Tuesday, July 24, 2007

Untuk Almarhum Seorang Pejuang Provinsi

Terima Kasih, (Alm) Kartono Lasieng....
Elnino
26 Apr 2006


AWAL Januari 2000.
Ketika itu Sekretariat Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) Cabang Gorontalo menjadi pusat pergerakan intelektual para pejuang pembentukan provinsi. Seorang mahasiswa STAIN Gorontalo(sekarang IAIN—red) asal Sangihe, Kartono Lasieng sedang tertidur pulas setelah kecapekan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pejuang provinsi.

Saya dengan begitu kasar menendang kakinya sambil berkata, "Tidor turus ngana... Bangun! Masih banyak yang mo karja!". Jelas, dia kaget bagai disambar petir. "Waduh... Capek skali, uti... Ana' capek skali tidor turus... Istirahat dulu ah...," tukasnya. Saya dkk yang sedang mendongkol dengan banyaknya tugas perjuangan tertawa ngakak mendengarnya.

Tujuh hari lalu.
Giliran saya yang kaget seperti disambar geledek. Sebuah SMS dari Maspa Mantulangi berbunyi, "Innalillaahi wa innailaihi rajiun... Kartono Lasieng... di Sangir... dua jam lalu...". Nafas seperti terhenti. Hape saya nyaris jatuh. Ini bukan candaan. Salah satu sahabat terbaik pergi menghadap Tuhan.

Kartono Lasieng adalah satu dari sekian orang "Non-Gorontalo" yang berjuang luar biasa keras demi terwujudnya provinsi ini. Nama-nama lain adalah Haji Jamaluddin Panna (orang Bugis), La Saofu dan Laode Aman (orang Muna), Bachtiar (Bugis), Arter Datunsolang (Bolmong) dan banyak lagi.

"Darah Gorontalo" yang ada di orang-orang seperti almarhum Kartono seperti tak ada bedanya dari darah saya sendiri. Kartono, misalnya, mencintai Gorontalo begitu ikhlas. "Kalau saya mo bangun rumah di sini (di Gorontalo—red), dimana saya bisa dapat tanah murah, Nino?" tanya Kartono suatu ketika. Dia ingin menghabiskan sisa hidupnya, berkarya, mengabdi dan mati di Gorontalo. That's the point. Mengapa? "Karena saya orang Gorontalo," jawab Kartono.

Perjalanan hidupnya kemudian berbeda. Dia memilih melanjutkan sekolah ke tingkat master di Universitas Negeri Jakarta. Untuk menghemat biaya hidupnya di ibukota, Kartono tinggal di Asrama HPMIG Jaya. Namun, meski penghuni asrama sangat welcome kepadanya, Kartono masih merasa tidak pantas menikmati fasilitas milik Gorontalo itu. "Saya tahu diri, bagaimana pun juga saya tetap saja orang Sangir," jawabnya ketika saya mengajaknya kembali ke asrama setelah dia numpang di sekretariat PB-HMI.

Setiap bertemu Tono—begitu dia kami sapa—saya selalu diajak berdiskusi tentang Gorontalo, tentang teori-teori yang tepat untuk memajukan Gorontalo, tentang budaya lokal kita sampai diskusi tentang karakteristik manusia-manusia Gorontalo. Bukan suatu kebetulan bila penelitiannya untuk thesis juga dilakukan di Gorontalo.

Suatu ketika, saya sempat berjalan-jalan bersama Tono di Gorontalo. Kami sempat mampir di sebuah panti asuhan di kecamatan Kota Barat (saya lupa nama panti ini—red). Dari sana Tono menangis. Kawan yang biasanya ceria ini tampak lesu. "Entah seperti apa Gorontalo nanti, Nino..." gumamnya.

Dia lalu mengutarakan pendapatnya tentang kesenjangan antar elit dan rakyat daerah ini. Banyak hal yang dibicarakannya mengubah pikiran-pikiran yang ada di otak saya. Sayang sekali, Tono kurang berani menuliskan kritik dan protesnya atas keadaan daerah. Dia kuatir dicap sebagai "bukan orang Gorontalo yang cuma datang lalu jadi provokator". Akhirnya saya sendiri yang menuliskan pikiran-pikiran Kartono atas nama saya.

Kartono Lasieng telah pergi. Saya tahu, saya bukanlah satu-satunya orang Gorontalo yang kehilangannya. Andaikata Anda mengenal almarhum dan tahu betul apa yang sudah dia abdikan untuk Gorontalo, Anda pasti merasa kehilangan.

Saya mengucapkan terima kasih yang luar biasa kepadamu, teman...Kartono Lasieng. Terima kasih atas semua pengabdianmu untukGorontalo. Saya akan selalu mengenangmu sebagai salah satu pahlawan provinsi Gorontalo. Saya juga akan selalu ingat pesanmu, "Sedih karena kehilangan orang yang dicintai adalah sesuatu yang wajar... Tapi hidup kita harus terus berjalan untuk berbuat yang terbaik sebelum giliran kita yang dipanggil Tuhan."

Selamat beristirahat, sahabat... Semoga keluarga yang kau tinggalkan diberi ketegaran sepeninggalmu. Sampai jumpa, yaa ayyuha-nnafsu-lmuthma'innah.....!!

No comments: