah permaianan peranan para elit dalam semua tingkatan. Artinya menjadi sangat signifikan hubungan emosional seorang rahmat gobel dengan semua tokoh formal dan informal. Yang kita sebut para elit politik gorontalo.

Sang Khaliq menantikan keinginan anda untuk merubah, jika tidak mau berubah , jangan pernah anda menyalahkan Dia…. Demikianlah nasehat ibu saya sebagai orang biasa….

Berita Koran dan Politik Koprol

Elnino M. Husein Mohi
6 Agt 2006



Semakin kerap membaca berita-berita politik di Gorontalo Post, Tribun Gorontalo dan media-media cetak lain di Gorontalo, semakin tidak menarik berita-berita itu bagi sebagian orang. Sebab, hampir di setiap terbitannya, berita politik di koran-koran harian maupun mingguandaerah ini lebih banyak yang berbau "koprol".

Istilah "koprol" saya kenal ketika rombongan Pramuka Gorontalo mampir di Asrama Salemba Jakarta sepulang dari mengikuti Jambore Nasional di Jawa Barat. "Koprol" merujuk kepada suatu tindakan untuk memuji-muji seseorang agar mendapatkan sesuatu dari orang tersebut. Ya, kira-kira semacam teknik persuasi terselubung untuk menggolkan kepentingan pribadi maupun kelompok.

Nah, berita-berita politik di media cetak Gorontalo oleh sebagian orang itu dianggap seluruhnya sebagai "koprol" belaka. Contohnya, berita tentang pernyataan seorang Ketua LSM yang inti pesannya adalah"seluruh pengurus dan anggota LSM tersebut dipastikan mendukung Bonnie Ointoe menjadi wakil gubernur". Contoh lain adalah dukungan aktifis mahasiswa untuk mempertahankan Gusnar Ismail sebagai Wagub.

Berita-berita seperti itumemiliki warna yang cukup menonjol di koran-koran kita. Setiap hari, bahkan. Si A dukung calon Z, si Bdukung calon Y, si C dukung calon X. Lengkap dengan alasannya masing-masing. Alasan yang kerap (juga) sangat tidak argumentatif. Lalu bagaimana cara khalayak pembaca koran `membaca' berita-beritaseperti itu? "Itu bo koprol saja…. Uwodito ta'u he pe' tapu?" begitu mereka membacanya.

Bilamana ada berita berjudul "si A dukung calon Z", misalnya, pembaca akan memaknainya sebagai "si A bikin pernyataan dikoran mendukung si Z agar dia diberi (atau karena sudah diberi) proyekoleh si Z". Ya, semudah itu!

EFEK BERITA POLITIK

Teori dasar tentang efek suatu pesan dalam komunikasi atau suatu berita media massa menyebutkan bahwa sebuah berita memiliki empat tingkatan efek terhadap audiens; awareness (perhatian), interest (ketertarikan), desire (keinginan) dan action (aksi). Berita terjelek tentu saja tidak memiliki efek apa-apa terhadap target audiensnya. Ada berita yang sekadar diperhatikan oleh pembacanya. Si pembaca hanya melihat judul berita, lalu berpikir, "Ooh, begitu", lalu mengalihkan perhatian ke judul yang lain.

Berita yang lebih baik, bila pembacanya tertarik membaca isinya untuk menjawab pertanyaan apa, siapa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana. Setelah itu baru dia berpikir, "Ooh,begitu". Berita yang lebih bagus lagi bila setelah membaca penuh beritanya, pembaca akan memberikan respon emotifnya. Berita itu membuatnya sedih, senang, marah sehingga muncul keinginan untuk melakukan sesuatu—walaupun kemudian itu tidak dilakukannya.

Berita yang terbaik adalah berita yang mampu membuat audiensnya melakukan sesuatu. Biasanya berita jenis ini mengena langsung ke aspek emosional maupun kognisi pembaca. Misalnya saja berita tentang korban bencana yang membuat pembaca datang ke bank dan menyumbangkan sebagian hartanya untuk korban bencana.

Pertanyaannya, sejauh mana "berita koprol politik" mempengaruhi pembacanya? Dari berbagai penelitian media di Indonesia, sebagian besar pembaca koran lebih tertarik terhadap isu-isu yang dirasakan berkaitan langsung dengan hidupnya, seperti isu tentang wabah penyakit di daerahnya, kriminalitas di daerahnya, topik tentang olahraga dan juga infotainment. Berita politik tidak menjadi prioritas pembaca kecuali jika berita politik itu berkaitan dengan isu-isu di atas. Pendek kata, berita politik tidak begitu `laku' di sebagian besar masyarakat, sebab hanya sedikit orang yang melek politik dan memberikan perhatian terhadap politik.

Perkiraan saya, di Gorontalo tidak lebih dari seribu orang yang membeli koran untuk mengonsumsi berita politik. Lebih banyak yang membeli koran karena berita tentangPersigo, pembunuhan sadis, bencana, atau kerusuhan. (Ini butuh penelitian kuantitatif untuk membuktikannya).

Selanjutnya, dari seribu orang pembaca berita politik itu, berapa orang yang terpengaruh oleh isi berita? Kira-kira lebih banyak yang hanya sampai pada tahap `memperhatikan' (tahap I). Sedikit yang`tertarik' (tahap II), lebih sedikit lagi yang `berkeinginan melakukan tindakan politik' (tahap III), dan lebih sedikit lagi yang`benar-benar melakukan tindakan politik' (tahap IV) karena berita itu.

Contohnya adalah berita tentang konflik wacana antara Mansir Mudeng(Tim Sukses David Bobihoe) dan Thomas Mopili (TS Sun Biki) pada Pilkada Limboto tahun lalu. Hari ini pernyataan Mudeng, besok pernyataan Mopili, besoknya lagi balasan Mudeng, besoknya lagi tanggapan Thomas, dan seterusnya. Siapa yang dipengaruhi oleh rangkaian berita tersebut? Yang pasti Thomas dan Mansir (dan kelompok mereka masing-masing) saja yang sampai pada tahap IV. Ratusan orang lain hanya sampai pada tahap`memperhatikan' dan hanya puluhan saja yang sampai pada tahap `tertarik'.

Berita-berita politik yang belakangan ini menonjol warna "koprol"nya juga hanya diperhatikan oleh ratusan orang dan hanya puluhan orang saja yang tertarik oleh isi berita. Kalau si kandidat politik "Z" berharap berita yang memuji-muji dirinya akan mempengaruhi khalayak ramai, dia salah besar. Sebab, seperti diurai di awal tulisan ini, berita-berita koprol akan dimaknai pembaca sebagai, "si A bikin pernyataan di koran mendukung si Z agar dia diberi (atau karena sudah diberi) proyek oleh si Z".

Itu kontraproduktif terhadap pencitraan si kandidat Z. Ditambah lagi, kredibilitas si A (sumber berita) yang kurang baik di lingkungannya akan ikut merusak kredibilitas si calon Z. Lalu bagaimana seorang kandidat dapat memanfaatkan media cetak untuk mendongkrak popularitas dirinya? Terlalu panjang untuk diuraikan disini. Tetapi si kandidat dapat menanyakannya kepada Fadel Muhammad, karena sejak dulu sepertinya Fadel paham betul teknik pencitraan lewat media.

KREDIBILITAS KORAN

Isi berita, pasti, ikut mempengaruhi kredibilitas media. Setiap media, sengaja atau tidak, memiliki agenda setting sendiri dalam setiap isu. Media (baca: Pemred) punya tujuan dalam setiap isu yang diangkatnya. Bila media ingin pembacanya menyumbang untuk korban bencana, misalnya, maka dia akan setiap hari mengulas tentang kesulitan hidup para korban. Itu satu contoh.

Dalam konteks Pilkada Gubernur Gorontalo, seperti apakah agenda setting media cetak daerah ini? Apakah agenda setting itu dipengaruhi kuat oleh seorang atau sekelompok politikus daerah? Ataukah media tetap berdiri tepat di posisi yang pro pendidikan politik rakyat?Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab oleh para pemimpin redaksi. Setiap Pemred mesti dapat menjelaskan kepada pembacanya secara terbuka, terutama dalam kolom-kolom seperti "Tajuk Rencana","Sikap Kami", "Editorial", atau semacamnya.

Koran juga memiliki hak untuk menapis sumber-sumber beritanya, disamping menapis isi berita. Sebab, kredibilitas sumber berita juga mempengaruhi kredibilitas koran. Sebagus apa pun pernyataan dalam berita, tidak akan berpengaruh positif jika si pemberi pernyataan adalah orang yang tidak kredibel di lingkungannya.Untuk melakukan penapisan itu, media-media cetak dapat mengurangi porsi talk news dalam wilayah politik. Talk news adalah berita berupa pernyataan seseorang. Alangkah baiknya bila berita-berita politik itu dikemas dalam bentuk ulasan lengkap, bukan sekadar pernyataan. Kalaupun harus membuat talk news, media harus menapis sumber-sumber beritanya.

Sebagai penutup, saya ingin membuka kisah ini. Seminggu yang lalu, saya menerima SMS yang isinya, "Elnino, apakah koran-koran ini punyaFadel?". Dua hari kemudian ada SMS dari nomor yang berbeda, "Kamu dikasih berapa sama Bonny?". Kemarin (Sabtu, 5 Agt) seorang pendukung Gusnar (begitu dia mengaku) menelpon saya sembari mencak-mencak,"Ternyata tidak ada lagi wartawan independen."

Mengapa mereka (seluruhnya politikus) bersikap seperti itu? Ya karenabanyaknya berita "koprol politik" yang dianggap merugikan. Saya hanya menjawab mereka dengan kalimat, "Yang menilai independensi koran adalah seluruh pembacanya. Politisi menganggap koran independen hanya kalau sesuai dengan kepentingannya."###

FOTO-FOTO GORONTALO TEMPO DOELOE

Foto-foto dibawah ini diambil dari koleksi Foto-foto Gorontalo Tempo Doeloe Milis Gorontalo Maju 2020

Selamat Bernostalgia!

Jaringan Orang Biasa

Agung Mozin
25 Jul 2006



Jaringan ini terinspirasi dari pikiran dan harapan sebagai orang biasa. Yaitu dalam menuliskannya adalah seadanya, spontan tanpa berpikir panjang, tanpa riset dan data. Jadi aktualitas dan spontanitas, rasanya menjadi lebih terjangkau daripada kedalaman, maupun substansi data dan kebenaran ilmiah.

Kepala orang-orang biasa tidak butuh hasil penelitian. Dan sebagian pikiran yang saya tampilkan adalah hasil mendengarkan orang lain. Maka dengan rendah hati saya mohon diberikan banyak masukan agar kita menyatu dalam frekuensi yang sama sebagai orang-orang biasa.

“Orang biasa tidak punya kepentingan macam-macam, yang penting bagaimana hidup tenang dan menjalankan tugasnya dengan baik. Dia ingin kaya, tapi tidak ingin korupsi, ingin bekerja baik, tapi bukan juga pahlawan yang mau mengorbankan kepentingan keluarganya untuk suatu pekerjaan yang tidak jelas. Dan orang biasa tak punya kepentingan mengganggu stabilitas, karena tidak ada untungnya buat dia.”

Alhamdulillah, keinginan kami direspon positif oleh banyak teman. Maka untuk mengawalinya saya ingin memberikan kronologi lahirnya Jaringan Orang-orang Biasa.

Gagasan membentuk atau mendirikan jaringan orang-orang biasa terinspirasikan dari sebuah bacaan ringan yang menulis tentang orang-orang biasa. Memang sederhana, tapi sangat bermakna dan dalam untuk ditulis, diingat dan dilembagakan. Maka mulailah didiskusikan dengan banyak sahabat yang merasa terusik dengan sebuah visi yang mempunyai nilai Ilahiah atau Transendental di balik kata atau sebutan orang-orang biasa, sehingga dengan dorongan teman-teman sejawat, maka kami melembagakan perkumpulan ini dengan nama Jaringan Orang-orang Biasa disingkat Jarobi.

Kata mereka, gagasan ini akan menjadi sebuah titik awal dalam membangkitkan semangat dan rasa percaya diri bagi orang yang terpinggirkan atau titik balik bagi sebagian orang, di antara kita yang mulai berubah dan bergerak menjadi orang "luar biasa" akibat dari proses pembangunan di Gorontalo pascapembentukan provinsi atau otonomi daerah.

Anda mungkin pimpinan partai, artis, selebriti, aktivis, professional, mungkin kontraktor, supplyer, pengusaha besar atau pimpinan daerah. Tapi menurut pengertian kami, Anda termasuk orang biasa. Kalau Anda tidak bermental penguasa, bukan pula provokator. Mungkin saja Anda punya kuasa atau kekuasaan, tapi tidak memaksa atau menindas. Mungkin juga Anda pejuang, tapi tidak eksklusif. Ciri orang biasa bukan harta atau jabatan, tapi sikap: Non hipokrit, Non pretensius.

Orang biasa dalam arti umum yaitu, “tidak punya kelebihan,” sedangkan “orang biasa dalam pengertian kita, yaitu orang yang tidak dikaburkan kepolosannya oleh atribut kepentingan.“

Sebagai pemrakarsa Jarobi, saya mengajak, “mari kita memperkuat keyakinan bahwa orang biasa sesungguhnya punya kemampuan merubah segalanya.“ Amat positif, tak perlu merasa tersisih oleh suara yang lebih bising atau keras, warna-warni yang menyilaukan, kekuatan bisa dicapai melalui harmoni dalam ke-“biasa-biasa“-an kita, secara kolektif membangun fundamental sebagai masyarakat yang tegar.

Tegar karena mata hati kita terbuka, tegar karena saling menghargai, tegar karena mengerti persoalan. Ketegaran semacam ini tak melelahkan, tak rentan seperti kekuasaan, tidak menciptakan stress.

Lahirnya jaringan ini mungkin akan mendapat respon macam-macam. Respon negative akan kami pergunakan sebagai koreksi diri, tapi yang paling positif adalah kebanggaan kawan-kawan yang menyatakan: “Saya orang biasa.” Jika Anda mau membaca “butir-butir ideologi orang biasa” ataupun visinya, saya yakin Anda ingin menjadi bagian dari jaringan orang-orang biasa ini.

Tidak lama lagi kami akan mengumumkan perkumpulan kami dan pasti kami akan mengundang Anda untuk bergabung dengan orang-orang biasa lainnya, syarat keanggotaannya Anda yang Kepala Dinas, Kepala Biro, Pimpro atau pimpinan daerah harus orang biasa atau bersedia menjadi orang biasa selama-lamanya.


Wassalam


Agung Mozin
Koordinator Pusat/
Pemrakarsa Jaringan Orang Biasa

[Jokes] Borita Kodukaan Le Uupu

Rahmat Mohi
22 Jul 2006


Berita kedukaan berasal dari keluarga Temey Isinini, ditujukan kepada keluarga Tiley Salasa, bahwa anakda Araba'a telah meninggal dunia pada hari Kamis, dan akan dikebumikan pada hari Jumat. Diharapkan keluarga datang pada hari Sabtu karena hari Minggu libur.***

Berikut ini cara cepat menghitung hari versi orang gorontalo:

Ahadi-ahadi...isinini mo upacara. Salasa-salasa...araba'a mo ndalengo. Araba'a-araba'a....hamisi paatali. Hamisi-hamisi...juma'ati mo tabia. Juma'a-juma'a....sahutu mo tilandahu. Sahutu-sahutu...ahadi libur pooli.***

Birokrat : Good Bye Golkar (?)

Elnino M. Husein Mohi
23 Jul 2006



Entah dimulai dari siapa, entah darimana, diskursus tentang `perceraian' antara Partai Golkar dan Birokrasi menyeruak di Gorontalo. Harian lokal terkemuka, Tribun Gorontalo bahkan menempatkannya sebagai isu utama yang sampai hari ini masih hangat diperbincangkan. Jelas, partai pemenang 53 persen suara pemilih Gorontalo di Pemilu 2004 itu sangat dirugikan.Gusnar Ismail, mantan Ketua DPD II Golkar Kota Gorontalo, terusik. Gusnar yang wakil gubernur itu menyatakan, "Kita (birokrat) tak boleh melupakan sejarah (bahwa birokrat itu Golkar)." (Tribun, 15/07/2006).

Artikel ini bukan untuk membantah Gusnar, bukan pula mendiskreditkan para oknum Golkar di daerah ini. Penulis hanya mencoba memberikan perkiraan seperti apa nanti nasib Partai Golkar Gorontalo ke depan.

LIMA KEKUATAN POLITIK

Ilmuan politik LIPI, Syamsudin Haris (2005) menyebut lima kekuatan politik yang berpengaruh dalam proses demokrasi: (1) Parpol, (2) Birokrasi, termasuk di dalamnya militer, (3) Ormas, termasuk di dalamnya para tokoh masyarakat, tokoh keluarga dan opinion leader lainnya, (4) Kaum intelektual, yakni para akademisi dan mahasiswa, (5) Media massa, yakni TV, Koran, radio, internet dan media luar ruang.

Di Indonesia, pasca Pemilu 2004, Lingkaran Survey Indonesia (LSI) mengambil kesimpulan bahwa yang paling berpengaruh dalam politik pemilihan, utamanya dalam Pilkada, berturut-turut adalah (1) Birokrasi, (2) Ormas atau para opinion leaders, (3) Media massa, utamanya koran harian, (4) Kaum intelektual, dan yang paling sedikit pengaruhnya adalah (5) Parpol. (Presentasi Direktur LSI, Moh. Qodary di Universitas Indonesia, 2005)

KONTEKS GORONTALO

Seperti di daerah-daerah lain, tampaknya kekuatan birokrasi di Gorontalo juga sampai saat ini menjadi kekuatan politik utama. Pemilu 2004 serta Pilkada di Pohuwato, Limboto dan Bone Bolango dapat menjadi bukti bagaimana birokrasi berperan penting.

Kemenangan Golkar (53%), 2004, tak lepas dari konsolidasi politik yang dilakukan oleh para birokrat, terutama di Kabupaten Gorontalo yang memiliki jumlah pemilih terbesar di provinsi ini.

Ketua Golkar Provinsi Gorontalo waktu itu, Ahmad Pakaya mengerahkan kekuatan birokrasi di kabupaten tersebut melalui tangan Sekda David Bobihoe demi memenangkan Golkar. Ini sulit dibantah. Bukankah ada camat yang tertangkap basah membagi-bagikan kaos Partai Golkar di masa kampanye kala itu?

Di Pilkada Pohuwato, seluruh pasangan cabup/cawabup ada unsur birokratnya. Di Pilkada Limboto, Sekda Bobihoe menang mutlak dari pasangan Partai Golkar-dan ini tak lepas dari peran hampir 200 kepala desa yang dikoordinir camat-camat. Di Bone Bolango, kalangan birokrat cukup setia kepada mantan Penjabat Bupati Ismet Mile, sang pemenang.

Khusus mengenai Partai Golkar, pemenang Pemilu 2004, tampak jelas sangat melemah setelah lepas dari polesan tangan Pakaya. Di Pohuwato, cabup/cawabup Partai Golkar kalah, di Limboto juga. Pohon Beringin tinggal berdiri di Bone Bolango, itu pun dalam posisi sebagai Wakil Bupati, bukan Bupati. Entah bagaimana dengan Pilkada Boalemo sekarang ini. Namun penulis yakin, pemenang Pilkada Boalemo adalah cabup/cawabup yang didukung oleh para birokrat di sana.Sebab, seperti kita bersama mengakui, Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki status sosial yang cukup berpengaruh. Seorang PNS menjadi referensi utama bagi keluarganya yang bukan PNS. Di saat yang bersamaan, PNS juga memiliki `garis komando'. Ketika pemimpin PNS (Gubernur/Bupati/Walikota atau para Sekda-nya) memberikan perintah (termasuk dalam persoalan politik Pemilu), maka segenap PNS dan keluarga mereka merujuk kepada perintah tersebut.

Di jalur lain, dalam ketiga Pilkada yang telah terlaksana, ikatan `ke-Golkar-an' meluntur, tampak dari sangat sedikitnya isu-isu yang mengarahkan agar `orang Golkar pilih cabup/cawabup dari Golkar'. Isu-isu utama kampanye Pilkada berputar-putar pada kredibilitas calon, kemampuan calon, money politics, dan penggunaan birokrasi (yang menurut aturan harusnya independen).

LEGISLATIF Vs. BIROKRASI

Waktu berlalu. Golkar sudah menduduki kursi terbanyak di seluruh DPRD se-Gorontalo. Apa yang terjadi kemudian? Sudah menjadi rahasia umum bahwa para (oknum) anggota DPRD seringkali mencampuri urusan-urusan eksekutif, terutama dalam menentukan perusahaan pelaksana proyek-proyek daerah. Entah siapa yang berdiri pada posisi yang benar atau ideal demi rakyat, yang pasti ada benturan kepentingan di sana, antara birokrat dan legislator.Para birokrat (Sekda, Kepala Dinas, Pimpro, Pengawas, dll) akhirnya seperti terbelenggu oleh dua tali pengikat; instruksi pemimpin daerah (Gubernur, Walikota, Bupati dan wakilnya) dan intervensi anggota dewan (kebanyakan lewat telepon). Para birokrat, jadinya, bangka-bangka dada, makan hati.

Ketika mereka mencoba menggolkan misinya, dua tali itu menariknya kesana-kemari. Terpaksa, dengan pasrah, mereka mengikuti perintah dan intervensi itu dengan sedapat mungkin tidak melanggar prosedur baku (atau pura-pura tidak melanggar prosedur). Padahal birokratlah yang nantinya bakal menerima konsekuensi hukum jika `ada apa-apa' dengan proyeknya. Birokratlah yang senantiasa menjadi kambing hitam, dan begitulah selalu adanya.

Kondisi ini meresahkan para birokrat. Di antara mereka ada yang melawan secara terbuka seperti yang dilakukan Kepala Dinas PU Kabupaten Gorontalo Haris Nadjamuddin di awal tahun 2006. Haris menyatakan siap mundur dari jabatannya mungkin karena merasa dizolimi oleh para anggota dewan. Tetapi lebih banyak birokrat yang menyerah kepada legislator, meski secara terpaksa alias tidak tulus alias dengan hati yang mendongkol.

GOLKAR Vs. BIROKRAT

Keadaan seperti ini tentu membahayakan bagi seluruh politisi anggota DPRD yang kerap mengintervensi para eksekutif. Para anggota DPRD menjadi tidak simpatik di mata birokrat-bisa jadi karena benturan kepentingan, bisa pula karena benturan hati nurani. Konsekuensinya, para birokrat pun jengah dengan partai-partai politik yang memiliki kursi di DPRD.

Pertanyaannya, partai mana yang paling dirugikan secara politis oleh munculnya antipati birokrat ini? Tentu saja partai mayoritas di DPRD, dan itu adalah Partai Golkar. Meskipun anggota DPRD dari partai-partai lain juga ikut `bermain proyek', Partai Golkar tetap saja menjadi `korban kecitraan'. Ya itu, karena dia mayoritas di dewan. Apalagi seluruh Ketua DPRD se-Gorontalo dipegang oleh orang Golkar. Citra DPRD, akhirnya, dianggap sebagai citra Partai Golkar.

Para pimpinan birokrat, terutama mereka yang seringkali bersentuhan dengan DPRD, mungkin dapat memilah dengan tepat siapa saja dan dari partai mana saja anggota DPRD yang suka intervensi proyek. Mereka juga dapat memahami ada anggota legislatif non-Golkar yang bekerja secara ideal, dan ada juga di antara mereka yang `lebih kuning dari Golkar' (lebih intervensionis dari orang Golkar). Tetapi dalam konteks pencitraan politik, Golkar-lah yang paling dirugikan. Rusaknya citra anggota dewan, terutama dari Partai Golkar, di mata para birokrat seperti ini sangat berbahaya bagi Partai Golkar pada Pilkada maupun Pemilu akan datang. Imej yang tercipta dalam kognisi para birokrat sangat memungkinkan mereka berkata "Good bye, Golkar" meski hanya dalam hati.

MISI GOLKAR KEDEPAN

Apa yang harus dilakukan oleh Partai Golkar untuk mengatasi persoalan ini? Ada tiga alternatif cara. Pertama, partai Beringin ini harus memaksa seluruh anggotanya bekerja secara ideal demi kepentingan masyarakat dan tidak bermain proyek. Setiap anggota Partai Golkar yang kedapatan melakukan pelanggaran mesti diberikan sanksi `recall' dari pimpinan partai.

Kedua, menciptakan `citra' di mata para birokrat bahwa anggota DPRD dari Golkar benar-benar bekerja ideal. Maksudnya, meski orang Golkar bermain proyek, para birokrat tetap meyakini bahwa orang Golkar tetap ideal. Ini sulit dilakukan karena bagaimana pun juga `permainan proyek' tetap harus melibatkan birokrat.

Ketiga, menciptakan citra bahwa partai lain jauh lebih buruk dari Partai Golkar, bahwa orang Golkar masih mendingan dari orang partai lain. Ini mudah dilakukan bila di antara anggota DPRD non-Golkar ada yang bermain proyek. Cara ini telah dilakukan oleh Partai Golkar di tingkat nasional (DPR RI), yakni dengan keluarnya sanksi bagi Aziddin (anggota DPR dari Partai Demokrat) dari Badan Kehormatan DPR RI-sebuah badan yang diketuai oleh anggota DPR dari Partai Golkar.

Dengan cara ini, opini publik digiring untuk mendiskreditkan partai lain, bukan Partai Golkar, meski pun mungkin pada kenyataannya orang-orang Golkar `sama saja' dengan orang yang diberi sanksi.

Saya pribadi menyarankan agar Partai Golkar se-Gorontalo melakukan cara pertama, yakni bekerja secara ideal demi kepentingan rakyat. Sebab, efek pencitraan dengan cara tersebut juga sangat kuat karena yang dipersembahkan kepada publik bukanlah suatu `citra' belaka tetapi suatu `fakta'.

Dari sisi para birokrat sendiri, mereka lebih terpengaruh oleh fakta, bukan oleh citra-karena mereka tahu betul kenyataan yang ada. Lagipula, hampir seluruh PNS adalah mereka yang lumayan tingkat keterdidikannya. Birokrat bukan orang bodoh yang mudah dipengaruhi oleh `citra'. Artinya, jika orang Golkar lebih mementingkan pencitraan daripada fakta untuk meraup simpati kalangan birokrat (yang sangat kuat secara politis itu), maka hampir bisa dipastikan bahwa usaha itu akan gagal.###

Penyebab Banjir

Rahman Dako
2 Jul 2006



1. Siklus musiman, 5 sampai 6 tahun sekali. Kalo melihat siklus banjir di laporan dari Pemda Provinsi Gorontalo, terlihat data yang ada di website tersebut hanya yang tahun 1970-an, 1997, 2000, 2001, 2006 (perlu dilihat lagi). Kalo melihat siklusnya, ini bukan 5 atau 6 tahunan, ttapi ada yang tak beres setelah tahun 1997. Sebagai orang yang lahir dan besar di Gorontalo, saya melihat ada banyak tempat yang jarang dan bahkan tidak pernah banjir sama sekali sejak saya kecil, sekarang hampir pasti banjir setiap 2 tahun sekali. Misalnya dibeberapa tempat seperti Pasar Bongomeme, Dulamayo, Heledulaa, Marisa, Dumbaya Bulan, pinogu, lombongo, dan beberapa tempat lagi. Jadi kalo bicara siklus, mungkin ini ada benarnya tetapi juga banyak yang belum tepat.

2. Banjir tahun 1970-an belum banyak dana yang dikeluarkan bendungan, tanggul, penghijauan, serta proyek-proyek perbaikan aliran sungai dan danau. Secara geography memang daerah Gorontalo terutama di muara sungai Bone dan Bolango, rawan banjir, tetapi itu diperparah oleh kondisi-kondisi hasil perbuatan manusia, terlebih merupakan akumulasi pemerintah mulai dari Orde Baru sampe Gubernur sekarang ini yang tidak memberikan perhatian yang serius terhadap masalah lingkungan.

Sayang sekali penyebab banjir versi BAPPEDA lebih menonjolkan akibat yang ditimbulkan, bukan akar masalah dari banjir itu sendiri. Menurut pendapat saya, yang perlu dibenahi adalah kemauan politik yang sungguh2 dari pemerintah untuk mengelola alam ini secara lebih bijaksana dan mensejahterakan kita, bukan menyengsarakan. Beberapa waktu lalu saya membaca Gorontalo Post yang memuat kesepakatan DPR dan Pemerintah untuk membangun jalan di kawasan Taman Nasional Dumoga Nani Wartabone (Aladi - Tulabolo).

Pada prinsipnya, banjir menurut saya bukan hanya karena faktor alam, tetapi juga lebih-lebih adalah faktor manusianya. Perlu adanya gerakan politik lingkungan karena memang menurut saya penanggulangna banjir seharusnya diselesaikan secara politik. Walikota boleh berbangga mendapatkan adipura, tetapi saya mengganggap dia gagal menata kota Gorontalo karena secara politis tidak berhasil mendesak Bupati Gorontalo dan Bone Bolango untuk menghijaukan DAS Limboto dan Bone Bolango. Malahan, sawmill-sawmill penampungan illegal logging di Provinsi Gorontalo lebih banyak berada di Kota Gorontalo.

Sekian dulu, mohon maaf kalo ada yang tidak berkenan,

Gorontalo dan Dekadensi Moral

Muh. Surya
17 Jun 2006



Jika melihat perkembangan yang terjadi di propinsi Gorontalo akhir - akhir ini khususnya di bidang ekonomi dan politik sungguh sangat memiriskan.

EKONOMI
Memang secara teoritis, pertumbuhan ekonomi propinsi Gorontalo mengalami kenaikan. Namun kenyataannya, perputaran uang hanya terjadi di lingkungan pengusaha, kontraktor, pejabat - pejabat serta anggota dewan. Rumah - rumah mentereng, mobil - mobil mengkilap dan Deposito / Tabungan menggunung hanyalah milik mereka -mereka itu. Sebaliknya, kebanyakan rakyat masih berada jauh dari garis kesederhanaan alias misikini. Jangankan kemewahan - kemewahan tersebut, BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang mereka terima saja masih di potong sana - sini.

Sekurangnya ada dua penyebab terjadinya kesenjangan tersebut. Pertama : Pemerintah Daerah ( prop / kota / kab ) yang tidak becus mengelola keuangan daerah ( kebocoran dana di sana-sini ) dan tidak mampu menggali PAD (Pendapatan Asli Daerah) secara kreatif serta terus - terusan hanya mampu melobi dana dari pusat dengan mengatasnamakan rakyat.

Kedua, Anggota - Anggota Dewan ( prop / kota / kab ) yang katanya terhormat, tidak mempunyai sense of crisis dan sering menghambur - hamburkan uang rakyat dengan berbagai alasan, seperti Studi Banding, Dana Mobilisasi, dll. Padahal semuanya omong kosong belaka!

POLITIK
Melihat perkembangan politik di daerah ini, rakyat seakan - akan hidup di Italia yang penuh dengan mafia -mafia yang berkedok dan mengatasnamakan rakyat, namun kenyataannya nonsense! Suhu politik yang semakin memanas seiring dengan semakin dekatnya Pilkada di Boalemo dan Pilgub disebabkan karena ketamakan dan keserakahan poli tikus - politikus yang dengan entengnya menjual nama rakyat.

Padahal dalam pemilihan langsung, siapa pun yang terpilih secara mayoritas, otomatis adalah milik seluruh rakyat dan wajib mensejahterakan rakyat, bukan TS - TS (Tim Sukses—red) yang sering di plesetkan menjadi Tim Susupo, karena TS - TS inilah yang gencar mempropagandakan calonnya dengan menghalalkan segala cara, seperti menghujat, memfitnah dll. Dan yang lebih memiriskan, figur - figur yang menjadi jagoan dari TS - TS tersebut membiarkan hal ini dan bermain di belakang layar.

KESIMPULAN
Kesenjangan ekonomi dan keruhnya situasi politik di Propinsi Gorontalo ini terjadi karena dekadensi moral para pengambil kebijakan, baik eksekutif, legislatif dan TS - TS makelar politik. Jika fenomena dekadensi moral ini dibiarkan berlarut - larut tanpa solusi dan kesadaran pelakunya, maka jangan heran jika Propinsi Gorontalo akan terpuruk lebih dalam. Sementara semboyan Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah hanyalah tinggal slogan kosong belaka, yang akhirnya seluruh rakyat harus ikhlas jika murka Tuhan YME akan menimpa propinsi Serambi Madinah ini seperti yang terjadi di dua daerah Istimewa yang terkena tsunami dan gempa bumi.

Khususnya untuk bung Nino dan mang Asep yang kebetulan juga adalah wartawan, peran serta kalian dan seluruh wartawan di propinsi Gorontalo ini semakin dituntut lebih profesional dalam menulis berita. Jika perlu, boikot saja pernyataan - pernyataan yang mengadu domba rakyat yang keluar dari mulut para Pejabat, Politikus dan TS - TS nya. Kepada seluruh anggota milis yang mempunyai rasa memiliki dan mencintai propinsi ini, peran aktif kalian semua sangat dibutuhkan untuk kelangsungan pembangunan dan kemaslahatan rakyat. SALAM DAMAI.

Sandi Uno, Leadership dan Bisnis

Bakrie Arbie
14 Jun 2006



Kebetulan tadi saya dengar wawancara Sandiaga Salahuddin Uno, ketua HIPMI, yang kata Delta-FM, the rising star. Tiga hal utama yang dikatakan beliau adalah 1) akses peluang usaha, 2) SDM yang mumpuni/profesional yang perlu menyesuaikan dengan era pasca reformasi,dimana tadinya bisnis masih dalam era subsidi, koneksi sehingga banyak pengusaha yang matang karbit, 3) akses permodalan dimana belum ada keberpihakan bank terhadap pengusaha muda yang mulai tumbuh.

Mengingat point penting tersebut maka untuk Gtlo kita telah menemukan seorang leader dalam dunia usaha untuk nanti dikaitkan dengan Bantayo Lolipu (kalau disetujui). Mengingat suasana Pilkada saat ini saya jadi teringat akan bentuk-bentuk leadership yaitu di bidang politik dan kepemerintahan, bidang usaha, ekonomi dan industri, bidang sosial budaya dan pendidikan, bidang pengetahuan dan teknologi, bidang hukum/peradilan dan bidang lingkungan/pelestariannya.

Bidang keamanan dan kriminal sudah ada jalur khusus yakni TNI/POLRI. Memang yang selalu menarik untuk diperebutkan adalah politik dan pemerintahan karena di negara berkembang seolah-olah hanya itulah segalanya (mapulita).Orang yang tak sempat di jalur tersebut sebenarnya masih bisa menjalankan jalur/bidang lain diatas seperti bisnis yang bergerak dibidang profit center. Mereka inilah yang menjadi entrepreneur yang mencari celah-celah usaha, memberi kerja, membayar pajak dan syukur sudah ada sekarang apa yang disebut Corporate Social Responsibility yang memperhatikan masyarakat di sekitar mereka berusaha.

Yang ahli pendidikan, hukum atau lingkungan dll bisa berprakarsa untuk menjadi leader di bidangnya masing-masing. Memang bobot pejabat pemerintah menjadi tinggi karena kemampuan dana, pengaturan dan fasilitasi di segala bidang--yang sebenarnya menjadi tugasnya sebagai cost center (terutama di negara berkembang).

Di negara maju, leader bidang lain hampir setara karena kemampuan keuangan dan knowledge/informasi dari masing-masing bidang. (Menurut hukum termodinamika akan menjadi sama apalagi dibantu dengan teknologi informasi). Saat saya di PUSPIPTEK Serpong, saya pernah terima tamu pak Habibie, yaitu Alexander Haig dan karena kebetulan beliau seorang Jenderal tadinya, mantan Menlu dan saat itu sudah jadi pengusaha, beliau guyon, bahwa yang menghidupkan industri dan kesejahteraan di AS hanya beberapa General yaitu General Electric, General Motor, General Dynamics dan General Atomic yang memberikan kerja bagi puluhan bahkan ratusan ribu orang dan merupakan pembayar pajak yang menghidupi para birokrat. Jadinya, hiduplah leader-leader dalam bentuk lain.

Kebetulan saya sering nguping tentang Pemda di seluruh Indonesia yang ternyata cukup membanggakan pandangan dari segi kepemerintahan (belum tentu mewakili keseluruhan bangsa) bahwa Gorontalo dan Sragen sangat responsif dalam segi entrepreneur serta tanggap terhadap inovasi.S emoga selalu menjadi prima menuju Gorontalomaju 2020. Odu olo.

Ketika Orang Gtlo Asing di Negeri Sendiri

Olivia
9 Jun 2006


Suhu politik di provinsi Gorontalo kian hari semakin panas, sepanas Gunung Merapi di Yogyakarta. Bukan itu saja, malahan di dunia birokrasi saja suhunya minta ampun panasnya. Entah karena kepentingan orang perorang atau kepentingan politik, sampai - sampai terjadi TUTUHIYA.

Perekrutan pejabat eselon 2, 3, 4 tidak melalui prosedur yang ada. Buktinya:

1. Ada pejabat eselon 2 yang RANGKAP JABATAN.
2. Perekrutan ada yang tidak melalui DIKLAT.
3. Ada pejabat Eselon yang, karena demi kepentingan, dipaksakan menempati jabatan eselon, walaupun bukan disiplin ilmunya yang akandia tempati.sedangkan banyak pejabat eselon 2 yang non job.
4. Tidak ada teguran dari GUB/WAGUB atas pejabat eselon 2 yang suka bolos ke kantor.
5. Banyak merekrut pejabat yang bukan putra daerah, sedangkan pejabat putra daerah asli yang mampu pada bidang tersebut hanya dinon jobkan. Kalau memang belum ada, kenapa tidak dipersiapkan? Pernahkah Gub/Wagub mempersiapkannya? Mana buktinya? Kalau benar ada niatan untuk mempersiapkan seharusnya mempersiapkan putra daerah, jangan import melulu donk dan , setelah itu pejabati mport sudah bisa di pulangkan.

Sudah hampir 6 tahun provinsi ini terbentuk, tapi kita masih tetappakai yang import.Perlu di INGAT, terbentuknya Provinsi Gorontalo karena ketidakpuasanorang -orang Gorontalo atas perlakuan orang - orang di SULUT.Tapi setelah Provinsi terbentuk, malah kita rakyat Gorontalo tidakada bedanya dengan waktu masih gabung dengan SULUT.

SILAHKAN CARI BUKTINYA...

Gubernur Pilihan Kita : Adakah?

Funco Tanipu
Dinukil saat Merapi mulai memuntahkan awan panasnya; 8 Juni 2006


Rajut wacana yang lahir di milis ini tentang Gubernur Idola menurut saya sangat menarik. Menarik karena semua peserta rupanya punya idola masing-masing tentang siapa yang "seharusnya" memimpin Gorontalo. Banyak bertabur nama di altar milis ini. Semua dalam kategori yang ideal atau menurut kehendak sendiri.

Kenapa saya katakan menurut kehendak sendiri? Bukan pada kehendak orang banyak? Sebab, pengutaraan sikap lebih banyak didominasi oleh rasa kita yang subyektif atau tidak memiliki standar obyektif yang menggunakan prinsip-prinsip yang representatif. Kehendak sendiri pun lebih banyak dipicu oleh"kedekatan", "ketidaksukaan", "kegeraman" dan "kepentingan". Dari keempat prinsip "atas nama kehendak sendiri" inilah banyak yang merumuskan siapa Gubernur Idola Gorontalo.

Bagi saya yang tidak kalah penting adalah bagaimana kita merumuskan sebuah formula demokrasi yang tepat bagi Gorontalo. Artinya, formula penjaringan Gubernur jangan saja diletakkan di pundak elit, seperti yang selama ini terjadi. Atau di pundak mereka yang bisa "bersuara", seperti diungkap Gayatri C. Spivak dalam Can The Subaltern Speak.

Seperti apakah formula yang minimal bisa mewakili suara mereka yang selama ini tidak bisa bersuara atau dimatikan suaranya? Saya mengandai sekiranya tanah kita punya seseorang yang memiliki suara yang representatif, maka sepertinya tidak perlu lagi adanya PILGUB. Tetapi, itu sebuah pengandaian yang tidak mungkin terjadi.

Seperti yang baru lalu terjadi, wacana tentang Penunjukkan Langsung terhadap Gubernur adalah hal yang tidak pas bagi saya. Bukankah masih banyak stok kader yang mau bertarung di arena Pilgub kita? Saya hanya bisa heran dengan sikap elit partai politik yang selama ini membatasi diri dengan calon yang menurut kehendak sendiri. Saya bisa mengerti bahwa syarat menjadi calon Gubernur tidak saja memiliki kualitas berfikir, bermotivasi tinggi, memiliki visi yang cerdas dan juga memiliki kekuatan fisik, spiritual dan materi yang mumpuni.

Tetapi sampai sejauh mana mekanisme penjaringan calon Gubernur dapat menyentuh konstituen? Dimanakah peran konstituen ketika memasuki pencalonan Gubernur? Apakah ada partai yang melakukan penjaringan mulai dari tingkat bawah? Mengapa masih ada peniadaan suara seperti yang terjadi selama ini?

Taburan nama seperti Arusdin Bone, R. Dako, Amanda Katili dan lain-lain bagi saya adalah menarik sekaligus tidak menarik. Menariknya, pertama, kita sudah menyiapkan generasi selanjutnya pemimpin Gorontalo dengan menimbang-nimbangnya melalui media. Kedua, menarik pula untuk dipertontonkan bahwa ada juga stok yangberkualitas. Ketiga, menarik pula untuk dijadikan bahan perbandingan rakyat dalam memilih Gubernur nanti. Maka, karena ia sebagai bagiandari proses pencerahan perlu untuk kita apresiasi bersama.

Tetapi menjadi tidak menarik ketika, pertama, nama-nama yang ditabur tadi menjadi bola liar yang akan dipermainkan seperti "mainan" oleh elit politik dan malah dijadikan hiburan politik di kala suntuk setelah habis "berkoprol". Kedua, menjadi tidak menarik ketika mereka yang menabur nama-nama ini tidak membuat gerakan politik yang nantinya menjadi landasan "bermain" calon alternatif ini. Misalnya, menawarkan calon ini kepada partai politik yang ada di DPRD atau non DPRD dengan jalan menggalang koalisi taktis dengan mengusung isu-isu pemersatu koalisi. Di samping itu, juga melakukan penggalangan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat untuk memperkuat opini calon alternatif ini.

Yang terakhir, menggalang dukungan dana dari founding yang memiliki kepentingan terhadap Pilgub kita ini. Membuat gerakan politik yang elegan menurut saya adalah langkah bertanggung jawab dibanding kita secara sembarang menabur nama-nama tanpa menghitung efek politis yang lahir dari langkah kita ini.

Terakhir, Pilgub ini tidak saja perlu kita isi dengan bermain-main nama calon Gubernur Idola Kita. Tetapi juga melakukan pendidikan politik seperti Voters Education, Kampanye Politik Damai, Dialog Antar Kandidat yang akhirnya akan mencerahkan masyarakat kita. Di samping itu pula harus dilakukan adanya manajemen yang terarah, terkontrol, sistematis dan transparan serta akuntabel terhadap sistem pemilihan Gubernur kita. Mulai dari pendaftaran, pengecekan kesehatan calon, debat kandidat, pengawasan keuangan yang ketat, pengawasan kampanye, distribusi logistik pemilu, pendataan pemilih, pemantauan pemilihan, dan evaluasi pemilihan. Agar kesalahan kita di Pemilu 2004 tidak terulang lagi. Saya rasa puluhan orang yang tergabung di milis ini masih menyisakan nuraninya untuk memikirkan seperti apa Pilgub kita nanti, apakah akan mengakhiri dengan bahagia atau air mata?

Tuesday, July 24, 2007

Renungan Seorang Kawan

Ani Sekarningsih
29 Mei 2006


Hanya sebuah renungan..

Apakah merupakan sebuah kebetulan bahwa selang beberapa tahun dua daerah yang notabene Di-Istimewakan di Indonesia justru mendapatkan bencana yang besar.

Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta ? (DI Aceh dan DI Yogya) Secara Geografis tidak ada kaitan secara langsung meskipun ada jalur patahan Eurasia dan Australia yang melintas di garis pantai masing-masing daerah.

Namun tidak pernah sebelumnya ada kajian bahwa potensi terjadi gempa lanjutan dari peristiwa Tsunami kemarin adalah Yogya !!

Secara budaya memang wajar bila dua daerah tersebut diberikan otoritas sebagai Daerah Istimewa, tapi bukan karena itu kan pilihan bencana juga terjadi di daerah tersebut?

Meski relatif lebih ringan dibandingkan Tsunami tapi karena terjadi di pulau Jawa efeknya juga terasa sekali. Paling tidak lebih dari 10 - 20 orang di kantor hari ini ijin untuk melihat kondisi keluarganya yang ada di daerah sekitar Yogya.

Kiranya di masing masing organisasi bisa mengkoordinasikan bantuan yang bisa diberikan, mereka benar-benar butuh bantuan logistik (sandang, makanan). Salah seorang kawan di Yogya mengaku rumahnya rata dengan tanah, semua pada tinggal di camp pengungsian. Benar-benar butuh logistik. Dikirimkan langsung saja melalui rekan-rekan yang punya keluarga di daerah Yogya dan sekitarnya, yang amanah, yang pasti menyampaikan ke tangan pertama dari korban. Atau lewat jalur bantuan lain yang kredibilitasnya dipercaya.

Mudah-mudahan ini hanya garis takdir tanpa ada pertanda terhadap apapun. Bukan pertanda bahwa setelah dua Daerah Istimewa (DI Aceh dan DIY), target Allah berikutnya adalah Daerah Khusus. Dimana lagi kalau bukan Daerah Khusus Ibukota, ya kota Jakarta kita ini...

Mengapa Lelaki Berbohong

Ani Sekarningsih
18 Mei 2006


Suatu hari, ketika sedang menebang pohon, seorang penebang kayu kehilangan kapaknya karena jatuh kesungai. Lalu dia menangis dan berdoa, sehingga Dewa muncul.

"Mengapa kamu menangis?"
Si penebang kayu sambil terisak menceritakan bahwa kapak sebagai sumber penghasilan satu-satunya telah jatuh kesungai.

Lalu Dewa menghilang dan muncul kembali membawa kapak emas. "Apakah ini kapakmu?"
"Bukan, Dewa " Lalu Dewa muncul kembali membawa kapak perak. "Apakah ini kapakmu?"
Lalu Dewa mengeluarkan sebuah kapak yang jelek dengan pegangan kayu dan mata besi "Apakah ini kapakmu?"
"Ya, Dewa, benar ini kapak saya"
"Kamu orang jujur, karena itu Aku akan memberikan ketiga kapak ini untukmu sebagai upah kejujuranmu"
Lelaki itu sangat bersyukur dan pulang dengan gembira.

Beberapa hari kemudian ketika sedang menyeberang sungai, istrinya terjatuh dan hanyut.
Lagi, si penebang kayu menangis dan berdoa. Kemudian Dewa muncul. "Mengapa kamu menangis?"
"Istri saya satu-satunya yang sangat saya cintai terjatuh ke sungai, Dewa"
Lalu Dewa menghilang kedalam sungai dan muncul kembali dengan membawa Jennifer Lopez "Apakah ini istrimu?" "Ya, Dewa"

Lalu Dewa marah dan berkata "Kamu berbohong, kemana perginya kejujuranmu?"
Lelaki itu dengan takut dan gemetar berkata, "Dewa, seandainya saya tadi menjawab tidak, Dewa akan kembali dengan membawa Britney Spears, dan jika saat itu saya juga menjawab tidak, Dewa akan kembali membawa istri saya yang asli, dan jika ketika itu saya menjawab iya, Dewa akan memberikan ketiganya untuk menjadi istri saya. Saya ini orang miskin,Dewa, tidak mungkin saya bisa membahagiakan tiga orang istri..."

KESIMPULAN: Lelaki berbohong itu demi kebahagiaan orang lain......

Bener nggak, sih.....???

Bubarkan LSM Gadungan (2)

Rahman Dako
8 Mei 2006


Saya lebih senang memakai istilah Ornop (NGO) daripada LSM. Sebagai pekerja NGO, saya sependapat dengan Ibu Dewi bahwa memang tidak semua NGO sama. Karena saya banyak bergelut di NGO lingkungan, pendapat saya mengenai NGO banyak dipengaruhi oleh literature mengenai hal tersebut.

NGO mulai dikenal luas sejak tahun 1960-an, sebagai kelompok yang mencari alternatif lain dari konsep pembangunan kala itu yang lebih banyak dikendalikan oleh pemerintah dan sebagai aktor alternatif implementor pembangunan. Sebagai kelompok yang 'non government' tentunya gerakan NGO tidak lepas dari aktivitas politik. Dalam banyak literature, NGO dikategorikan sebagai bagian dari Gerakan Sosial Baru (New Social Movement) berbarengan dengan gerakan2 lainnya misalnya feminism, lingkungan, dll. Dikatakan baru karena gerakan sosial ini berbeda dengan gerakan-gerakan sosial sebelumnya. Gerakan baru ini lebih banyak dipelopori oleh kelas menengah dan tidak dibatasi oleh lingkup negara (stateless).

Tentu saja NGO tidak sama karena ada yang berbasis gereja atau organisasi Islam, ada yang punya link ke partai politik, ada yang sekuler, ada yang lebih akademik, ada yang terinspirasi oleh Vatican II, Marxism, Freirian, dll. Namanya juga organisasi yang dibentuk oleh hanya beberapa orang saja. Tetapi ada banyak sekarang NGO yang telah punya cabang di hampir seluruh dunia misalnya untuk NGO lingkungan ada WWF, The Nature Conservancy, Conservation International, Green Peace.

Literature yang ditulis oleh Princen dan Finger (1997) NGO lingkungan dibedakan dalam beberapa hal:

1. Orientasi ideology: Ada yang lebih kompromi, ada juga yang radikal, ada yang realist, ada yang fundamental, ada yang terinspirasi oleh feminism, ekologi dalam, spiritual ekologi, sosial ekologi dan bioregionalism.yang berorientasi.

2. Perbedaan budaya: biasanya dibedakan atas NGO utara (western/negara maju) dan NGO selatan (negara berkembang). NGO di selatan lebih berakar pada masalah politik dan HAM. Di Latin Amerika dan Philipina, NGO banyak dipengaruhi oleh gerakan gereja Katolik. NGO di utara lebih banyak bergelut dengan proses institusionalisasi dan birokrasi serta menyerupai organisasi bisnis. NGO lingkungan di Eropa memulai gerakan sosialnya dengan anti nuklir di tahun 1970-an. NGO di Utara kebanyakan "hidup" dari isu-isu NGO di selatan. Ada juga negara yang tidak boleh ada NGO, misalnya Vietnam (hanya ada NGO internasional). Teman saya dari China juga bilang mereka tidak kenal NGO.

3. NGO juga dibedakan dari legal status dan pengakuan negaranya masing-masing. Di Utara, setiap individu berhak untuk mengorganisir diri, melakukan loby dan protes. Di kita masih ada juga aktivis NGO yang ditangkap atau dituduh melakukan pencemaran nama baik, walaupun telah dijamin oleh UUD 45 pasal 28.

Sejak keruntuhan Soeharto, ada banyak NGO yang bermunculan beriringan dengan banyaknya proyek-proyek Bank Dunia, IMF, ADB, Japan Bank yang "membantu" mengatasi krisis ekonomi. Kalo mau dihitung2 yang lahir dijaman sebelum Soeharto, 10 jari so talebe untuk menghitung jumlah NGO di provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo waktu itu. Makanya wajar kalau sekarang muncul istilah-istilah LSM Gadungan, LSM Broker, LSM KUT, LSM Plat Merah, LSM-LSM-an. Ada juga istilah LSM Supermarket, maksudnya LSM yang melayani semua masalah, mulai dari petani/nelayan, lingkungan, gender, anak-anak, partai politik, KUT, pokoknya TOSERBA.

Dari segi pembiayaan, umumnya NGO dibiayai oleh dana-dana luar negeri. Ini berhubungan dengan prinsip NGO yang stateless tadi. Biasanya NGO luar negeri atau funding agency di Utara mencari biaya untuk gerakan NGO di selatan atau NDO utara mencari lokasi implementasinya di selatan. Kondisi di Indonesia saat ini, ada banyak LSM yang dibiayai oleh ormas Islam/Kristen, partai politik, politisi, mantan pejabat, kampus/dosen, bahkan banyak perusahaan-perusahaan besar jg banyak membuat dan membiayai gerakan LSM.

Benar kegelisahan Kang Asep dan Pak Kilis bahwa memang NGO terutama di Indonesia telah banyak mengalami polarisasi, tetapi masih ada juga beberapa NGO yang masih bisa dipercaya seperti ti Ibu Dewi bilang.

Memo from God

Ani Sekarningsih
2 Mei 2006

AKUlah penciptamu. Aku akan turut campur dalam segala permasalahan hidupmu. Ingat, Aku tidak membutuhkan bantuanmu.

Jika engkau menghadapi situasi sulit yang tidak bisa engkau pecahkan, masukkan ke kotak SFGTD (something for God to do)-mu. Semua masalah akan terselesaikan, namun bukan menurut ukuran waktumu tapi waktuKU.

Sekali engkau masukkan masalah ke dalam kotak SFGTD-mu, engkau tidak perlu lagi melanjutkan kekuatiranmu. Lebih baik engkau terjunkan dirimu melanjutkan peran hidupmu saat ini.

Jika engkau terjebak kemacetan, jangan bringas. Karena ada orang-orang yang memang ditetapkan mendahuluimu untuk kepentingan yang mengungkapkannya saja dia sudah tidak mampu.

Saat engkau merasa hari-hari di kantormu tidak begitu baik, pikirkanlah orang-orang lain yang keluar dari kantor beberapa tahun lalu

Ketika hubunganmu memburuk, pikirkanlah orang-orang yang sudah lupa rasa mencintai dan dicintai.

Saat engkau masih bisa menggunakan waktu akhir pekan untuk liburanmu; engkau masih lebih beruntung dari wanita penjahit yang bekerja 12 jam sehari, 7 hari seminggu demi anak-anaknya.

Saat mobilmu rusak, pikirkanlah orang yang bahkan untuk berjalan saja dia sudah tidak mampu lagi.

Ketika engkau berkaca di cermin merapikan rambutmu, pikirkanlah orang yang sedang sakit kanker yang selalu berharap rambutnya segera tumbuh.

Ketika engkau merasa menjadi korban dari kesalahan, kegetiran, pengabaian, ketidak-nyamanan orang lain, ingatlah sesuatu atau seseorang dapat saja salah, dan mungkin engkau salah satunya.

Banyak hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan renungan agar senantiasa disamping kita selalu berjuang menuju hidup yang lebih baik, kita selalu mensyukuri hidup ini.

Akankah engkau sampaikan pesan ini ke kawan-kawanmu? Jika ya, paling tidak engkau akan menambah Penghuni Negeri Orang Bahagia.

Bubarkan LSM Gadungan

Vhito Kilis
4 Mei 2006


Seiring perkembangan propinsi Gorontalo, ada hal menarik bahkan sudah menjadi satu fenomena untuk disimak, yakni menjamurnya LSM - LSM di Propinsi Gorontalo ini. Dari sisi positif, menjamurnya LSM - LSM di Gorontalo ini merupakan suatu keuntungan bagi masyarakat untuk dapat lebih mengontrol jalannya pembangunan di propinsi ini secara bersama - sama dan dapat menjadi jembatan penghubung antara masyarakat dan pemerintah daerah demi kelancaran pembangunan propinsi Gorontalo.

Sisi negatifnya, dari sekian banyaknya LSM (sudah ratusan mungkin) yang ada di propinsi ini, saya melihat hanya segelintir LSM saja yang benar - benar menjalankan fungsi dari tujuan pendirian LSM dan tulus ikhlas memperjuangkan nasib rakyat. Salut saya untuk bung Arrusdin (LP2G) dan ibu Rochalisa Dama (APIMAS) serta LSM lain yang tidak dapat saya sebutkan ( karena 2 LSM diatas yg paling menonjol ) atas ketulusan dan keikhlasan serta kerja keras mereka dalam membantu dan mengembangkan potensi - potensi yang ada di masyarakat demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

YANG MEMIRISKAN DAN MEMILUKAN, banyak LSM - LSM ( selain yg diatas ) yang hanya mengatasnamakan kepentingan dan aspirasi masyarakat demi keuntungan pribadi dan kelompoknya. Ada juga yg sengaja mendirikan LSM hanya untuk menaikkan posisi tawar atau bargaining atau MEMERAS pemerintah dengan jalan mencari - cari kesalahan & kekurangan pemerintah untuk keuntungan mereka sendiri dengan mengatasnamakan / menjual nama rakyat.

Yang lebih parah, LSM - LSM yang sudah menjual aspirasi rakyat untuk mendukung orang per orang sebagai calon gubernur bahkan sudah berani pasang badan dan menjadi corong individu - individu tertentu. Apakah karena Simbiosis Mutualis ( LSM dapat duit, Individu / Pejabat dapat pembelaan / dukungan ).

Bagaimana bisa LSM - LSM akan menjalankan fungsi kontrolnya terhadap eksekutif, legislatif dan yudikatif didaerah ini, kalau pengurus - pengurus LSM itu sendiri adalah pejabat, politikus, praktisi hukum. Ibaratnya Jeruk makan Jeruk, gimana nong?

Khusus buat bung Nino ( pakar kompol - komunikasi politik ), saya rasa dan yakin, anda dapat membangkitkan euforia seluruh anggota milis dan seluruh rakyat di propinsi Gorontalo ini ( yang masih punya nurani ) untuk MEMBUBARKAN ( terserah gimana caranya ) LSM - LSM GADUNGAN, PENJUAL NAMA RAKYAT, PENJILAT & KAKI TANGAN PEJABAT, agar pembangunan di Gorontalo ini berjalan sesuai kepentingan seluruh rakyat Gorontalo bukan untuk kepentingan KORUPTOR - KORUPTOR. Dan untuk seluruh media massa baik cetak maupun elektronik yang ada didaerah ini, BOIKOT OKNUM - OKNUM LSM GADUNGAN dan jangan mau menampilkan komentar - komentar kosong dan gak bermutu oknum - oknum tersebut di koran ataupun di televisi karena sebenarnya mereka - mereka inilah penghambat pembangunan dan menyengsarakan rakyat.

Dan untuk seluruh wartawan cetak & elektronik di Gorontalo, jadilah wartawan yang PROFESIONAL bukan PROVOKATOR, jangan asal menerbitkan pernyataan - pernyataan orang per orang yang hanya memprovokasi rakyat terutama menjelang pilkada di Boalemo dan pilgub di propinsi ini demi menaikkan oplah / rating medianya sendiri. INGAT, PROVOKATOR JIKA MATI TIDAK DITERIMA OLEH BUMI DAN DITOLAK OLEH LANGIT ALIAS G E N T A Y A N G A N.

Kepada seluruh anggota milis dan seluruh rakyat Gorontalo yang masih punya nurani untuk bersatu padu dan bekerja sama untuk membangun propinsi Gorontalo demi kepentingan kita semua. Salam Perdamaian. Wassalam.

Sekejap Essai untuk Pram

Funco Tanipu
30 Apr 2006

Banyak orang tidak merokok, karena takut mati muda. Tetapi tidak bagi Pramoedya Ananta Toer, seorang begawan sastra Indonesia yang dinominasikan dapat meraih Nobel Kesusastraan. Berbagai nukilannya yang telah menghujam ke nurani saya membuat oase di dalam mata ini menjadi sunyi dan kering sehingga harus diisi oleh air mata.

Hanya tetesan air mata yang dapat mengiringi kepergiannya. Ya, tangis dan menghujamkan kembali semangat menelaah sastra adalah bagian kecil untuk mengenang Pram. Karya-karya besar Pram, selain tetralogi Pulau Buru, adalah Gadis Pantai, yang berkisah tentang kehidupan neneknya sendiri, Cerita dari Blora (kumpulan ceritapendek), Larasati, Arus Balik, dan sejumlah karya dokumenter.

Kekuatan karya-karya fiksi Pram adalah pada kemampuannya meramu fakta sejarah melalui penggalian dan penyusunan dokumentasi yang dikerjakannya sendiri, sehingga membaca karya-karya Pram seperti membaca catatan sejarah. Buku terakhir Pram yang baru diterbitkan, pada Oktober 2005, adalah Jalan Raya Pos Jalan Daendles, yang berkisah tentang Gubernur Jenderal Herman Willem Daendles dan pembangunan Jalan Raya Pos.

Dari pihak keluarga belum diperoleh informasi di mana pria yang lahir di Blora pada 6 Februari 1925 dari pasangan Toer dan Saidah itu akan dimakamkan. Sastrawan yang secara internasional sering dijuluki Albert Camus Indonesia itu termasuk dalam 100 pengarang dunia yang karyanya harus dibaca sejajar dengan John Steinbejk, Graham Greene dan Bertolt Berecht.

Profil Pram juga pernah ditulis di New Yorker, The New York Time dan banyak publikasi dunia lainnya. Karya-karyanya juga sudah diterjemahkan dalam lebih dari 36 bahasa asing termasuk bahasa Yunani, Tagalok dan Mahalayam. Dalam penampilan terakhirnya, Pram menjadi model Playboy dengan tuksedo yang dihiasi dasi berlogo Playboy. Selamat jalan Begawanku!

Untuk Almarhum Seorang Pejuang Provinsi

Terima Kasih, (Alm) Kartono Lasieng....
Elnino
26 Apr 2006


AWAL Januari 2000.
Ketika itu Sekretariat Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) Cabang Gorontalo menjadi pusat pergerakan intelektual para pejuang pembentukan provinsi. Seorang mahasiswa STAIN Gorontalo(sekarang IAIN—red) asal Sangihe, Kartono Lasieng sedang tertidur pulas setelah kecapekan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pejuang provinsi.

Saya dengan begitu kasar menendang kakinya sambil berkata, "Tidor turus ngana... Bangun! Masih banyak yang mo karja!". Jelas, dia kaget bagai disambar petir. "Waduh... Capek skali, uti... Ana' capek skali tidor turus... Istirahat dulu ah...," tukasnya. Saya dkk yang sedang mendongkol dengan banyaknya tugas perjuangan tertawa ngakak mendengarnya.

Tujuh hari lalu.
Giliran saya yang kaget seperti disambar geledek. Sebuah SMS dari Maspa Mantulangi berbunyi, "Innalillaahi wa innailaihi rajiun... Kartono Lasieng... di Sangir... dua jam lalu...". Nafas seperti terhenti. Hape saya nyaris jatuh. Ini bukan candaan. Salah satu sahabat terbaik pergi menghadap Tuhan.

Kartono Lasieng adalah satu dari sekian orang "Non-Gorontalo" yang berjuang luar biasa keras demi terwujudnya provinsi ini. Nama-nama lain adalah Haji Jamaluddin Panna (orang Bugis), La Saofu dan Laode Aman (orang Muna), Bachtiar (Bugis), Arter Datunsolang (Bolmong) dan banyak lagi.

"Darah Gorontalo" yang ada di orang-orang seperti almarhum Kartono seperti tak ada bedanya dari darah saya sendiri. Kartono, misalnya, mencintai Gorontalo begitu ikhlas. "Kalau saya mo bangun rumah di sini (di Gorontalo—red), dimana saya bisa dapat tanah murah, Nino?" tanya Kartono suatu ketika. Dia ingin menghabiskan sisa hidupnya, berkarya, mengabdi dan mati di Gorontalo. That's the point. Mengapa? "Karena saya orang Gorontalo," jawab Kartono.

Perjalanan hidupnya kemudian berbeda. Dia memilih melanjutkan sekolah ke tingkat master di Universitas Negeri Jakarta. Untuk menghemat biaya hidupnya di ibukota, Kartono tinggal di Asrama HPMIG Jaya. Namun, meski penghuni asrama sangat welcome kepadanya, Kartono masih merasa tidak pantas menikmati fasilitas milik Gorontalo itu. "Saya tahu diri, bagaimana pun juga saya tetap saja orang Sangir," jawabnya ketika saya mengajaknya kembali ke asrama setelah dia numpang di sekretariat PB-HMI.

Setiap bertemu Tono—begitu dia kami sapa—saya selalu diajak berdiskusi tentang Gorontalo, tentang teori-teori yang tepat untuk memajukan Gorontalo, tentang budaya lokal kita sampai diskusi tentang karakteristik manusia-manusia Gorontalo. Bukan suatu kebetulan bila penelitiannya untuk thesis juga dilakukan di Gorontalo.

Suatu ketika, saya sempat berjalan-jalan bersama Tono di Gorontalo. Kami sempat mampir di sebuah panti asuhan di kecamatan Kota Barat (saya lupa nama panti ini—red). Dari sana Tono menangis. Kawan yang biasanya ceria ini tampak lesu. "Entah seperti apa Gorontalo nanti, Nino..." gumamnya.

Dia lalu mengutarakan pendapatnya tentang kesenjangan antar elit dan rakyat daerah ini. Banyak hal yang dibicarakannya mengubah pikiran-pikiran yang ada di otak saya. Sayang sekali, Tono kurang berani menuliskan kritik dan protesnya atas keadaan daerah. Dia kuatir dicap sebagai "bukan orang Gorontalo yang cuma datang lalu jadi provokator". Akhirnya saya sendiri yang menuliskan pikiran-pikiran Kartono atas nama saya.

Kartono Lasieng telah pergi. Saya tahu, saya bukanlah satu-satunya orang Gorontalo yang kehilangannya. Andaikata Anda mengenal almarhum dan tahu betul apa yang sudah dia abdikan untuk Gorontalo, Anda pasti merasa kehilangan.

Saya mengucapkan terima kasih yang luar biasa kepadamu, teman...Kartono Lasieng. Terima kasih atas semua pengabdianmu untukGorontalo. Saya akan selalu mengenangmu sebagai salah satu pahlawan provinsi Gorontalo. Saya juga akan selalu ingat pesanmu, "Sedih karena kehilangan orang yang dicintai adalah sesuatu yang wajar... Tapi hidup kita harus terus berjalan untuk berbuat yang terbaik sebelum giliran kita yang dipanggil Tuhan."

Selamat beristirahat, sahabat... Semoga keluarga yang kau tinggalkan diberi ketegaran sepeninggalmu. Sampai jumpa, yaa ayyuha-nnafsu-lmuthma'innah.....!!

Tujai Lo Karlota

Elnino
21 Apr 2006

Berikut ini saya kirimkan sebuah puisi yang berjudul "Tuja'i lo Karlota."

Tuja'i adalah sajak-sajak khas yang biasanya dipakai dalam upacara-upacara resmi atau upacara suci di Gorontalo. Tapi di sini, tuja'i saya artikan tak lebih dari sekadar sajak.

Karlota adalah istilah yang berkembang di Gorontalo merujuk kepada "penggunjing dan pemfitnah." Istilah ini muncul sebagai ekses dari pemutaran telenovela berjudul "Maria Mercedes" yang sangat digandrungi kaum ibu. Dalam telenovela itu terdapat seorang pembantu rumah tangga bernama "Carlotta" yang hobi utamanya bergunjing dan memfitnah. Pada perkembangan selanjutnya, karlota terserap ke bahasa Gorontalo sehari-hari yang artinya "menggunjing." Misalnya dalam kalimat, "Memangi yi'o tiy raja liyo lo mo karlota." (Kamu memang orang yang paling suka bergunjing).###


Tuja'i lo Karlota

Karlota
Umowali to mongobuwa duulota
Meyandlo towulota
Mobuluhuto wanu maa wopatota

Mongolola'i wanu maa lo karlota
Mongilaboto mongobuwa 'mpullota
Hihumu'a hitombota
Mongi'i delo butota

Tuwoto u karlota
Openu bo to kameja bilulota
Diya mowali mo'o dungohe buliyota
Wamba' bolo hiipolambota

Karlota lo hulondlalo
Layito to bele-beleyaalo
Wonu huyi to dalalo
Jaa paduli mo'otola hiyalo


Artinya:
Karlota
Yang (sering) terjadi antara perempuan dua orang
Atau tiga orang
Terlalu ramai kalau sudah empat orang

Para lelaki kalau sudah karlota
Melebihi perempuan sepuluh orang
Bergaung (dan) beterbangan
Berbisa bagai kumbang beracun

Yang disebut (ciri) karlota
Meski hanya (persoalan) kemeja pinjaman
Tidak dapat mendengar sedikit gerakan (Maksudnya; salah sedikit saja...)
Semua mengurusinya

Karlota Gorontalo
Selalu (ada) di rumah-rumah
Kalau malam (pindah) ke jalan
Tak perduli tinggalkan istri/suami (Maksudnya; bercerai pun asal tetap karlota)

Monday, July 23, 2007

Ndlee, Wolo beda liyo Cagub wawu Oto?

Elnino
17 Apr 2006

Bisimila mo mulayi,
Karna ma pilo po elaa liyo mayi,
Alihu mo hulondlalo mayi,

Utiya hulondlalo latiya,
Openu bo bubula'iya,
Ju, dila ma' lo'i-lo'iya...

Watiya boheli lopobaca ma' buku u judul liyo Political Marketing. Aa uwalo buku botiya, taa hi po politikiya yito diyalu ma' talaa liyo wolo oto. Oto yito openu masina liyo kampehe, bodi liyo gaga; molilingga boli modipulato... Ma odito, iklan liyo bo mo' hehetaa yiyohu.. ma porsis uti-utiyalo oto paling gaga to duniya botiya. Yii odito olo taa hemo politik; bo'o liyo higagawa, hi po bastaniya, bisala liyo maa samataalo nabi to masa botiya, padahali sobonarnya diya'a he karaja liyo, bo hem'pobutuhu ombongiyo (wawu u to tibawaliyo ma'o olo...).

Sobonarnya watiya ja butiy paparcaya ma'o lo u he bisala lo buku boyito. Karna konyataan liyo debo woluwo tawu lo politik taa debo gaga hale liyo, molumbotoyo dudelo liyo, boli mo ulindlapo karajaliyo. Ndlee kira-kira wololo pooli li mongoli to milis botiya?

Wassalamu bo'oditopoma'o,
Watiyo mohindlu poma'o,
Karna donggo motolona'o (maksudnya, jalan-jalan)

Wungguli Ode Bandla Puluwa

Dewi Dama
15 Apr 2006

Buti-butiye ma'o, dulo buku wunggilo lo bantha latiya mayilopulito pilobaca. Karna debo dipo mo'otuluhu, ohuyi, te uti mapilo wungguliya latiya silita uyilo alamiya latiya lohilawo. Ma'apu ju: uwanu bahasa liyo tutulapata. mohile potunu uwanu ma tilala.

Mama : “Silita umowali wungguliyo’u ode’olemu uti dada:ta. Bo woluwo wungguli tuwewu u gaga.”
Bantha : “Hintha wolo uwito mama?”
Mama : “Odiye silita liyo Nunu…Hepolele li nenemu, ti mama donggo kikingo delo yi'o otutu panita. Ti mama panita bo: mo:he molohuluwa karna ti mama ta paling kikingo. Ti mama olo sanangi da’a hemosikola mayi karna Ti mama layito mo’otapu juwara satu to sikola. Da torasa li mama, nga’amila guru-guru motoli’ango kocuali ngota dulota ta wala’iyo ja mo’odehe juwara li mama.”
Bantha : “Lapata’o…?”
Mama : “U lebe mo’o sanangiya, timi’idu mo’o tapu juwara, mo’otapu hadiya montho olo guru kalasi.”
Bantha : “Hintha wolo hadiya liyo mama?”
Mama : “Rupa-rupa Nunu. Buku mohelu limo, patuluti tolo mato wawu polopeni dulo mato. Tingga matiye ma’o anu guru liyo odoyi, duhenga liyo lo sabongi po ku:ku, anu ja ‘li fe boy’ bo ‘san laig’ Nunu. Biyasa liyo ti mama woli tanthemu sasayingiya uwolita udadata tuwango lo hadiyah liyo.”
Bantha : “Lapata’o mama….?”
Mama : (Hihihi..) “Lapa ta’o ti mama woli tanthe mamo pateya poli.”
Bantha : “Longola odito mama?”
Mama : “Pe’entha u lo’o pateya gara-gara tuwango lohadiya li tanthemu bongo’idi. Lapata’o ledungga ma’o de bele, tiyo ma hiyo-hiyongo toli nenemu.”
Bantha: “Longola mama?”
Mama : “Ti Tanthe mo tunthuti deli nenemu me duhengo buku liyo mowali sasamawa woli mama. Padahali, uwoli mama lebe dada:ta montho oli tanthe karna ti mama lo’otapu juwara umum.”
Bantha : “Wolo juwara umum boyito mama?”
Mama : “Juara li mama jabo to kalasi lohilawo Nunu. Montho siswa juara satu to nganga’amila kalasi, nilai li mama ta lebe molanggato. Termasuk ti Tanthe ta’iyo lo dehe li mama nilai liyo.”
Bantha : “Ooh…. Hintha wolo uhehiyonga li tanthe?”
Mama : (Hmm..) “Ti nene he lo’iya liyo jamo toli’angiyo uwanu dila mo duhenga buku liyo. (Memangi olo taman-tamani lami ta juwara hewohiya lo orang tua liyo hadiyah u lebe mahale ma’o. Karna ti nene woli bapumu ja’o doyi dada:ta, jamo’o tali delo timongoliyo.) Lapata’o, ti tanthemu momanja-manja. Ti nene bolo hemoleyapu duheliyo, mohiburu oli tanthe wawu pila-pilalango ponu liyo….”
Bantha : “Hintha wolo pilolele li Nene?”
Mama : “Wali nenemu ma’o de’olami, “Bolo posabarilo Mbui liyo mo:nu. Ati’olo ma hama mayi to’utonu boyito doyi potali buku. Debo otawa limongoli u pobalanja ngohuyi-ngohuyi inthi-inthilo Mbu:iy..”

Lapatao ma potuntunga liyo mayi lo nasehati, “Bilehi mayi ti papa Mbu:i dila okalaja tata:pu. Uwanu diyaluwo tame’i detu, montho utonu doyi Mbu:i? Uponula to balangga malopulito hepilotali. Ati’olo ti Papamu susa Mbu’I liyo mo:nu..”

Debolo wali tanthemu ma’o, “Yilongola olo ti mama lohuto nilika li papa ta susa?”

Ma’apu ju: sirita butiye dila mowali po’ombuto latiya de olantho nga’amila.


You are the reason:
· Dikau putra-putriku (Fathir & Ridha), semoga beroleh peluang yang lebih layak untuk mewujudkan cita-citamu.
· Saudaraku tercinta: Selamat Ulang Tahun, Hope you enjoy your single days!!
· Mama tersayang: Engkau selalu di hatiku.

Perahu Nuh

Ani Sekarningsih
7 Apr 2006

Katamu ‘ba’ perahu Nuh
Mengapung
Bertopang sebongkah batu

Nun, berkayuh kasrah
Di samudra tak bertepi

Kukatakan,
‘Ba’ cekungan mata yang tunggal
Bernakhodakan sirr yang mendayung kasrah
Menggulung gelombang
Menjerat badai
Dengan nafasNya

Dan Jibril menganga
Menambat perahu

Selamat datang, wahai rasulNya

(dari mimpiku, 13 Januari 2001)

Kuliah Einstein

Bakrie Arbie
30 Mar 2006

Dalam rangka mengisi liburan panjang maka sayalampirkan kuliah Einstein kepada mahasiswa California Institute ofTechnology,tahun 1938.Dikutip dari buku Ilmu dalamPerspektif,diterbitkan oleh Yayasan Obor dan LIPI 1978.


Rekan-rekan yang muda belia:Saya merasa sangat bahagia melihat Anda semua di hadapan saya, sekumpulan orang muda yang sedang mekar yang telah memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Saya berhasrat untuk menyanyikan hymne yang penuh puji, dengan refrain kemajuan pesat di bidang keilmuan yang telah kita capai, dan kemajuan yang lebih lagi yang akan Anda bawakan.

Sesungguhnya kita berada dalam kurun dan tanah air keilmuan. Tetapi hal ini jauh dari apa yang sebenarnya ingin saya sampaikan. Lebih lanjut, saya teringat dalam hubungan ini kepada seorang muda yang baru saja menikah dengan seorang isteri yang tidak terlalu menarik dan orang muda itu ditanya apakah dia merasa bahagia atau tidak. Dia lalu menjawab"Jika saya ingin menyatakan yang sebenarnya, maka saya harus berdusta".

Begitu juga dengan saya. Marilah kita perhatikan seorang Indian yang mungkin tidak beradab, untuk menyimak apakah pengalaman dia memang kurang kaya ataukah kurang bahagia dibandingkan dengan rata-rata manusia yang beradab. Terdapat arti yang sangat maknawi dalam kenyataan bahwa anak-anak dari seluruh penjuru dunia yang beradab senang sekali bermain meniru-niru Indian.

Mengapa ilmu yang sangat indah ini,yang menghemat kerja dan membikin hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit kepada kita? Jawaban yang sederhana adalah- karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakanya secara wajar. Dalam peperangan, ilmu menyebabkan kita saling meracun dan saling menjagal. Dalam perdamaian dia membikin hidup kita dikejar waktu dan penuh tak tentu.

Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan spiritual malah menjadikan manusia budak-budak mesin, dimana setelah hari-hari yang panjang dan monoton kebanyakan mereka pulang dengan rasa mual, dan harus terus gemetar untuk memperoleh ransum penghasilan yang tak seberapa.

Kamu akan mengingat tentang seorang tua yang menyanyikan sebuah lagu yang jelek. Sayalah yang menyanyikan lagu itu, walau begitu, dengan sebuah itikad, untukmemperlihatkan sebuah akibat. Adalah tidak cukup bahwa kamu memahami ilmu agar pekerjaanmu akan meningkatkan berkah manusia.

"Perhatian pada manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan minat utama dari semua ikhtiar teknis, perhatian kepada masalah besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda"-agar buah ciptaan dari pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan terhadap kemanusiaan. Janganlah kau lupakan hal ini ditengah tumpukan diagram dan persamaan.


Komentar:
Ditahun 1939 di Berlin, Strassman dan Hahn menemukan bahwaUranium-235 bisa membelah dan menghasilkan energi sebesar 200 Mev, jauh lebih besar dari energi reaksi kimia sebesar 3-5 eV. Karena ketakutan Jerman akan menguasai dunia maka Einstein mengirim surat kepada Presiden Roosevelt. Hasilnya adalah bom yang meledak di Jepang di tahun 45. Beliau menghadapi buah simalakama memang, meskipun menurut beberapa tulisan menyatakan bahwa Einstein menyesal membuat surat tersebut.

Nama Gorontalo Kembali Harum di Amerika

Rahman Dako
18 Mar 2006


Nama Gorontalo kembali disebut-sebut di Amerika Serikat. Kali ini yang membawanya adalah Ehito Kimura dari Departemen Ilmu Politik University of Wisconsin – Madison. Hari ini (17/3) jam 12.30 waktu Hawaii, Ehito memberikan presentasi selama 1,5 jam di hadapan para Professor dan mahasiswa pasca sarjana dari lintas Departemen di University of Hawaii.

Presentasi Ehito adalah rangkaian dari proses pemilihan calon professor di Departemen Ilmu Politik di Univerity of Hawaii. Proses pemilihan ini persis sama dengan pemilihan di departemen Geography yang saya pernah tulis dimilist ini dengan judul Pemilihan Dosen. Tahun ini Political Sciences Department, University of Hawaii sedang mencari ahli politik Indonesia karena departemen ini akan membuka jurusan baru, jurusan Politik Indonesia. Indonesia telah dikenal luas oleh Departemen Ilmu Politik di Univesity of Hawaii karena departemen ini turut serta menelorkan beberapa tokoh politik nasional seperti Ryas Rasyid, A.S Hikam dan Mochtar Pabotinggi.

Ehito membuka presentasinya dengan foto demonstrasi warga Gorontalo yang membawa spanduk “Tomini Raya Yes, Sulut No”. Dalam presentasi dengan judul “Provincial Proliferation, Territorial Politics in Post-Authoritarian Indonesia”, Ehito menjelaskan bagaimana proses pembentukan Gorontalo. Ehito mengakui bahwa dalam meneliti pemekaran Provinsi di Indonesia, ia paling banyak menghabiskan waktunya untuk meneliti proses pemekaran di Gorontalo. Ehito mengaku sedang berada di Gorontalo pada waktu MTQ tingkat Nasional di Limboto beberapa waktu lalu.

Selain Gorontalo, fokus penelitiannya yang lain adalah Provinsi Kepulauan Riau, Irjabar, Banten, dan Bangka Belitung. Ehito, yang sempat berdiskusi dengan saya sehari sebelum presentasi, mengakui bahwa proses pembentukan Provinsi Gorontalo adalah paling aman dan “very smooth” dibandingkan dengan provinsi lain. Salah satu yang membedakan antara pembentukan Provinsi Gorontalo dengan Riau dan Irjabar misalnya adalah karena Gorontalo tidak menggunakan isu “merdeka” dalam gerakannya.

Dalam presentasinya Ehito menyebut-nyebut 3 tokoh pembentukan Provinsi Gorontalo yaitu Nelson Pomalingo, Roem Kono dan Almarhum Nasir Mooduto. Dia juga menyinggung keterlibatan semua elemen masyarakat dan mahasiswa dalam gerakan pembentukan Provinsi Gorontalo, serta bagaimana proses bottom-up dan top-down terjadi.

Ehito melihat terbentuknya provinsi Gorontalo dari beberapa argumen antara lain proses transisi politik di Indonesia, koalisi vertikal antara pusat dan daerah, serta konstruksi sosial. Transisi politik yang dimaksud adalah proses reformasi disusul dengan desentralisasi di Indonesia sehingga mendorong tuntutan rakyat tingkat bawah untuk menjadi provinsi.

Koalisi vertikal adalah koalisi antara pejabat dan politisi di pusat dan di daerah misalnya peran tokoh-tokoh partai Golkar dan partai lainnya. Sedangkan konstruksi sosial menurut Ehito adalah bagaimana harapan-harapan baru dibangun, diwacanakan dan dibentuk dengan membandingkan kondisi masyarakat Gorontalo sewaktu masih dengan Sulawesi Utara serta perbedaan budaya dan agama.

Dari hasil penelitiannya, Ehito menyatakan bahwa wacana “marginalisasi” atau penganaktirikan Gorontalo dari provinsi induk Sulut dari oleh sistem politik, ekonomi dan sosial yang didominasi oleh suku Minahasa, juga merupakan salah satu argumen yang mendorong proses pembentukan provinsi Gorontalo. Tetapi perbedaan-perbedaan diatas tidak sempat membuat orang Gorontalo berbuat anarkis seperti gambaran kebanyakan media Barat tentang daerah Islam di tempat lain. Penggunaan nama tokoh-tokoh besar “asal” Gorontalo seperti B.J. Habibie, Wiranto, dan Gobel juga turut serta memompa semangat untuk membentuk provinsi baru.

Saat ditanya mengenai kemungkinan Indonesia akan terpecah-pecah menjadi “negara” baru, Ehito menepik argumen tersebut dengan memberi contoh negara Philipina. Menurut Ehito, ini justru membangkitkan semangat baru masyarakat dalam membangun Gorontalo untuk membangun persatuan Indonesia. Dia memberi contoh misalnya dengan mulai terjalinnya banyaknya investasi yang berdatangan di Gorontalo. Meskipun Ehito mengakui bahwa pembentukan provinsi mengharuskan pemerintah mengeluarkan dana ekstra, tetapi juga dengan pembentukan provinsi akan terjadi efisiensi ekonomi dan efisiensi demokrasi.

Beberapa orang peserta seminar menyatakan kekagumannya atas presentasi Ehito, dan beberapa mahasiswa pasca sarjana yakin Ehito akan terpilih menjadi Professor di University of Hawaii. Selamat buat Ehito dan terutama buat Provinsi Gorontalo.

Siapa Gubernur Gorontalo?

Rahman Dako
25 Feb 2006


Dari bacaan-bacaan saya selama ini, ada kurang lebih 3 faktor utama penentu pertarungan menjadi Gubernur/Wakil Gubernur nanti. Tetapi saya menganalisanya dan memberi contoh dari bekal pengetahuan saya tentang Gorontalo dan berita-berita yang dikirim oleh Mang Asep selama ini.

Faktor-faktor tersebut adalah Proses-proses Pencitraan Diri, Peluang Politik, dan Mobilisasi Sumberdaya. Ketiga faktor ini saling terkait satu sama lain dan saling membutuhkan. Faktor ini dipakai oleh Doug McAdam dan David Snow (1999) dalam menganalisa keberhasilan gerakan perlawanan bangsa kulit hitam di Amerika melawan rasisme.

Proses pencitraan diri yang saya maksud adalah bagaimana seorang/pasangan calon memposisikan diri mereka ditengah-tengah masyarakat. Proses ini meliputi proses pembetukan pencitraan, memfokuskan diri, dan pengorganisasian. Proses ini sangat penting, karena hasil dari proses inilah yang terbayang diingatan para pemilih setelah masuk dibilik suara untuk memilih siapa yang paling dia yakini untuk dipilih.

Dari sekarang, seharusnya sang calon sudah melakukan hal ini mengingat semakin dekatnya hari pemilihan. Dia sudah harus mencitrakan diri di tengah-tengah masyarakat sebagai orang yang layak untuk menjadi pemimpin. Peran media massa, tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai perantara penting sekali dalam proses ini. Kasus Hotel Quality dan hujatan-hujatan terhadap Fadel adalah salah satu bentuk dari proses pencitraan yang dimaksud oleh McAdam dan Snow.

Walaupun masih perlu dipertanyakan, telah tercipta organ-organ yang mendukung Fadel seperti Om Pulu Sidiki, Nurdin Monoarfa, organ-organ dari partai Golkar dan organisasi pendukungnya, dan bahkan mungkin juga Adhan Dambea. Ini juga secara otomatis akan diikuti oleh orang-orang mereka di lapisan bawah.

Demikian juga pernyataan-pernyataan Fadel tentang ke-Gorontalo-annya (cultural identity) ditambah dengan kampanye "keberhasilan" program agropolitan dan pembangunan di Gorontalo. Pembangunan jalan by pass juga termasuk upaya Fadel mencitrakan dirinya di tengah-tengah masyarakat Gorontalo, sebagai orang yang mampu meloby uang dari pusat untuk 'pembangunan'.

Peluang politik adalah kesempatan dimana ada peristiwa politik yang menguntungkan sang calon untuk mencapai tujuan utamanya. Yang dimaksud dengan peluang politik adalah perubahan dalam struktur institusi atau relasi kekuasaan informal dari sebuah sistem politik. Contohnya adalah sistem pemilihan langsung Gubernur yang merupakan hal yang pertama kali di Gorontalo.

Peluang politik bisa juga diciptakan oleh sang calon dengan mengintervensi kebijakan-kebijakan para penyelenggara/ pengambil kebijakan pelaksanaan pemilihan, misalnya dengan menciptakan kriteria-kriteria untuk mengganjal calon yang lain. Contoh yang lain dari peluang politik adalah kemenangan SBY dalam memainkan issue-issue agama dan moral dalam situasi politik bangsa yang korup, ekonomi yang melemah serta gerakan global yang anti Amerika.

Faktor ketiga adalah mobilisasi sumberdaya. Sumberdaya yang dimaksud bisa berupa doi, oto, cek, beras/super mie, tim sukses (pengorganisasian dan lobby), dan juga 'serangan fajar', serta sumberdaya lainnya. Walaupun ada sumberdaya, tapi kalo tidak dimobilisasi, tidak mungkin bisa mencapai hasil yang diinginkan. Mungkin ini yang dimaksud El-Nino sebagai "kegagalan" Ibu Amanda dalam pemilihan anggota DPD kemarin.

Seperti saya kemukakan di atas, faktor pemobilisasian menjadi sempurna bila diintegrasikan dengan dua faktor diatas, proses pencitraan dan peluang politik. Maksudnya sumberdaya dimobilisasi untuk kebutuhan memperkuat proses pencitraan dan pada saat yang sama, ada kesempatan/peluang politik yang menjanjikan. Artinya, sumberdaya dikerahkan pada momen-momen yang tepat sehingga terbentuklah opini bahwa sang calon memang betul-betul pas menjadi pemimpin. Dari hasil ketiga proses inilah yang menurut saya bisa menjawab pertanyaan tentang siapa Gubernur Gorontalo nanti.