Irwan F. Uno
4 Okt 06
Teman-teman, mohon kalau ada komentar saya yg dikutip untuk artikel koran ttg UNG, nama saya tetap off the record! (Hehehe....maaf yah, saya ada kepentingan dunia & akhirat jangka panjang dengan orang-orang di UNG. Tapi jangan curiga dulu....untuk kebaikan kok...)
Tentang UNG, komentar saya berikut:
Saya termasuk silent supporter untuk UNG spt ditulis OH. Walaupun silent, saya ril bergerak.
Alhamdulillah saya terlibat banyak dalam memfasilitasi MOU antara UNG dengan Ehime University (Jepang). Saat ini di kampus juga sudah ada Center for Promoting Japanese Studies (Pusat Promosi Kajian Jepang).
Kalau di antara milister ada yang mo lihat-lihat ke kampus, sudilah mampir. Di dalamnya memang masih jauh dari konsep yang kami pikirkan, at least langkah pertama sudah diambil. Insya Allah dalam waktu dekat (silahkan konfirmasi ke Ketua Center Dr. Muhtar M Ph.D Fak. Pertanian), kerjasama di bawah payung MOU kelak meliputi pertukaran mahasiswa/dosen (beasiswa maupun non beasiswa), joint research, dll.
Selama membantu UNG, ada beberapa poin penting yang saya tangkap.
1. UNG sungguh beruntung memiliki pemimpin seperti NP. Pengalaman saya berinteraksi dengan beliau, beliau sangat cepat membuat keputusan selama itu menguntungkan untuk UNG. (Maaf, penilaian ini terbatas pada materi yang pernah kami kerjasamai)
2. Kelebihan di poin satu sangat disayangkan karena tidak dibarengi dengan skill maupun wawasan yang baik dan luas dari bawahan beliau. Termasuk para dosen. Saya kaget karena dalam rapat-rapat membahas konsep kegiatan yang akan dilaksanakan, masih ada gambar dan suara. Tapi giliran pelaksanaan, baik suara apalagi gambar hilang entah kemana.
3. Unsur pamrih dalam memajukan institusi UNG juga sangat terasa. Masih mending kalau pamrih ini dimainkan dengan cantik alias apik. Kita mungkin akan sungkan berkesimpulan negatif. Tapi kenyataannya, pamrihnya terus terang sangat terang-terangan dan ini keterusan. Ketika suatu kegiatan melibatkan Koin & Kredit, semut-semut pada ngumpul. Ketika 2K ini hilang, jejaknya pun tak tampak.
4. Saya bersyukur bisa menjadi UNG's outside supporter. Dengan demikian saya bisa menjaga interest saya. Bahwa karya adalah yang terpenting. Apa boleh buat kalau memang sudah demikian kondisi kerja di kalangan PNS yang harus pamrih, minimal 2K ditambah 1K lagi, menjadi Koin, Kredit, dan Karya. Jangan yang 2 ada yang 1 whateverlah..........
5. Untuk menjadi Center of Excellent, SDM UNG mesti buka mata, pasang telinga, goyangkan kaki dan tangan! (Emang mau dangdutan?....hehehe)
Buka mata bahwa isu daerah atau kota sudah bukan zamannya lagi. Waktu menemani NP ke Ehime University (EU), NP kaget. Ehime University adalah National University yang berlokasi di Provinsi Ehime di Jepang. Provinsi ini kurang lebih sama nasibnya dengan Gorontalo, pokonya provinsi paling desa. (Off the record: Makanya saya rekomendasikan ke UNG untuk bikin MOU dengan mereka, soalnya skalanya sama). Tapi di tengah-tengah universitas kampung itu, berdiri sebuah bangunan riset yang menjadi perhatian Jepang bahkan dunia, yaitu Pusat Riset Protein Buatan.
Pasang telinga karena informasi bergerak cepat. Bisa jadi sesuatu yang dianggap memuaskan di UNG sudah kadaluarsa di tempat lain. Kalau UNG tidak bikin gerakan untuk menjadi excellent sesegera mungkin, jangan harap mimnya akan tercapai.
Gerakkan kaki dan tangan. Tafsirnya (ce ileh, kayak Quraish shihab aja), harus ada konsistensi gerakan sebagai sebuah institusi secara keseluruhan menuju satu tujuan yang sama. NPnya sudah bagus menetapkan tujuan, tapi kalau di kaki dan tangan tidak kompak, ya gimana bisa maju? Ini bukan karena saya dekat dengan NP lho. Bayangkan kalau suatu saat NP sudah tidak menjabat lagi dan kaki tangan juga tetap tidak kompak dengan kepala, tetap saja jalan di tempat....
6. Nah kalau semua sudah kompak, baru goyang ngebor.......(eits, jangan ngerez dulu temenz!). Ma'nanya, jangan cepat puas. Terus saja ngebor cari terobosan baru.....
7. Sudah ah.......capek nyari analogi yang lain....ntar jadi ngrez betulan!!
Insya Allah UNG akan maju..........
Showing posts with label pendidikan. Show all posts
Showing posts with label pendidikan. Show all posts
Saturday, August 11, 2007
UNG Centre of Excellence?
Razif Halik Uno
2 Okt 06
Senang mendengar penjelasan bung Pandunusantara (Arbyn Dungga, red)--yang semakin saya respect setelah bincang2 di Kopi Darat di Gorontalo baru2 ini. Paling tidak, sudah ada yang bisa dipakai sebagai tangkisan atas pertanyaan2 yang bernada kritik di milis ini.
Memang sebagai orang muda dengan semangat reformasi yang tinggi, pertanyaan kita hampir selalu bernada agresif dan terkesan menuduh. Tetapi itu hal yang normal, jiwa muda selalu mencari perhatian dengan cara "menyerang", kita menutup ketidaktahuan dengan cara bertanya secara agresif, menyerang, sampai2 menuduh. Namun si dia yang diserang, langsung atau tidak langsung, akan menjawab dengan fakta dan angka tanpa terlibat dalam adu argumen tanpa fakta dan angka(f & f = facts & figures). Adu argumen yang sifatnya kwalitatif hampir selalu berakhir dengan debat kusir yang kalau berkepanjangan menjadi personal dan kontra produktif.Padahal yang kita cari bersama adalah "Gorontalo Maju".
Tentang IKIP menjadi UNG, suatu hal yang sudah menjadi fakta, yang setahu saya terjadi dengan akselerasi, adalah upaya keras dari banyak 'silent promoters' di samping jalan pintas yang ditempuh oleh satu dua orang sebagai ujung tombak. Semua itu sudah berlalu dan alhamdulillah Gorontalo sebagai provinsi termuda, terkecil, termiskin dan jumlah para intelektual muda dan tua tersedikit (?) sudah bisa mulai kerja keras untuk "mengisi" perguruan tinggi negeri yang masih kolo-kolokobiyo, masih sangat muda. Membutuhkan proses kerja keras untuk bisa disejajarkan dengan misalnya UGM, UI, UNAIR, ITB, IPB dan UNHAS.
Ada baiknya unsur2 di UNG memublisasikan secara lebih luas beberapa fakta yang menunjukkan bahwa mereka sudah mulai bekerja keras "mengisi" status barunya sebagai universitas, misalnya saja : Dalam kira2 1-2 tahun terakhir ini sudah berapa bertambahnya S1, S2 dan S3 ataupun mahagurunya, diproyeksikan kedepan berapa jumlahnya SDM2 yang bertambah. Demikian pula dengan jumlah mahasiswa, dari daerah mana saja (kabupaten maupun provinsi lain), fasilitas apa yang bertambah (lab.,komputer, jumlah sambungan tilpon untuk internet, ruang kelas, lapangan olah raga termasuk kolam renang ukuran olympic, lahan pertanian dan peternakan untuk praktek, perpustakaan jurusan dsb). Semua data statistik itu harus bisa diakses oleh kita2 yang tidak banyak tahu perkembangan UNG.
Bahwa ada yang "bermain" politik di kampus? Sah-sah saja, lihat saja berapa orang2 kampus yang menjadi anggota kabinet, jadi tokoh KPU, DPR, DPD bahkan di LSM banyak orang kampus berkecimpung. Bukankah kampus dimana pun di seluruh dunia menjadi 'breeding ground' para pemimpin. Bahwa harus ada orang yang tetap bermenara gading di kampus dengan menjadi peneliti berprestasi, pengajar yang jempolan, administratur yang handal...itu adalah pilihan tiap individu. Syukur2 kalau ada insentif yang memadai sehingga banyak tenaga kampus yang tetap senang di habitatnya.
Tentu sudah diperhitungkan bahwa untuk sementara, Ilmu Pendidikan yang menjadi panglima di UNG sambil jurusan2 lain disempurnakan. Memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menjadi universitas bermutu. Amerika butuh waktu ratusan tahun untuk menelorkan MIT, Harvard, Columbia, Stanford, Georgiatech, USC, Cornell dan puluhan lainnya. Saya dengar bahwa UNG sedang membina kerjasama dengan Univ di Malaysia, Ehime Univ dari Jepang, Univ.of Hawaii. Ini satu perkembangan yang menarik. Dengan adanya pertukaran pengetahuan maupun personalia,Insaallah Gorontalo kita berangsur-angsur maju termasuk PT2 kita ini.
Bangga juga mendengar dari bung Pandu bahwa di bidang IT, Gorontalo 'menjadi panglima' jika dibandingkan dengan universitas2 tetangga provinsi kita. Memang dengan penguasaan IT, UNG bisa mengadakan loncatan kedepan, apalagi jikalau diintensifkan PENGUASAAN bahasa2 besar asing terutama bahasa Inggris. Buku2 ilmiah, journal2, internetting terbanyak dalam bahasa Inggris, Jepang dan Cina akhir2 ini.
Saya semakin yakin bahwa pendidikan bahasa dan IT serta pengadaan2 fasilitas yang diperlukan akan menjadi kenderaan penarik utama (prime mover/lokomotif) bagi kemajuan di UNG. Barangkali pak Rektor harus sedikit belajar teknik merayu dari pak Gubernur, bagaimana mendatangkan dana yang lebih banyak dari Pusat, bahkan dengan kerja sama dengan univ2 luar negeri, bisa mendapat bantuan alat atau tenaga.
Timbul pertanyaan : kita di Gtlo bisa beri apa kepada univ2 luar kalau kita dibantu ini itu oleh mereka? Kita ini punya kekayaan hutan tropis, DINEUTA, yang kaya akan flora dan fauna, benar2 laboratorium hidup. Bisa cari obat2an jenis baru melawan, misaslnya, penyakit2 'susah' seperti kanker, AIDS, Stroke, Ginjal, Jantung... sorga bagi akhli2 biologi, farmasi, microbiologi dan pelancong2 muda yang senang masuk hutan murni atau menyelam di Teluk Tomini yang kaya akan biota laut tropic. Yang menjadikan para penggemar avontur ini tertarik datang dan membelanjakan dollarnya di Gtlo, adalah foto2 keindahan dan potensi Gorontalo yang disebarkan oleh fotografer2 muda berbakat seperti Riden Baruadi yang foto2nya sudah masuk di majalah TIME, dan kawan2 lain yang foto2nya telah mendapat pengakuan di situs fotografer.net yang diakses di manca negara.
Kalau Fadel Muhammad bisa menjagungkan Gtlo dan meng-Gorontalo-kan jagung sehingga terkenal dimana2, maka para fotografer muda berbakat telah "menjual" Gorontalo dan potensi pariwisatanya ke seantero kawasan Asia bahkan lebih dari itu.
Memang kritik dibutuhkan untuk memacu kita mengadakan perbaikan. Alangkah baiknya kalau kritik itu didasarkan pada fakta, pada angka2 statistik yang benar dan tidak menjadi ajang tutuhiya. UNG itu semisal anak yang sedang tumbuh. Kalau dihardik terus, dimarahi, ditunjuk2 kesalahannya, ia akan tumbuh menjadi orang yang minder, tidak percaya diri dan akhirnya benar2 percaya bahwa dirinya inferior... Bukankah itu yang menjadi esensi para pendidik untuk meluruskannya?
2 Okt 06
Senang mendengar penjelasan bung Pandunusantara (Arbyn Dungga, red)--yang semakin saya respect setelah bincang2 di Kopi Darat di Gorontalo baru2 ini. Paling tidak, sudah ada yang bisa dipakai sebagai tangkisan atas pertanyaan2 yang bernada kritik di milis ini.
Memang sebagai orang muda dengan semangat reformasi yang tinggi, pertanyaan kita hampir selalu bernada agresif dan terkesan menuduh. Tetapi itu hal yang normal, jiwa muda selalu mencari perhatian dengan cara "menyerang", kita menutup ketidaktahuan dengan cara bertanya secara agresif, menyerang, sampai2 menuduh. Namun si dia yang diserang, langsung atau tidak langsung, akan menjawab dengan fakta dan angka tanpa terlibat dalam adu argumen tanpa fakta dan angka(f & f = facts & figures). Adu argumen yang sifatnya kwalitatif hampir selalu berakhir dengan debat kusir yang kalau berkepanjangan menjadi personal dan kontra produktif.Padahal yang kita cari bersama adalah "Gorontalo Maju".
Tentang IKIP menjadi UNG, suatu hal yang sudah menjadi fakta, yang setahu saya terjadi dengan akselerasi, adalah upaya keras dari banyak 'silent promoters' di samping jalan pintas yang ditempuh oleh satu dua orang sebagai ujung tombak. Semua itu sudah berlalu dan alhamdulillah Gorontalo sebagai provinsi termuda, terkecil, termiskin dan jumlah para intelektual muda dan tua tersedikit (?) sudah bisa mulai kerja keras untuk "mengisi" perguruan tinggi negeri yang masih kolo-kolokobiyo, masih sangat muda. Membutuhkan proses kerja keras untuk bisa disejajarkan dengan misalnya UGM, UI, UNAIR, ITB, IPB dan UNHAS.
Ada baiknya unsur2 di UNG memublisasikan secara lebih luas beberapa fakta yang menunjukkan bahwa mereka sudah mulai bekerja keras "mengisi" status barunya sebagai universitas, misalnya saja : Dalam kira2 1-2 tahun terakhir ini sudah berapa bertambahnya S1, S2 dan S3 ataupun mahagurunya, diproyeksikan kedepan berapa jumlahnya SDM2 yang bertambah. Demikian pula dengan jumlah mahasiswa, dari daerah mana saja (kabupaten maupun provinsi lain), fasilitas apa yang bertambah (lab.,komputer, jumlah sambungan tilpon untuk internet, ruang kelas, lapangan olah raga termasuk kolam renang ukuran olympic, lahan pertanian dan peternakan untuk praktek, perpustakaan jurusan dsb). Semua data statistik itu harus bisa diakses oleh kita2 yang tidak banyak tahu perkembangan UNG.
Bahwa ada yang "bermain" politik di kampus? Sah-sah saja, lihat saja berapa orang2 kampus yang menjadi anggota kabinet, jadi tokoh KPU, DPR, DPD bahkan di LSM banyak orang kampus berkecimpung. Bukankah kampus dimana pun di seluruh dunia menjadi 'breeding ground' para pemimpin. Bahwa harus ada orang yang tetap bermenara gading di kampus dengan menjadi peneliti berprestasi, pengajar yang jempolan, administratur yang handal...itu adalah pilihan tiap individu. Syukur2 kalau ada insentif yang memadai sehingga banyak tenaga kampus yang tetap senang di habitatnya.
Tentu sudah diperhitungkan bahwa untuk sementara, Ilmu Pendidikan yang menjadi panglima di UNG sambil jurusan2 lain disempurnakan. Memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menjadi universitas bermutu. Amerika butuh waktu ratusan tahun untuk menelorkan MIT, Harvard, Columbia, Stanford, Georgiatech, USC, Cornell dan puluhan lainnya. Saya dengar bahwa UNG sedang membina kerjasama dengan Univ di Malaysia, Ehime Univ dari Jepang, Univ.of Hawaii. Ini satu perkembangan yang menarik. Dengan adanya pertukaran pengetahuan maupun personalia,Insaallah Gorontalo kita berangsur-angsur maju termasuk PT2 kita ini.
Bangga juga mendengar dari bung Pandu bahwa di bidang IT, Gorontalo 'menjadi panglima' jika dibandingkan dengan universitas2 tetangga provinsi kita. Memang dengan penguasaan IT, UNG bisa mengadakan loncatan kedepan, apalagi jikalau diintensifkan PENGUASAAN bahasa2 besar asing terutama bahasa Inggris. Buku2 ilmiah, journal2, internetting terbanyak dalam bahasa Inggris, Jepang dan Cina akhir2 ini.
Saya semakin yakin bahwa pendidikan bahasa dan IT serta pengadaan2 fasilitas yang diperlukan akan menjadi kenderaan penarik utama (prime mover/lokomotif) bagi kemajuan di UNG. Barangkali pak Rektor harus sedikit belajar teknik merayu dari pak Gubernur, bagaimana mendatangkan dana yang lebih banyak dari Pusat, bahkan dengan kerja sama dengan univ2 luar negeri, bisa mendapat bantuan alat atau tenaga.
Timbul pertanyaan : kita di Gtlo bisa beri apa kepada univ2 luar kalau kita dibantu ini itu oleh mereka? Kita ini punya kekayaan hutan tropis, DINEUTA, yang kaya akan flora dan fauna, benar2 laboratorium hidup. Bisa cari obat2an jenis baru melawan, misaslnya, penyakit2 'susah' seperti kanker, AIDS, Stroke, Ginjal, Jantung... sorga bagi akhli2 biologi, farmasi, microbiologi dan pelancong2 muda yang senang masuk hutan murni atau menyelam di Teluk Tomini yang kaya akan biota laut tropic. Yang menjadikan para penggemar avontur ini tertarik datang dan membelanjakan dollarnya di Gtlo, adalah foto2 keindahan dan potensi Gorontalo yang disebarkan oleh fotografer2 muda berbakat seperti Riden Baruadi yang foto2nya sudah masuk di majalah TIME, dan kawan2 lain yang foto2nya telah mendapat pengakuan di situs fotografer.net yang diakses di manca negara.
Kalau Fadel Muhammad bisa menjagungkan Gtlo dan meng-Gorontalo-kan jagung sehingga terkenal dimana2, maka para fotografer muda berbakat telah "menjual" Gorontalo dan potensi pariwisatanya ke seantero kawasan Asia bahkan lebih dari itu.
Memang kritik dibutuhkan untuk memacu kita mengadakan perbaikan. Alangkah baiknya kalau kritik itu didasarkan pada fakta, pada angka2 statistik yang benar dan tidak menjadi ajang tutuhiya. UNG itu semisal anak yang sedang tumbuh. Kalau dihardik terus, dimarahi, ditunjuk2 kesalahannya, ia akan tumbuh menjadi orang yang minder, tidak percaya diri dan akhirnya benar2 percaya bahwa dirinya inferior... Bukankah itu yang menjadi esensi para pendidik untuk meluruskannya?
Aplikasi IT di UNG
Arbyn Dungga
2 Okt 06
Saya mencoba untuk sedikit membahas topik minggu ini urut berdasarkan pertanyaan2 utama moderator, tapi sekedar penjelasan, tidak untukmenyimpulkan.
Pertama, perubahan IKIP menjadi UNG telah membuka kesempatan perguruan tinggi ini membuka fakultas dan program studi non kependidikan. FPTK diubah menjadi fakultas teknik. Fakultas pertanian juga telah dibuka. Program studi yang non kependidikan tentu saja dibutuhkan untuk mendidik tenaga2 non guru dalam mengisi lapangan kerja di gorontalo.
Walaupun rata2 prodi yang non kependidikan masih tingkatan D3, tapi saya rasa kebutuhan di Gorontalo saat ini adalah tenaga lapangan yang siap merefleksikan ilmu dari bangku kuliah. Tidak ada catatan resmi tentang alumni program diploma ini yang berkecimpung di dunia kerja di Gorontalo. Tapi saya pribadi sempat melihat sendiri alumni D3 Akuntansi ada di sektor perbankan, jasa perdagangan, bagian akunting berbagai perusahaan kecil maupun menengah. Alumni dari D3 manajemen informatika banyak juga yang berkarir di bagian IT beberapa perusahaan di Gorontalo.
Dari sisi lain, perubahan IKIP menjadi UNG telah banyak menampung alumni2 HPMIG (yang kebanyakan dari ilmu terapan dan murni) dari berbagai kota di Indonesia menjadi tenaga akademis (dosen) di perguruan tinggi ini. Tentu saja mereka tidak hanya sekedar menjadi dosen tapi juga banyak terlibat dalam berbagai kegiatan pembangunan di provinsi yang memang membutuhkan disiplin ilmu mereka.
Sisi negatif perubahan IKIP menjadi UNG adalah ketidaksiapan mental pengelola perguruan tinggi ini sehingga model2 pengelolaan terpusat yang selama ini dianut oleh IKIP masih terbawa hingga menjadi UNG.
Kedua, apakah UNG terbelakang di Sulawesi? Bulan juli 2006 lalu saya mendapat kesempatan untuk bertemu dengan beberapa rekan pengelola IT seperti UNSRAT, UNHALU, UNRAM, UNMUL, dan satu lagi saya lupa. Saat itu di UGM kami mengikuti pelatihan pengelolaan jaringan untuk Indonesian Higher Education Network (INHERENT) dimana semua PT tadi termasuk UNG adalah salah satu simpul lokalnya. Dari pertemuan ini terungkap bahwa UNG adalah satu2nya perguruan tinggi yang memiliki akses jaringan LAN sampai ke tingkat jurusan dan satu2nya yang telah mengaplikasikan teknologi VOIP dari semua peserta pelatihan. Sehingga ketika pelatihan, peserta lain hanya menganga-nganga saja mendengar penjelasan teknis aplikasi VOIP dan jaringan, bahkan hanya ayik main internet.
Mungkin di Sulawesi, untuk teknologi, kita hanya kalah dari UNHAS yang punya bejibun tenaga IT. Tapi untuk terus maju uNG saat ini telah memiliki Sistem Informasi Akademik yang sedang diujicobakan dan terus dikembangkan. Awal November nanti akan coba diaplikasikan SMS Akademik dan e-learning. Untuk e-learning sendiri sebetulnya sudah ada sejak tahun 2003, tapi sekarang akan diintegrasikan sistem akademiknya. Insya Allah bulan Oktober ini juga akan diterapkan sistem pengelolaan arsip online, manajemen kehadiran, kepegawaian, keuangan berbasis intranet.
Mungkin itu yang bisa saya sampaikan dari segi dukungan sarana teknologinya, sedangkan dari segi kualitas dosen, pengajaran dan penelitian saya tidak banyak tahu. Terlepas dari itu semua, saya merasa UNG harus banyak berbenah terutama dari segi MENTAL.
2 Okt 06
Saya mencoba untuk sedikit membahas topik minggu ini urut berdasarkan pertanyaan2 utama moderator, tapi sekedar penjelasan, tidak untukmenyimpulkan.
Pertama, perubahan IKIP menjadi UNG telah membuka kesempatan perguruan tinggi ini membuka fakultas dan program studi non kependidikan. FPTK diubah menjadi fakultas teknik. Fakultas pertanian juga telah dibuka. Program studi yang non kependidikan tentu saja dibutuhkan untuk mendidik tenaga2 non guru dalam mengisi lapangan kerja di gorontalo.
Walaupun rata2 prodi yang non kependidikan masih tingkatan D3, tapi saya rasa kebutuhan di Gorontalo saat ini adalah tenaga lapangan yang siap merefleksikan ilmu dari bangku kuliah. Tidak ada catatan resmi tentang alumni program diploma ini yang berkecimpung di dunia kerja di Gorontalo. Tapi saya pribadi sempat melihat sendiri alumni D3 Akuntansi ada di sektor perbankan, jasa perdagangan, bagian akunting berbagai perusahaan kecil maupun menengah. Alumni dari D3 manajemen informatika banyak juga yang berkarir di bagian IT beberapa perusahaan di Gorontalo.
Dari sisi lain, perubahan IKIP menjadi UNG telah banyak menampung alumni2 HPMIG (yang kebanyakan dari ilmu terapan dan murni) dari berbagai kota di Indonesia menjadi tenaga akademis (dosen) di perguruan tinggi ini. Tentu saja mereka tidak hanya sekedar menjadi dosen tapi juga banyak terlibat dalam berbagai kegiatan pembangunan di provinsi yang memang membutuhkan disiplin ilmu mereka.
Sisi negatif perubahan IKIP menjadi UNG adalah ketidaksiapan mental pengelola perguruan tinggi ini sehingga model2 pengelolaan terpusat yang selama ini dianut oleh IKIP masih terbawa hingga menjadi UNG.
Kedua, apakah UNG terbelakang di Sulawesi? Bulan juli 2006 lalu saya mendapat kesempatan untuk bertemu dengan beberapa rekan pengelola IT seperti UNSRAT, UNHALU, UNRAM, UNMUL, dan satu lagi saya lupa. Saat itu di UGM kami mengikuti pelatihan pengelolaan jaringan untuk Indonesian Higher Education Network (INHERENT) dimana semua PT tadi termasuk UNG adalah salah satu simpul lokalnya. Dari pertemuan ini terungkap bahwa UNG adalah satu2nya perguruan tinggi yang memiliki akses jaringan LAN sampai ke tingkat jurusan dan satu2nya yang telah mengaplikasikan teknologi VOIP dari semua peserta pelatihan. Sehingga ketika pelatihan, peserta lain hanya menganga-nganga saja mendengar penjelasan teknis aplikasi VOIP dan jaringan, bahkan hanya ayik main internet.
Mungkin di Sulawesi, untuk teknologi, kita hanya kalah dari UNHAS yang punya bejibun tenaga IT. Tapi untuk terus maju uNG saat ini telah memiliki Sistem Informasi Akademik yang sedang diujicobakan dan terus dikembangkan. Awal November nanti akan coba diaplikasikan SMS Akademik dan e-learning. Untuk e-learning sendiri sebetulnya sudah ada sejak tahun 2003, tapi sekarang akan diintegrasikan sistem akademiknya. Insya Allah bulan Oktober ini juga akan diterapkan sistem pengelolaan arsip online, manajemen kehadiran, kepegawaian, keuangan berbasis intranet.
Mungkin itu yang bisa saya sampaikan dari segi dukungan sarana teknologinya, sedangkan dari segi kualitas dosen, pengajaran dan penelitian saya tidak banyak tahu. Terlepas dari itu semua, saya merasa UNG harus banyak berbenah terutama dari segi MENTAL.
Subscribe to:
Posts (Atom)