Ani Sekarningsih
24 Nov 06
Sangat singkat WAKTU dalam akal manusia, tatkala langkahku menapaki tepian danau Limboto, sore 19 Nopember 2006. Begitu indahnya kupaku lanskap seputar Hutadaa dalam kameraku. Namun ketika aku kembali berada di tengah kumpulan manusia aku tak melihat lagi indahnya akan manusia-manusia di manapun aku menengokkan kepala.
Tidak.
Bagaikan dengung tawon banyak orang mengajukan tanya:"Bagaimanakah bentuk negara kita kelak, Bu?" Nanar aku melihat ke dalam mata si penanya. Lalu kupalingkan mataku pada langit biru kelam dimana awan gemawan menari terbang leluasa dengan damainya. Pertanyaan itu menusukkan sembilu yang pedih. Membayangkan takdir cucuku.
Tuhan telah menyusun rangkaian takdir yang apik bagi alam semesta ini. Planet-planet bergulir menurut sistem yang tertib, matahari masih terbit di Timur dan lenggelam di Barat. Musim masih bergulir sesuai waktunya. Bumi yang kita pijak masih bisa ditanami padi, dan gerumbulan ternak masih bisa merumput, serta segala jenis tetumbuhan masih bisa tumbuh subur. Airpun mengalir menghidupkan mahluk-mahluk laut, sungai dan danau. Bumi ini masih menyimpan kekayaan lain: minyak, mas, berlian, gas, uranium. Maka takdir-takdir yang telah disiapkan Tuhan adalah jelas merupakan perbekalan anak manusia untuk menyusun takdir masa depan bagi dirinya.
Fisik manusia dan tingkah [olanya adalah takdir bagi planet bumi.
"Mau lihat masa depan planet atau bangsa ini kelak? Cermati kondisi perkembangan budaya manusia hari ini. Maka itulah masa depan bangsa ini. Semakin AMBURADUL. Mengapa? Karena hampir semua orang tak tahu merajut takdirnya dengan budi luhung. Budaya kita hidup selalu dalam mimpi masa silam. Mari kita tengok keluhan orang banyak. Semasa pemerintahan Bung Karno orang banyak mengeluh: "Alangkah enaknya hidup dizaman "normal" (maksudnya zaman penjajahan Belanda). Kemudian saat Suharto memerintah, orangpun memakinya: "Enakan ketika zaman pemerintahan Sukarno" Lalu kini kita berada pada zaman SBY, orang pun masih berkeluh kesah: “Wahai, ternyata enakan dizaman Suharto ya, daripada zaman SBY."jawabku kering.
Si penanya tercenung.
"Kawan, kita lupa zaman silam hanyalah kenangan yang tak pernah akan kita singgahi kembali. Masa depan adalah tujuan langkah kita bersama. Tetapi budaya yang tertanam tak membiasakan kita untuk hidup dalam masa kini, detik dan jam saat ini. Kita tak terbiasa merencanakan pola takdir masa depan diri sendiri pada saat ini, apalagi masa depan kelompok yang nota bene adalah masa depan takdir bangsa dan negara ini."
Kuambil kameraku, dan aku merasa lebih tentram merekam keindahan takdir-takdir yang telah diciptakanNya dalam rekaman gambar-gambar saat ini....
Showing posts with label ani sekarningsih. Show all posts
Showing posts with label ani sekarningsih. Show all posts
Saturday, August 11, 2007
Jangan Tinggalkan Budaya Sendiri
Ani Sekarningsih
17 Nov 06
Berapa penduduk Gorontalo? Benarkah 800.000 orangkah? Sejauh apakah orang-orang Gorontalo memahami kebudayaanranahnya sendiri? Sejauh apakah negara-negara mancanegara terjaring menjadi wisatawan ke Gorontalo?
Aku ingin cerita aja, nih.
Pada Media Indonesia 12 Nopember yang baru saja berlalu aku menuliskan tentang hebatnya Asmat yang kini diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai SITUS WARISAN BUDAYA, padahal penduduk Asmat hanya 60.000 orang saja. Karena apa?
Karena perjuangan yang tak kenal lelah dari seorang putera Asmat bernama Yufen Biakai, yang sekarang menjabat Bupati Asmat.
Semasa Yufen masih menjabat Ketua Lembaga Masyarakat Adat Asmat, beliau selalu memikirkan pembangunan manusia Asmat yang harus utuh berdiri tegak dan kokoh di atas landasan budaya Asmat yang mereka warisi. Menurutnya, selama seseorang berdiri kokoh dengan budaya yang membesarkannya maka seseorang itu tak tergoncangkan gegar budaya, melainkan ia lebih mengenali jati dirinya dengan sesungguhnya. Itu sebabnya rasa percaya diri orang Asmat sangat tinggi adanya.
Yufen tidak sekedar berbicara, dan mengajari. Tetapi ia buktikan kekuatan dirinya demi untuk memotivasi segenap orang Asmat. Bila saat ini kita mengenali Yufentius Biakai sebagai Bupati Asmat, dapat dipastikan hanya sedikit orang yang mengenali nama Yufentius Biakai yang telah menjadi milik dunia karena tulisan-tulisannya yang memperkenalkan budaya Asmat dalam dua buku unggulan yang dibanggakan. “ASMAT, Myth and Ritual The Inspiration of Art” dan “ASMAT, Mencerap Kehidupan dalam seni” yang juga diterjemahkan dalam bahasa Jerman dan Inggris dan diterbitkan oleh B. Kühlen Verlag GmbH Jerman. Kedua buku unggulan tersebut merupakan data-data anthropologi Asmat termasuk di dalamnya uraian filsafat tentang patung-patung tradisional.
Adakah para bupati lain di Republik Indonesia ini mampu menuliskan adat budaya setempat dalam bahasa Inggris yang sempurna sebagaimana yang telah dibikin seorang putera Asmat?
Perlu diketahui keberadaan budaya Asmat menjadi bagian dari milik dunia. Anda akan temukan seni ukir Asmat yang anggun-anggun di musium-musium bergengsi di Metropolitan Museum New York, Tropen Museum di Amsterdam, Volkerkunde Museum di Roterdam, Völkerkundemuseum di Berlin, dan koleksi terlengkap milik Dr Gunther Konrad dan istrinya Ursula di Mönchengladbach di Jerman. Dunia tidak mengenal keberadaan Papua, tetapi dunia lebih mengenali Asmat.
Pesta Budaya Asmat ke-23 yang baru saja berakhir pada tanggal 11 Oktober 2006, dan sempat kuhadiri, cukup membanggakan. Dihadiri banyak orang asing. Satu bukti lagi Asmat telah membuktikan diri, bahwa tatkala Amarika mengumumkan para turis tak boleh memasuki Indonesia, apalagi Papua, justru Yufen membuktikan bahwa orang Asmat hangat menyambut mereka dan menjamin keamanan para turis asing tersebut.
Sedikit tambahan lagi. Selama pesta budaya berlangsung seorang wisatawan Jerman bernama Dr Gunter Konrad , seorang urolog, melangsungkan pembedahan-pembedahan pada pasien-pasien orang Asmat SECARA GRATIS. Adakah dokter-dokter ahli di antara kita terketuk hatinya untuk berbuat amal seperti dokter Jerman itu?
Bagaimana halnya dengan Gorontalo?
Padahal Gorontalo memiliki pantai indah. Gorontalo memiliki benteng-benteng yang dapat dijadikan objek wisata. Gorontalo mempunyai seni kerawang kait, yang saingannya hanya sebuah desa nelayan Portofino di Itali. Gorontalo banyak menyimpan adat budaya ASLI GORONTAL. Tetapi adakah kapal-kapal pesiar orang asing berminat datang singgah? Adakah yang menuliskan dan berpikir mengisi artefak=artefak Asmat di musium-musium bergengsi di dunia? Sebagaimana Asmat lakukan?
Wahai Anak Muda Gorontalo yang cerdas-cerdas, di tangan Anda semua budaya Gorontalo menantikan uluran tangan kalian untuk mendokumentasikan kekayaan BUDAYA GORONTALO tersebut, dan mengisi semua museum di dunia.
Kita tidak lagi hanya berpikir dalam kotak-kotak kecil, tetapi kita harus berpikir bahwa kita adalah WARGA PLANET BUMI yang bertanggung jawab memelihara planet ini dengan budaya yang memang kita akrabi. Dengan budaya sendiri justru kita mampu memahami bahasa alam semsta.
Kawan, ada contoh besar lewat depan mata melalui media cetak maupun media kaca. Yakni peristiwa LAPINDO. Mengapa alam meradang merontak?
30 atau 50 tahun lalu, kita masih melihat orang menghormat padi yang akan dipotong dan para PEREMPUAN SAJA yang memotong padi dan dengan dengan ani-ani pula. Bagaimana sekarang? Begitu padi menguning orang main babat dan kasar dan para lelaki ikut membabatnya, tanpa permisi MINTA KEIKHLASAN padi sebagai mahluk, apalagi menghormati tanah yang subur dan begitu ramah menghidupkan semua tetumbuhan buat keperluan manusia. Tanah pun adalah mahluk. Tandai, bagaimana alam tidak akan semakin murka? Sekarang bangsa Indonesia sampai harus mengimpor padi dari Vietnam, bahkan Amerika Serikat.
Mungkin Anda sedang mencibir pikiranku ini. Tnamun saatnya kita semua perlu bermawas diri, perlu HENING. karena para teknolog rupanya sudah semakin tuli, semakin rabun matanya untuk memahami bahasa alam. Hatinya juga menjadi tumpul untuk memahami kearifan-kearifan budaya yang dilahirkan leluhur kita.
Dengan contoh Yufen di atas aku ingin mengatakan, sebagai manusia berpikir, hendaknya kita berbuat yang produktif berlandaskan kekuatan budaya jati diri kita.
17 Nov 06
Berapa penduduk Gorontalo? Benarkah 800.000 orangkah? Sejauh apakah orang-orang Gorontalo memahami kebudayaanranahnya sendiri? Sejauh apakah negara-negara mancanegara terjaring menjadi wisatawan ke Gorontalo?
Aku ingin cerita aja, nih.
Pada Media Indonesia 12 Nopember yang baru saja berlalu aku menuliskan tentang hebatnya Asmat yang kini diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai SITUS WARISAN BUDAYA, padahal penduduk Asmat hanya 60.000 orang saja. Karena apa?
Karena perjuangan yang tak kenal lelah dari seorang putera Asmat bernama Yufen Biakai, yang sekarang menjabat Bupati Asmat.
Semasa Yufen masih menjabat Ketua Lembaga Masyarakat Adat Asmat, beliau selalu memikirkan pembangunan manusia Asmat yang harus utuh berdiri tegak dan kokoh di atas landasan budaya Asmat yang mereka warisi. Menurutnya, selama seseorang berdiri kokoh dengan budaya yang membesarkannya maka seseorang itu tak tergoncangkan gegar budaya, melainkan ia lebih mengenali jati dirinya dengan sesungguhnya. Itu sebabnya rasa percaya diri orang Asmat sangat tinggi adanya.
Yufen tidak sekedar berbicara, dan mengajari. Tetapi ia buktikan kekuatan dirinya demi untuk memotivasi segenap orang Asmat. Bila saat ini kita mengenali Yufentius Biakai sebagai Bupati Asmat, dapat dipastikan hanya sedikit orang yang mengenali nama Yufentius Biakai yang telah menjadi milik dunia karena tulisan-tulisannya yang memperkenalkan budaya Asmat dalam dua buku unggulan yang dibanggakan. “ASMAT, Myth and Ritual The Inspiration of Art” dan “ASMAT, Mencerap Kehidupan dalam seni” yang juga diterjemahkan dalam bahasa Jerman dan Inggris dan diterbitkan oleh B. Kühlen Verlag GmbH Jerman. Kedua buku unggulan tersebut merupakan data-data anthropologi Asmat termasuk di dalamnya uraian filsafat tentang patung-patung tradisional.
Adakah para bupati lain di Republik Indonesia ini mampu menuliskan adat budaya setempat dalam bahasa Inggris yang sempurna sebagaimana yang telah dibikin seorang putera Asmat?
Perlu diketahui keberadaan budaya Asmat menjadi bagian dari milik dunia. Anda akan temukan seni ukir Asmat yang anggun-anggun di musium-musium bergengsi di Metropolitan Museum New York, Tropen Museum di Amsterdam, Volkerkunde Museum di Roterdam, Völkerkundemuseum di Berlin, dan koleksi terlengkap milik Dr Gunther Konrad dan istrinya Ursula di Mönchengladbach di Jerman. Dunia tidak mengenal keberadaan Papua, tetapi dunia lebih mengenali Asmat.
Pesta Budaya Asmat ke-23 yang baru saja berakhir pada tanggal 11 Oktober 2006, dan sempat kuhadiri, cukup membanggakan. Dihadiri banyak orang asing. Satu bukti lagi Asmat telah membuktikan diri, bahwa tatkala Amarika mengumumkan para turis tak boleh memasuki Indonesia, apalagi Papua, justru Yufen membuktikan bahwa orang Asmat hangat menyambut mereka dan menjamin keamanan para turis asing tersebut.
Sedikit tambahan lagi. Selama pesta budaya berlangsung seorang wisatawan Jerman bernama Dr Gunter Konrad , seorang urolog, melangsungkan pembedahan-pembedahan pada pasien-pasien orang Asmat SECARA GRATIS. Adakah dokter-dokter ahli di antara kita terketuk hatinya untuk berbuat amal seperti dokter Jerman itu?
Bagaimana halnya dengan Gorontalo?
Padahal Gorontalo memiliki pantai indah. Gorontalo memiliki benteng-benteng yang dapat dijadikan objek wisata. Gorontalo mempunyai seni kerawang kait, yang saingannya hanya sebuah desa nelayan Portofino di Itali. Gorontalo banyak menyimpan adat budaya ASLI GORONTAL. Tetapi adakah kapal-kapal pesiar orang asing berminat datang singgah? Adakah yang menuliskan dan berpikir mengisi artefak=artefak Asmat di musium-musium bergengsi di dunia? Sebagaimana Asmat lakukan?
Wahai Anak Muda Gorontalo yang cerdas-cerdas, di tangan Anda semua budaya Gorontalo menantikan uluran tangan kalian untuk mendokumentasikan kekayaan BUDAYA GORONTALO tersebut, dan mengisi semua museum di dunia.
Kita tidak lagi hanya berpikir dalam kotak-kotak kecil, tetapi kita harus berpikir bahwa kita adalah WARGA PLANET BUMI yang bertanggung jawab memelihara planet ini dengan budaya yang memang kita akrabi. Dengan budaya sendiri justru kita mampu memahami bahasa alam semsta.
Kawan, ada contoh besar lewat depan mata melalui media cetak maupun media kaca. Yakni peristiwa LAPINDO. Mengapa alam meradang merontak?
30 atau 50 tahun lalu, kita masih melihat orang menghormat padi yang akan dipotong dan para PEREMPUAN SAJA yang memotong padi dan dengan dengan ani-ani pula. Bagaimana sekarang? Begitu padi menguning orang main babat dan kasar dan para lelaki ikut membabatnya, tanpa permisi MINTA KEIKHLASAN padi sebagai mahluk, apalagi menghormati tanah yang subur dan begitu ramah menghidupkan semua tetumbuhan buat keperluan manusia. Tanah pun adalah mahluk. Tandai, bagaimana alam tidak akan semakin murka? Sekarang bangsa Indonesia sampai harus mengimpor padi dari Vietnam, bahkan Amerika Serikat.
Mungkin Anda sedang mencibir pikiranku ini. Tnamun saatnya kita semua perlu bermawas diri, perlu HENING. karena para teknolog rupanya sudah semakin tuli, semakin rabun matanya untuk memahami bahasa alam. Hatinya juga menjadi tumpul untuk memahami kearifan-kearifan budaya yang dilahirkan leluhur kita.
Dengan contoh Yufen di atas aku ingin mengatakan, sebagai manusia berpikir, hendaknya kita berbuat yang produktif berlandaskan kekuatan budaya jati diri kita.
Wajah Perempuan Kita
Ani Sekarningsih
2 Nov 06
MENGERIKAN. Padahal perempuan adalah IBU BANGSA. Bagaimana anak-anak yang terlahir di masa mendatang? Lalu sejauh apa usaha pendidikan orangtua dan agama yang selalu menggaungkan surga-neraka meluruskan ini semua? Ingin aku cerita masalah di Aceh, oom-oom dan tante-tante. Kurang bagaimana polisi syareat di Aceh galaknya? Orang baik-baik saja pun artinya yang jelas suami-istri sering dituduh pelacur. Mobil-mobil adakalanya distop, lalu penumpang perempuan dilihat cara berpakaiannya.
Namun apakah selesai urusan moral di ACEH? Malah tambah mengerikan! Gadis-gadis berjilbab semakin binal, menjajakan dirinya dengan mudah. Banyak yang hamil, tanpa menikah Bayangin!Pendidikan chanel tivi semestinya menjadi kepedulian departemen pendidikan nasional. Karena acara-acara sinetron TIDAK MENDIDIK anak bangsa untuk menjadi manusia produktif dan membangun cita-cita mulia.
Contohlagi. Para dokter muda yang baru lulus, boro-boro senang dikirimkan sebagai dokter PTT ke tempat-tempat terpencil untuk mengabdi. Atau sekalinya mau dikirim ke Aceh, karena berhitung: enak euy Cuma 6 bulan di Aceh. Lalu mereka kembali ke Jakarta dan bisa meneruskan sekolah sebagai dokter ahli. Ketika sdh jadi dokter ahli, boro-boro mau balik ke tempat terpencil yang gak ada mall, mobil BMW dan rumah semegah rumah-rumah di Pondok Indah. Para dokter ahli lebih suka praktek di kota besar untuk mudah menggebuk duitnya pasien yang merana dan putus asa, kan?
Terimalah kenyataan. Cita-cita anak-anak muda sekarang pada intinya kan bagaimana memperoleh bawang-barang mewah dan bergengsi, makanan enak dan unik dan juga bergengsi, naik mobil bermerk yang juga menetapkan gengsi. Karena hal itu yang sedang ditawarkan di kota-kota besar Indonesia. Pendidikan moral, pendidikan sekolah, khotbah-khotbah kiai/ustadz tidak memberikan motivasi anak-anak kita untuk menjadi manusia produktif. Dari 200 juta anak bangsa ini, para ilmuwan dan ekonom Indonesia hanya bisa dihitung dengan jari dibanding mereka yang hidup membuang-buang waktu di mall-mall.
Anak-anak muda seleranya saat ini TIDAK MAU KERJA KERAS, tetapi lebih membesarkan hidup bergengsi, sebagaimana dicontohkan orang tua mereka sendiri. Sudah saatnya ditemukan suatu strategi tepat-guna para pendidik menemukan resep tepat guna agar manusia Indonesia harus menjadi manusia yang produktif, serta mensejahterakan banyak orang, menjaga keharmonisan sesama mahluk hidup menjaga keindahan alamiah segala sesuatu. Betapa perlunya menjadi MANUSIA YANG BERPIKIR dan MENINGKATKAN KESADARANLUHUR bukan jadi manusia yang membebek dengan budaya orang luar.
Kiranya membangun moral diri bukan lagi dengan membuat organisasi baru seperti polisi syareat, atau berkoar-koar bahasa slogan dengan dogma-dogma kaku, tetapi saatnya para kiai, orangtua, guru harus menjadikan dirinya CONTOH konkrit sebagai idola kawula muda dan lingkungannya. Menentukan sikap hidup dengan mendekati sifat-sifat Tuhan yang 99 itu ( dan BUKAN SEKEDAR CUMA DIZIKIRIN JUTA-JUTA KALI tapi moral tetap memalukan). Para kiai hendaknya mengubah cara berdakwah... bukan lagi menyajikan menu yang cuma nakut-nakuti massa jemaah dengan urusan surga-neraka yang entah di mana alamatnya. BASI-lah itu.
Ini zamannya dibutuhkan para kiai/guru/orangtua yang cerdas dan bijak dengan menguasai perkembangan ilmu mutakhir, yang mengerti perkembangan teknologi mutakhir. Dibutuhkan kiai yang NGETREND DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN yang memberikan inovasi dan motivasi membangun mental luhur bukan kiai yang cuma berpatokan pada BUKU KUNING belaka dan lantang mendakwahkan surga-neraka 'mulu' (katabetawi: melulu). Kalau saja ada orang mati bangkit dan hidup lagi serta memberikan pembuktian adanya surga-neraka, dakwah dengan resep surga-neraka pasti jadi makanan favorit, ditanggung laris manis tanjung kimpul.
Kalau bapak-bapak PEJABAT REPUBLIK INDONESIA,PARA SUDAGAR YANG BERPECI/ BERSORBAN dan PARA KIAI BERGAMIS MEMBERIKAN TETAP CONTOH BURUK dengan telak depan mata dan menjadi objek berita tivi MEREBUT ISTRI ORANG DAN MENGUBER PERAWAN-PERAWAN CANTIK. Ya...... good bye-lah MORAL LUHUR... Bahwa perempuan Indonesia, yang calon IBU BANGSA, hanya mampu menghargakan dirinya sebagai pelacur, sebagai TKW yaaaaa.... bisa kita bayangkan wajah Indonesia 50 tahun ke depan...
2 Nov 06
MENGERIKAN. Padahal perempuan adalah IBU BANGSA. Bagaimana anak-anak yang terlahir di masa mendatang? Lalu sejauh apa usaha pendidikan orangtua dan agama yang selalu menggaungkan surga-neraka meluruskan ini semua? Ingin aku cerita masalah di Aceh, oom-oom dan tante-tante. Kurang bagaimana polisi syareat di Aceh galaknya? Orang baik-baik saja pun artinya yang jelas suami-istri sering dituduh pelacur. Mobil-mobil adakalanya distop, lalu penumpang perempuan dilihat cara berpakaiannya.
Namun apakah selesai urusan moral di ACEH? Malah tambah mengerikan! Gadis-gadis berjilbab semakin binal, menjajakan dirinya dengan mudah. Banyak yang hamil, tanpa menikah Bayangin!Pendidikan chanel tivi semestinya menjadi kepedulian departemen pendidikan nasional. Karena acara-acara sinetron TIDAK MENDIDIK anak bangsa untuk menjadi manusia produktif dan membangun cita-cita mulia.
Contohlagi. Para dokter muda yang baru lulus, boro-boro senang dikirimkan sebagai dokter PTT ke tempat-tempat terpencil untuk mengabdi. Atau sekalinya mau dikirim ke Aceh, karena berhitung: enak euy Cuma 6 bulan di Aceh. Lalu mereka kembali ke Jakarta dan bisa meneruskan sekolah sebagai dokter ahli. Ketika sdh jadi dokter ahli, boro-boro mau balik ke tempat terpencil yang gak ada mall, mobil BMW dan rumah semegah rumah-rumah di Pondok Indah. Para dokter ahli lebih suka praktek di kota besar untuk mudah menggebuk duitnya pasien yang merana dan putus asa, kan?
Terimalah kenyataan. Cita-cita anak-anak muda sekarang pada intinya kan bagaimana memperoleh bawang-barang mewah dan bergengsi, makanan enak dan unik dan juga bergengsi, naik mobil bermerk yang juga menetapkan gengsi. Karena hal itu yang sedang ditawarkan di kota-kota besar Indonesia. Pendidikan moral, pendidikan sekolah, khotbah-khotbah kiai/ustadz tidak memberikan motivasi anak-anak kita untuk menjadi manusia produktif. Dari 200 juta anak bangsa ini, para ilmuwan dan ekonom Indonesia hanya bisa dihitung dengan jari dibanding mereka yang hidup membuang-buang waktu di mall-mall.
Anak-anak muda seleranya saat ini TIDAK MAU KERJA KERAS, tetapi lebih membesarkan hidup bergengsi, sebagaimana dicontohkan orang tua mereka sendiri. Sudah saatnya ditemukan suatu strategi tepat-guna para pendidik menemukan resep tepat guna agar manusia Indonesia harus menjadi manusia yang produktif, serta mensejahterakan banyak orang, menjaga keharmonisan sesama mahluk hidup menjaga keindahan alamiah segala sesuatu. Betapa perlunya menjadi MANUSIA YANG BERPIKIR dan MENINGKATKAN KESADARANLUHUR bukan jadi manusia yang membebek dengan budaya orang luar.
Kiranya membangun moral diri bukan lagi dengan membuat organisasi baru seperti polisi syareat, atau berkoar-koar bahasa slogan dengan dogma-dogma kaku, tetapi saatnya para kiai, orangtua, guru harus menjadikan dirinya CONTOH konkrit sebagai idola kawula muda dan lingkungannya. Menentukan sikap hidup dengan mendekati sifat-sifat Tuhan yang 99 itu ( dan BUKAN SEKEDAR CUMA DIZIKIRIN JUTA-JUTA KALI tapi moral tetap memalukan). Para kiai hendaknya mengubah cara berdakwah... bukan lagi menyajikan menu yang cuma nakut-nakuti massa jemaah dengan urusan surga-neraka yang entah di mana alamatnya. BASI-lah itu.
Ini zamannya dibutuhkan para kiai/guru/orangtua yang cerdas dan bijak dengan menguasai perkembangan ilmu mutakhir, yang mengerti perkembangan teknologi mutakhir. Dibutuhkan kiai yang NGETREND DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN yang memberikan inovasi dan motivasi membangun mental luhur bukan kiai yang cuma berpatokan pada BUKU KUNING belaka dan lantang mendakwahkan surga-neraka 'mulu' (katabetawi: melulu). Kalau saja ada orang mati bangkit dan hidup lagi serta memberikan pembuktian adanya surga-neraka, dakwah dengan resep surga-neraka pasti jadi makanan favorit, ditanggung laris manis tanjung kimpul.
Kalau bapak-bapak PEJABAT REPUBLIK INDONESIA,PARA SUDAGAR YANG BERPECI/ BERSORBAN dan PARA KIAI BERGAMIS MEMBERIKAN TETAP CONTOH BURUK dengan telak depan mata dan menjadi objek berita tivi MEREBUT ISTRI ORANG DAN MENGUBER PERAWAN-PERAWAN CANTIK. Ya...... good bye-lah MORAL LUHUR... Bahwa perempuan Indonesia, yang calon IBU BANGSA, hanya mampu menghargakan dirinya sebagai pelacur, sebagai TKW yaaaaa.... bisa kita bayangkan wajah Indonesia 50 tahun ke depan...
Labels:
ani sekarningsih,
artikel,
budaya,
perempuan
Subscribe to:
Posts (Atom)